Lengangnya Masjid Agung Banten Saat Pandemi Corona

by
https://awsimages.detik.net.id/customthumb/2020/05/29/1025/img_20200529073957_5ed059dd135c7.jpeg?w=600&q=90
Halaman masjid yang biasanya ramai ketika ngabuburit, nampak lengang tanpa jamaah.
https://awsimages.detik.net.id/customthumb/2020/05/29/1025/img_20200529074050_5ed05a126d0b5.jpg?w=600&q=90
Sekeliling keraton Surosowan sudah rapi dan nyaman untuk pedestrian.
https://awsimages.detik.net.id/customthumb/2020/05/29/1025/img_20200529074100_5ed05a1c977a2.jpg?w=600&q=90
Gerbang utama masjid yang digembok.
https://awsimages.detik.net.id/customthumb/2020/05/29/1025/img_20200529074124_5ed05a344544d.jpg?w=600&q=90
Jalan setapak di tepi kanal sudah di conblock rapi serta diberi bangku dan lampu hias.
https://awsimages.detik.net.id/customthumb/2020/05/29/1025/img_20200529074626_5ed05b623fd2e.jpg?w=600&q=90
Watu Gilang, salah satu situs bersejarah Banten.

detikTravel Community -

Wabah virus Corona membuat Masjid Agung Banten sepi, bahkan di akhir pekan. Pagar masjid pun dikunci sehingga jamaah tidak bebas keluar masuk.

Pemerintah memang sedang melarang kerumumnan untuk memutus rantai penularan virus Corona Jika biasanya warga banyak yang ngabuburit di lingkungan masjid ketika bulan Ramadan, namun tidak tahun ini. Masjid hanya dibuka untuk shalat tarawih, itupun sesuai protokol kesehatan.

Sore itu saya ke Masjid Agung Banten karena ingin beribadah, juga karena lama tak kesana. Tapi, masjid ditutup. Pengunjung diizinkan masuk asalkan mengantongi izin dari petugas, namun demi kenyamanan bersama saya memutuskan untuk shalat di rumah saja.

Saya pun harus puas memandangani Masjid Agung Banten, yang kini sudah berubah jadi lebih megah, dari balik pagar. Terakhir kemari, kompleks masjid ini masih cukup "kumuh", jalanannya jelek dan bergelombang. Padat oleh jamaah dan peziarah yang membuang sampah sembarangan.

Baca Juga: Tantangan Membatik di Kampung Batik Giriloyo

Bahkan, dulu saya sempat kebingungan mencari pintu masuk Masjid Agung Banten. Itu karena banyaknya lapak pedagang kaki lima menutupi jalan. Saya jadi tak leluasa melihat kemegahan masjid yang dibangun pertama kali pada 1556 oleh Sultan Maulana Hassanuddin (1552-1570), sultan pertama dari Kesultanan Banten. Beliau adalah putra pertama dari Sunan Gunung Jati Cirebon.

Nampak menara setinggi 30 meter dari kejauhan. Namun sebelumnya, jamaah dan peziarah terlebih dulu melewati Istana Sorosowan yang kini hanya tinggal puing-puing. Bahkan, umumnya jamaah tidak memperhatikan keberadaan bekas istana, yang di abad ke-16, ke-17, dan ke-18 pernah menjadi pusat kegiatan Kerajaan Islam Banten.

Keunikan arsitektur masjid ini nampak dari atapnya yang bertumpuk lima, mirip pagoda. Jumlah tersebut merujuk pada lima waktu shalat yakni Subuh, Dzuhur, Ashar, Maghrib, dan Isya.Saya belum kesampaian untuk naik ke menara dan juga shalat di dalam masjid hingga pengalaman ini saya tulis.

Katanya kalau mau naik menaranya, kita harus melalui lorong sempit yang hanya muatuntuk satu orang. Para peziarah harus bergantian ketika akan naik atau menuruni tangga menara. Di sinilahkesabaran masing-masing individu diuji. Untuk mencapai ujung menara, ada 83 buah anak tangga. Konon pemandangan di sekitar masjid dan perairan lepas pantai dapat terlihat di atas menara, karena jarak antara menara dengan laut hanya sekitar 1,5 km.

Kini bangunan masjid yang memadukan budaya Hindu-Jawa, Eropa, dan Tiongkok ini kian cantik dengan kehadiran payung-payung besar, mirip seperti yang ada di Masjid Nabawi, Madinah. Area sekitar masjid juga dikelilingi taman hijau dan bangku yang membuat suasana makin teduh.

Pada bagian lantai dipasangi marmer yang ketika saya kesana sedang dibersihkan. Kanal di samping masjid dihiasi dengan taman, bangku dan di conblok. Di sekitar Keraton Surosowan juga dipasang lampu hias, pagar dan tulisan raksasa. Rumput dan tanaman terawat baik dan tumbuh subur namun rapi. Bikin siapapun jadi betah berlama-lama habiskan waktu di simbol kejayaan Islam ini.

Bagi kalian yang ingin ke Masjid Agung Banten ini, jaraknya kurang lebih 10 kilometer dari Alun-alun Serang, tepatnya di Desa Banten, Kecamatan Kasemen.Akses ke lokasi dapat dituju dengan kendaraan pribadi atau kendaraan umum.

Dari terminal Terminal Pakupatan, Serang menggunakan bis jurusan Banten Lama atau mencarter mobil angkutan kota menuju lokasi selama lebih kurang setengah jam. Jika ingin mengendarai mobil pribadi atau bus pariwisata, lahan parkir yang luas siap menyambut kita.

Baca Juga: Mengenang Serunya Festival Gerobak Sapi di Prambanan

----

Traveler Punya pengalaman Traveling di berbagai tempat menarik? Kirim Artikelmu di Link Ini