https://cdn1.katadata.co.id/media/oldmedia/thumb/field/image/960_640_Krakatau-Steel-Katadata-Agung.jpg
Ilustrasi. Krakatau Steel akhirnya membukukan laba bersih pada kuartal I 2020 setelah merugi selama 8 tahun.Agung Samosir|KATADATA

Terimbas Corona, KRAS Masih Berharap Raup Untung Sepanjang 2020

Krakatau Steel berharap dapat meraup laba bersih pada sepanjang tahun ini meski terimbas kondisi pasar baja yang melemah akibat pandemi virus corona.

by

PT Krakatau Steel Tbk masih berharap dapat meraup laba bersih pada sepanjang tahun ini meski terimbas kondisi pasar baja yang melemah akibat pandemi virus corona. BUMN berkode emiten KRAS ini akhirnya berhasil mengantongi laba bersih pada kuartal I 2020 berkat efisiensi setelah merugi selama 8 tahun. 

 "Tahun ini kami masih berharap Krakatau Steel dapat membukukan laba seperti yang direncanakan usai selesainya restrukturisasi," ujar Direktur Utama Krakatau Steel Silmy Karim dalam siaran persnya, Jumat (29/5).

Pada 2019, Krakatau Steel masih membukukan kerugian mencapai US$ 503,65 juta. Adapun pada kuartal pertama tahun ini, perseroan berhasil membukukan laba bersih US$ 74,47 juta atau setara Rp 1 triliun dengan asumsi kurs Rp 14.500 per dolar AS. 

(Baca: Sewindu Merugi, Krakatau Steel Akhirnya Cetak Laba Rp 1 Triliun)

Meski untung pada tiga bulan pertama tahun ini, Silmy mengaku kondisi lebih berat menghantui perusahaan pada kuartal kedua tahun ini. Pasalnya, kondisi pasar baja saat ini melemah hingga 50 akibat pandemi corona.

"Melemahnya perekonomian nasional telah berdampak pada industri baja. Jika berlanjut terus menerus, maka diperkirakan akan berdampak pada kinerja di 2020," kata Silmy. 

Ia bahkan khawatir jika kondisi berlarut-larut dan pihaknya  tak melakukan langkah-langkah antisipasi, besar kemungkinan industri hilir dan industri pengguna akan menutup lini produksinya akibat utlisasi yang rendah. Padahal, industri baja merupakan induk industri dengan efek berganda yang luas. 

(Baca: Jokowi akan Lanjutkan Proyek Stategis Nasional meski Pandemi Corona)

Kondisi ini dinilai sangat berisiko lantaran industri baja memerlukan waktu untuk kembali memulai produksi. Ini dapat  menimbulkan celah masuknya produk impor dan kembali meningkatkan defisit neraca perdagangan nasional.

Ia pun berharap kondisi akan membaik pada kuartal III dan IV 2020. Dengan demikian, kekhawatiran tersebut tak perlu terjadi. 

Video Pilihan