https://awsimages.detik.net.id/visual/2020/05/26/a03df4a2-d83b-4efb-91dc-0c636609b409_169.jpeg?w=715&q=90
Foto: Jokowi bersama Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan usai meninjau stasiun MRT Bundaran Hotel Indonesia (Biro Pers Sekretariat Presiden/ Muchlis Jr)

Anies Curhat APBD DKI Jakarta Babak Belur Dihajar Covid-19

by

Jakarta, CNBC Indonesia - Pandemi corona (Covid-19) memporak porandakan ekonomi DKI Jakarta, termasuk APBD DKI Jakarta. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan pada Bulan Mei ini dampak ekonominya nampak sangat nyata.

"Semula ini adalah krisis kesehatan umum, kini sudah mulai terasa sebagai krisis ekonomi. Dan Jakarta adalah episentrum pertama dan di awal-awal, mayoritas kasus (positif) adalah di Jakarta," papar Anies dalam akun Youtube Pemprov DKI yang diunggah, Kamis, (28/05/2020).

Meski DKI Jakarta sudah menunjukkan tanda-tanda wabah mulai melandai, namun permasalaha belumlah selesai. Pembatasan sosial yang dilakukan selama ini berdampak pada tehentinya kegiatan keagamaan, kegiatan sosial, kegiatan budaya, dan juga kegiatan perekonomian.


Kegiatan pasar menjadi terganggu, perdagangan terganggu, dan perindustrian juga terganggu. Kegiatan keekonomian informal banyak yang terhenti dan Pemprov DKI Jakarta juga terkena dampak langsung.

Anies menjelaskan pendapatan pajak turun dari Rp 50,17 triliun menjadi Rp 22,5 triliun, tinggal 45%. Anggaran turun dari Rp 87,9 triliun menjadi Rp 47,2triliun, tinggal 53%. "Belum pernah di dalam sejarah Pemprov DKI Jakarta, kita mengalami penurunan pendapatan sebesar ini, yaitu lebih dari Rp 40 triliun," jelas Anies.

Konsekuensinya, keputusan relokasi anggaran harus diambil. Harus melakukan pengurangan anggaran di berbagai sektor belanja langsung, belanja tidak langsung. Semua mengalami pemangkasan dan pemangkasannya drastis. Di balik pemangkasan itu semua, program-program yang terkait dengan bantuan rakyat prasejahtera dipertahankan.

Anggaran sebesar Rp 4,8 triliun untuk rakyat prasejahtera tidak diubah. Biaya menangani bencana yang semula hanya Rp 188 miliar, sekarang menjadi Rp 5 triliun. Ini adalah untuk penanganan kesehatan, dampak sosial ekonomi, bantuan-bantuan sosial yang terkait dengan Covid-19.

"Tapi semua tenaga kerja yang mengabdi untuk Pemprov DKI Jakarta termasuk 120 ribu tenaga PJLP, kontraknya tidak dihentikan," tegas Anies.

Relokasi juga terjadi pada belanja pegawai. Anggaran belanja pegawai berkurang sebesar Rp 4,3 triliun, di mana Tunjangan Kinerja Daerah (TKD) ASN Pemprov DKI Jakarta besarannya 25 % direlokasi untuk mengamankan anggaran bansos, dan 25% berikutnya ditunda pemberiannya karena dialihkan untuk darurat penanganan Covid-19. Gaji ASN tidak berubah, tetap sama.

Menurutnya saat dalam pembahasan sempat ada usulan agar bansos seperti KJP lalu bantuan-bantuan lain itu dipangkas 50%. Tujuannya agar TKD bagi semua ASN bisa dipertahankan. Nilai pemotongan bansos itu kira-kira Rp 2 triliun, sama dengan 25% anggaran TKD.

"Tapi saya perlu tegaskan bahwa mereka yang prasejahtera itu, yang jumlahnya 1,2 juta orang, yang menerima bansos kita adalah orang-orang yang saat ini mengalami kesulitan ekonomi," kata Anies.

Pilihannya dalam pembahasan adalah uang rakyat sebesar Rp 2 triliun itu diterima oleh 63 ribu ASN atau diterima 1,2 juta rakyat prasejahtera di Jakarta. Sehingga diputuskan untuk rakyat prasejahtera di DKI Jakarta.

Anies menyebut tahun ini tidak ada lagi pembangunan baru, tidak ada lagi belanja modal kecuali terkait penanggulangan banjir, dan tidak ada belanja yang tidak prioritas. Pemangkasan dilakukan di semua sektor. Semua difokuskan pada penanganan Covid-19, dampak turunannya.

"Tugas kita adalah melindungi rakyat. Keselamatan rakyat adalah prioritas nomor satu. Dalam kondisi apapun, sikap kita harus jelas. Menomorsatukan rakyat daripada diri sendiri, apalagi dalam kondisi penuh cobaan seperti sekarang ini," jelasnya. (dob/dob)