https://awsimages.detik.net.id/visual/2020/05/26/7b8d27f5-d7e4-4ead-967a-52acef354a2f_169.jpeg?w=715&q=90
Foto: dok: BPJS Kesehatan

'Pemerintah Coba Berikan yang Terbaik untuk Warga Lewat BPJS'

by

Jakarta, CNBC Indonesia - Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan mengatakan pihaknya cukup kesulitan dalam menentukan iuran BPJS Kesehatan yang kini sudah tertuang di dalam Perpres No. 64 Tahun 2020 tentang Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

Kepala Bidang Program Analisis Kebijakan Pusat Sektor Keuangan BKF Kemenkeu Ronald Yusuf mengatakan, keseimbangan penetapan iuran dibayangi berbagai hal yang dilematis. Di antaranya, seluruh peserta ingin manfaat yang sangat layak atau baik, iuran yang terjangkau atau murah, dan program yang berkeseimbangan.

"Cakupan universal health coverage adalah di mana setiap orang memiliki akses pelayanan kesehatan yang mereka butuhkan dengan biaya yang terjangkau," kata Ronald dalam video conference, Jumat (29/5/2020).

Ronald mengakui, sebenarnya di saat menyesuaikan iuran BPJS Kesehatan di dalam Perpres 75/2019 pun, pihaknya sudah memiliki beberapa aktuaria, yang sebenarnya BPJS Kesehatan, selaku pengelola JKN masih bisa surplus.


Sayangnya, melihat kenyataan bahwa pelaksanaan JKN sejak 2014 selalu mengalami defisit. Terlebih, aktuaria yang dibuatnya itu, tidak bisa digunakan dalam waktu yang jangka panjang. Dalam tiga tahun saja kemungkinan ada terjadinya error.

"Makanya kemudian saat itu, mau tidak mau kita memang harus merevisi Perpres 75/2020 karena pelaksanaan JKN sejak 2014 selalu mengalami defisit," jelas Ronald.

Besaran iuran BPJS Kesehatan pun sebenarnya datang dari Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), sementara tugas BKF Kemenkeu adalah mereview usulan tersebut.

Hasilnya, berdasarkan perhitungan BKF Kemenkeu, kata Ronald didapatkan bahwa usulan DJSN untuk kelas III, dengan Peserta Bantuan Iuran (PBI) sudah tercover sebanyak 96 juta jiwa. Sehingga menghasilkan di kisaran Rp 42.000 karena masyarakat dirasa mampu.

"Sangat kami maklumi Rp 42.000 dipermasalahkan. Akhirnya di Perpres 64/2020 dikembalikan iuran kelas III dikembalikan menjadi Rp 25.500 dengan juga memperbaiki data PBI. Pada 2021 iuran dinaikkan jadi Rp 35.000. Karena kita mau menciptakan iuran berkeadilan," jelas Ronald.

Menurut Ronald tidak akan bisa pelayanan kesehatan terbaik diterima masyarakat apabila iurannya terlalu murah. Apabila dipaksakan maka kesinambungan program BPJS Kesehatan yang jadi korban.

Apabila iuran terlalu murah manfaat kesehatannya akan berkurang, sementara kalau kemahalan iuran tidak akan terjangkau bagi masyarakat.

"Kalau kita kasih iuran terlalu ringan manfaatnya pasti nggak akan baik. Kalau dibuat mahal nanti tidak terjangkau. Ini lah fine tuning kita ini yang nggak mudah," ujarya.

Untuk diketahui, berdasarkan Perpres 64/2020, per 1 Juli 2020, iuran JKN-KIS (Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat) bagi peserta PBPU (Peserta Bukan Penerima Upah) dan BP (Bukan Pekerja) disesuaikan menjadi Rp 150.000 untuk kelas I, Rp 100.000 untuk kelas II, dan Rp 42.000 untuk kelas III.

Sebelumnya, iuran BPJS Kesehatan mengikuti Perpres Nomor 75 Tahun 2019, yaitu Rp 160.000 untuk kelas I, Rp 110.000 untuk kelas II, Rp 42.000 untuk kelas III.

(dru)