Amerika Serikat Vs China Merembet ke Kandang Perserikatan Bangsa-bangsa

by
https://awsimages.detik.net.id/community/media/visual/2019/05/11/1b6422ef-815e-42d8-9bc1-9cebb5f1f2f3_169.jpeg?w=700&q=90
Foto: Bendera China dan Amerika Serikat (Getty Images/AFP/STR)

New York -

Perseteruan panas antara Amerika Serikat (AS) dan China kini merembat hingga ke markas Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) di New York, AS. Bentrokan terjadi usai China menolak permintaan AS untuk menggelar rapat Dewan Keamanan PBB guna membahas rancangan undang-undang (RUU) keamanan nasional bagi Hong Kong.

Sebagaimana diketahui, hubungan panas antara AS dan China semakin meletup usai muncul tuduhan 'menutupi dan salah urus krisis wabah Corona' oleh China. Yang terbaru, kini AS mempermasalahkan RUU keamanan nasional bagi Hong Kong yang diusulkan China.

Presiden AS Donald Trump memperingatkan bahwa Hong Kong bisa kehilangan status sebagai pusat finansial global, jika RUU keamanan China yang mengekang Hong Kong diloloskan. Trump menyatakan AS akan memberikan respons 'sangat menarik' beberapa hari ini.

Seperti dilansir AFP, Rabu (27/5/2020), RUU keamanan China itu akan melarang pemisahan diri, subversi (upaya menjatuhkan kekuasaan), terorisme dan intervensi asing. RUU ini diajukan otoritas China setelah berlangsungnya unjuk rasa pro-demokrasi selama tujuh bulan di Hong Kong, tahun lalu.

Pemimpin eksekutif Hong Kong, Carrie Lam, menegaskan bahwa kebebasan mendasar akan tetap ada.

"Tapi sulit untuk melihat Hong Kong tetap menjadi pusat finansial jika China mengambil alih," ujar Sekretaris Pers Gedung Putih, Kayleigh McEnany, dalam press briefing sembari menyatakan bahwa peringatan ini datang langsung dari Trump.

"Dia (Trump) merasa tidak senang dengan upaya-upaya China," imbuh McEnany.

Isi dari RUU keamanan itu belum diungkapkan oleh parlemen China yang mengkajinya sejak pekan lalu. Diperkirakan RUU itu akan disetujui pada Kamis (28/5) waktu setempat dan para pengamat memperkirakan RUU ini akan diberlakukan mulai musim panas.

Namun salah satu poin yang memicu kekhawatiran adalah ketentuan yang memungkinkan agen keamanan China untuk beroperasi di Hong Kong. Hal ini dikhawatirkan bisa memicu bentrokan dengan pihak-pihak yang menyuarakan perlawanan terhadap China.

Seperti dilansir Reuters, Kamis (28/5/2020), misi AS untuk PBB dalam pernyataannya menyebut bahwa isu tersebut menjadi 'keprihatinan global yang mendesak yang berimplikasi pada perdamaian dan keamanan internasional' dan oleh karena itu, menuntut perhatian segera dari 15 anggota Dewan Keamanan PBB.

Dalam tanggapannya via Twitter, Duta Besar China untuk PBB, Zhang Jun, menegaskan bahwa China 'dengan tegas menolak permintaan tak berdasar' itu. China menilai RUU keamanan nasional untuk Hong Kong merupakan urusan internal.

"Tidak ada hubungannya dengan mandat Dewan Keamanan (PBB)," tegas Zhang.

Permintaan AS untuk menggelar rapat Dewan Keamanan PBB adalah untuk membahas isu Hong Kong itu. AS mempertanyakan transparansi China soal virus yang pertama muncul di Wuhan dan kini mendunia itu. China berulang kali menegaskan bahwa pihaknya sudah transparan soal virus Corona.

Dalam pernyataannya, otoritas AS menyebut bahwa penolakan China terhadap rapat Dewan Keamanan PBB membahas Hong Kong itu tak jauh berbeda dengan perilaku China dalam 'menutupi dan salah urus krisis COVID-19, juga pelanggaran terus-menerus terhadap komitmen HAM internasional dan perilaku melanggar hukum di Laut China Selatan, yang harusnya memperjelas kepada semua bahwa Beijing tidak bertindak sebagai negara anggota PBB yang bertanggung jawab'.

Zhang punya respons tersendiri terhadap tuduhan AS itu. "Fakta-fakta membuktikan berulang kali bahwa AS adalah pembuat masalah di dunia. AS-lah yang telah melanggar komitmen di bawah hukum internasional. China mendorong AS untuk segera menghentikan politik kekuasaan dan praktik-praktik intimidasi," ucapnya.

Para kritikus menilai RUU itu menjadi upaya langsung China untuk membatasi kebebasan Hong Kong, yang tertera dalam konstitusi kecil yang disepakati ketika kedaulatan Hong Kong dikembalikan ke China oleh Inggris tahun 1997. Namun, Kepala Eksekutif Hong Kong Carrie Lam membantah undang-undang itu akan membatasi hak-hak penduduk Hong Kong.

Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo, menuturkan kepada Kongres bahwa Hong Kong tidak lagi memenuhi syarat untuk menyandang status khusus di bawah aturan hukum AS karena China telah merusak otonomi Hong Kong. Tanpa status khusus itu, Hong Kong akan kehilangan gelar sebagai pusat finansial global.

(rdp/rdp)