https://statik.tempo.co/data/2020/05/21/id_939858/939858_720.jpg
Ilustrasi penelitian di Lembaga Biologi Molekular Eijkman. Sumber: dokumen Lembaga Eijkman

Ini Peneliti Top Indonesia Berdasarkan SINTA 2020

by

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional Bambang Brodjonegoro resmi mengumumkan pemeringkatan baru untuk peneliti Indonesia berdasarkan Science and Technology Index (SINTA) 2020. Hasilnya, terhimpun 500 peneliti terbaik Indonesia dari berbagai latar belakang daerah dan perguruan tinggi.

Dalam video konferensi, Kamis 28 Mei 2020, Bambang hanya menyebutkan 20 pemilik nilai tertinggi dari daftar 500 peneliti itu. “Saya tidak bisa menyebutkan semuanya, tapi saya akan sebutkan 20 saja,” ujarnya, Kamis, 28 Mei 2020.

Suharyo Sumowidagdo, peneliti fisika partikel di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), muncul sebagai peneliti paling top berdasarkan indeks tersebut. Skor SINTA Suharyo selama tiga tahun belakangan sebesar 9178 atau 205.144 untuk sepanjang tahun.

Dikutip dari laman sinta.ristekbrin.go.id, Satu di antara makalah ilmiahnya adalah berjudul Observation of a new boson at mass of 125 GeV with the CMS experiment at the LHC. Suharyo terdaftar sebagai peneliti asal Unversity of California, Amerika Serikat, terlibat bersama sejumlah besar ilmuwan di dunia dalam observasi tersebut.

Agus Sudaryanto, peneliti keperawatan dari Universitas Muhammadiyah Surakarta berada di ranking dua dengan skor 8934 untuk tiga tahun dan 9138 sepanjang tahun. Di antara top 5 papers-nya adalah yang berjudul Perbedaan Waktu Tanggap Tindakan Keperawatan Pasien Cedera Kepala Kategori I-V di Instalasi Gawat Darurat RSUD Dr Moewardi.

Di urutan ketiga adalah Indah Suci Widyahening dari Universitas Indonesia (UI) skor 7786 untuk tiga tahun dan 15.862 sepanjang tahun. Peneliti kesehatan masyarakat ini di antaranya terlibat dalam studi Trends in adult body-mass index in 200 countries from 1975 to 2014: a pooled analysis of 1698 population-based measurement studies with 19,2 juta participants.

Berturut di belakang ketiganya adalah Riyanarto Sarno, peneliti bidang informatika, dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) skor 6893, dan peneliti gizi Moesijanti Yudiarti Endang Soekarti dari Poltekkes Kemenkes Jakarta II skor 4906.

Kemudian dilanjutkan, Mauridhi Hery Purnomo dari bidang kecerdasan buatan di ITS skor 4853,5; I Gede Wenten dari Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung (ITB) skor 4670,5; Achmad Nizar Hidayanto dari Ilmu Komputer Universitas Indonesia skor 4659; Abdul Rohman dari bidang sistem rekayasa di Universitas Gadjah Mada (UGM) skor 4210; dan Evy Yunuhastuti dari bidang kedokteran UI skor 4181.

Urutan 11-20 berdasarkan SINTA 2020 diisi Tole Sutikno dari Universitas Ahmad Dahlan skor 4121; Achmad Munir dari ITB skor 4049; Asep Bayu Dani Nandiyanto dari Univeritas Pendidikan Indonesia (UPI) skor 4036; Mohammad Basyuni dari Universitas Sumatera Utara skor 3972; Muhammad Hilmy Alfaruqi dari Universitas Teknologi Sumbawa skor 3932; Rita Sita Sitorus dari UI skor 3833; Nusalam dari Universitas Ailangga skor 3807,5; Aceng Sambas dari Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya skor 3761,5; Arridina Susan Silitonga dari Politeknik Negeri Medan skor 3744; dan Sukono dari Universitas Padjadjaran (Unpad) skor 3741.

Bambang berpesan bagi peneliti yang belum masuk indeks SINTA 2020 agar bisa menguatkan riset di perguruan tinggi dan memperbanyak penelitian yang berkualitas. "Tidak hanya mengerjakan penelitian hibah tapi bisa melakukan hilirisasi dari hasil penelitiannya,” kata Bambang.

SINTA merupakan satu inovasi sistem informasi ilmu dan teknologi yang dikembangkan untuk mengukur kinerja individu, institusi, dan networking dari peneliti atau dosen yang melakukan studi. Program tersebut dibangun mulai 2016 dan hingga sekarang disebutkan telah mengelola 194.904 author atau peneliti terverifikasi, 4.607 jurnal, dan 34.677 buku. Selain itu 93.346 artikel, 69.796 conference paper, dan 5.266 book chapter.

Pelaksana Tugas Deputi Bidang Penguatan Riset dan Pengembangan Kemenristek M Dimyati menerangkan nilai yang diperoleh dari 500 para peneliti sudah melalui beberapa komponen penilaian. “Komponennya ada dari jumlah dokumen artikel jurnal di Scopus, dokumen non jurnal di Scopus, sitasi di Scopus, dan sitasi di Google Scholar,” katanya.