Tempat Usaha di Kota Malang Dilarang Buka sebelum Penuhi Syarat

by
https://cdns.klimg.com/merdeka.com/i/w/news/2020/05/29/1182002/670x335/tempat-usaha-di-kota-malang-dilarang-buka-sebelum-penuhi-syarat.jpg
Walikota Sutiaji memimpin Rakor di Balaikota Malang. ©2020 Merdeka.com/Darmadi Sasongko

Merdeka.com - Pemerintah Kota (Pemkot) Malang melarang tempat usaha dibuka sebelum memenuhi persyaratan berupa sarana dan prasarana (Sarpras) berdasarkan protokol penanganan Covid-19. Peraturan tersebut secara teknis akan dituangkan dalam Peraturan Wali Kota (Perwal) yang sedang dalam pembahasan.

Dunia usaha diminta memenuhi Sarpras sesuai protokol Covid-19 selama masa transisi yang diterapkan mulai 31 Mei-6 Juni 2020. Masa transisi sendiri sebagai masa adaptasi memasuki tata kehidupan baru atau new normal di tengah pandemi Covid-19.

"Selama tahap transisi perlu disiapkan sarana prasarana, penyesuaian tempat, SOP internal dan Gugus Tugas manajemen pelaksanaan. Jika belum memenuhi persyaratan, maka tidak diperkenankan buka hingga persyaratan itu terpenuhi," kata Wali Kota Malang Sutiaji, Jumat (29/5).

Sutiaji memimpin rapat koordinasi (Rakor) bersama pelaku dunia usaha Kota Malang. Rakor membahas seputar pedoman penerapan masyarakat produktif dan aman Covid-19 yang akan menjadi masukan bagi Peraturan Wali Kota (Perwal).

Perwal tersebut akan menjadi panduan tahapan transisi setelah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Malang Raya berakhir 30 Mei besok. Masyarakat, termasuk dunia usaha diharapkan dapat berperilaku adapatif (new normal) secara ekonomi, sosial dan pendidikan secara berlahan-lahan.

"Bahasa kami tidak pakai new normal, bahasa kami adalah berkehidupan yang adaptif. Berkehidupan yang bisa beradaptasi dengan lingkungan," tegas Sutiaji.

Sutiaji mengatakan masyarakat tidak perlu dicekoki dengan pemikiran atau ungkapan pesimis. Justru sebaliknya, harus selalu dibangun optimisme dalam menghadapi kehidupan dan persoalan atau dalam hal ini Covid-19.

"Jadi aneh kalau ada ungkapan menyerah melawan Covid-19 atau lempar handuk," tegasnya.

Pemerintah Pusat hingga Daerah, menginginkan masyarakat segera bangkit dengan tetap terus berjuang menghambat penyebaran laju Covid-19. Bersamaan juga harus berpikir dan bergerak secara progresif agar perekonomian tidak semakin terpuruk.

"Karenanya, kami dan segenap jajaran Pemkot Malang, lebih menekankan new normal itu adalah perilaku adaptif. Jadi terminologinya tentang penerapan perilaku hidup adaptif di tengah Covid-19, yang itu jadi roh dari Perwal yang sedang kita susun," urainya.

Sutiaji juga mengingatkan bahwa new normal bukan berarti normal dan sudah bebas dari virus corona. Tetapi lebih pada masyarakat memasuki dan membangun satu era, satu masa, satu tata kehidupan dan aktivitas yang baru dalam menyikapi pandemi Covid-19.

"Justru dengan ini, kita dituntut lebih ketat dan disiplin melaksanakan protokol Covid-19. Kemampuan membangun disiplin adalah kunci. Bila tak bisa, tak mampu dan juga tak mau beradaptasi, ya sudah tak akan lagi kita bertemu dengan asa dari sebuah new era," ungkapnya.

Sutiaji juga mengungkapkan, bahwa dari waktu ke waktu dipastikan akan muncul data penambahan kasus, yang tentu juga data pasien sembuh. "Karena tidak bisa tidak kita harus mulai membangun satu ekosistem yang adaptif. Bagaimana industri dapat terus berjalan, dengan kendali Covid-19 tetap terjaga. Bagaimana dunia usaha dan perdagangan tetap bergerak, sementara protokol Covid-19 dapat dijalankan dengan baik. Demikian juga dengan aktivitas beribadah dan bersosial maupun di bidang pendidikan, semua nanti akan ada proses adaptatif," jelasnya.

Sementara itu ada sembilan poin peraturan dalam rancangan Perwal Pedoman Penerapan Masyarakat produktif dan aman Covid-19 untuk dunia usaha. Kesembilan tersebut di antaranya sektor ekonomi diperkenankan dibuka dengan memenuhi syarat memenuhi protokol kesehatan.

Prasana berupa tempat cuci tangan, thermo gun (pengukur suhu) dan hand sanitazer wajib disediakan. Wajib dilakukan pengecekan suhu tubuh, penyemprotan desinfektan berkala, memiliki gugus tugas manajemen dan pengawasan protokol kesehatan.

Kapasitas yang diperkenankan hanya 50 persen dari total daya muat pengunjung. Tempat usaha wajib mengumumkan kapasitas, petunjuk protokol kesehatan di setiap tempat yang mudah terlihat.

Tempat usaha wajib mengatur jarak antrean pengunjung, selain itu pegawai dan pengunjung wajib memakai masker. Tempat usaha yang belum memenuhi persyaratan belum diperkenankan membuka usahanya. Pemkot dapat melakukan evaluasi dan melakukan penutupan jika diketahui terjadi pelanggaran protokol dan terjadi transmisi penularan.

Sementara Ketua Perhimpunan Hotel dan Restauran Indonesia (PHRI) Jawa Timur, Dwi Cahyono mendukung pelaksanaan new normal. Ia mendorong pengusaha melaksanakan protokol Covid-19 lebih disiplin, bahkan lebih dari PSBB.

"Lebih baik new normal yang disiplin tinggi, daripada PSBB yang longgar dan pengawasan kurang," ujarnya. [cob]