https://awsimages.detik.net.id/visual/2020/05/26/4a82c59e-e5ff-4f4b-ae24-4f6a9126377f_169.jpeg?w=715&q=90
Foto: Ilustrasi Pusat Perbelanjaan (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Intip Pembukaan Mal di China, Pengusaha RI Jadi Khawatir

by

Jakarta, CNBC Indonesia - Pembukaan mal pada masa new normal diharapkan perlahan memulihkan sektor pusat belanja yang sudah dua bulan tutup karena pandemi covid-19. Namun, pelaku usaha mal memperkirakan pemulihan akan lambat karena orang masih khawatir dan tak banyak belanja ke mal seperti yang terjadi China.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Stefanus Ridwan ragu saat mal akan kembali ramai dikunjungi masyarakat seperti sedia kala ketika dibuka rencana pada Juni. Pasalnya, orang masih ragu untuk keluar jika tidak memiliki kepentingan yang terdesak, apalagi mengunjungi tempat-tempat yang dianggap bisa mengumpulkan massa.

"Ketika pembukaan mal di China waktu dibuka. Itu ternyata nggak banyak yang datang. Saya cek dimana-mana teman Asosiasi di sana (China) kan ada, komunikasi. Eh gimana? aduh parah awal-awal sekitar 30%. Terus naiknya pelan banget dia. Saya kira semuanya datang beli barang ke toko. Abis dia beli dari toko, langsung dia pulang nggak ada liat-liat," sebut Stefanus kepada CNBC Indonesia, Jumat (29/5).


Ia juga menyebut kerugian mal di seluruh Indonesia mencapai Rp 13 triliun selama dua bulan terakhir. Ia memperkirakan mal akan pulih hingga kembali berjalan normal di tahun depan.

"Kalau mengharapkan wah cepat balik untung, kayanya engga deh. Setahun lebih juga mungkin engga. Tapi paling ngga masalah sosial berkurang," katanya.

Masalah sosial yang dimaksudnya adalah pengangguran yang timbul. Dibukanya mal diproyeksikan bakal menarik kembali para pekerja yang sudah terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) serta dirumahkan agar kembali bekerja.

Di sisi lain, daya beli masyarakat pun belum sepenuhnya membaik. Uang yang akan dikeluarkan untuk berbelanja barang sekunder kemungkinan tetap akan diketatkan. Alhasil, diperkirakan tenant belum bisa membayar uang sewa seperti sebelum masa pandemi Covid-19, karena perputaran uangnya pun belum pulih.

"Kalau untung, mana bisa untung sih kita. Cuma kita kalau (mal) penuh aja hanya bisa break event point (balik modal). Sekarang kemampuannya juga belum tentu, tenant-tenant kan kesulitan juga," paparnya.

Ketua Umum DPD Real Estate Indonesia (REI) DKI Jakarta Arvin F Iskandar pun menyebut sektor pusat perbelanjaan di tahun ini sudah tidak bisa diandalkan untuk meraih keuntungan. Cukup bertahan di industri pun sudah cukup bersyukur.

"Saya rasa ini sampai awal tahun depan. 2020 ini saya rasa nggak bisa berbuat banyak, budgeting harus kita revisi, penjualan juga harus direvisi. Cost apa yang bisa ditekan, efisiensi apa," sebutnya. (hoi/hoi)