Kemendikbud: Siapa Bilang Sekolah Mau Dibuka di Daerah yang Pandemi Tinggi?

by
https://awsimages.detik.net.id/community/media/visual/2016/02/06/213e4af2-25f2-4135-9708-83f37da5c4ed_169.jpg?w=700&q=90
Foto: Hamid Muhammad (ilustrasi oleh Zaki Alfarabi)

Jakarta -

Forum Aksi Guru Indonesia (FAGI) menilai kegiatan belajar mengajar (KBM) di sekolah belum siap dilaksanakan pada Juli mendatang dengan pertimbangan infrastruktur. Bagaimana tanggapan Kemendikbud?

"Siapa bilang sekolah mau dibuka di daerah yang pandeminya masih tinggi?" kata Plt Dirjen PAUD-Dikdasmen, Hamid Muhammad kepada wartawan, Kamis (28/5/2020). Hamid menjawab saat dimintai tanggapan soal pernyataan FAGI yang menilai KBM di sekolah belum siap dilaksanakan pada Juli mendatang.

Namun demikian, Hamid tidak menjawab saat dipertegas apakah Kemendikbud merencanakan untuk menggelar kembali KBM di sekolah pada Juni mendatang. Terkait KBM di sekolah saat pandemi virus Corona (COVID-19), dia meminta publik menunggu pengumuman dari Kemendikbud.

"Ditunggu saja pengumuman Mendikbud minggu depan tentang pembukaan sekolah ini," ujarnya.

Diberitakan sebelumnya, Forum Aksi Guru Indonesia (FAGI) menilai KBM di sekolah belum siap digelar pada Juli mendatang. Pertimbangannya, kesiapan infrastruktur dan tenaga pendidik yang harus jadi perhatian.

"Kalau mau dipaksakan Juli pada umumnya sekolah belum siap, kenapa belum siap? Karena persyaratannya yang diajukan tiap ruangan harus disemprot tiap hari dua kali dengan disinfektan, terus juga yang agak berat itu tentang jaga jarak. Biasanya satu bangku itu dua orang, sekarang satu bangku, satu siswa," kata Ketua FAGI Iwan Hermawan saat dihubungi, Kamis (28/5).

Alternatif lainnya, sekolah bisa membagi shift siswa menjadi pagi dan siang. Namun, hal itu tidak memungkinkan juga karena tenaga pendidik akan sangat terkuras habis. "Itu tidak memungkinkan karena gurunya jadi double kerja, paling selang-seling hari pertama, hari kedua," ujar Iwan.

Selain itu, agar penularan COVID-19 bisa diminimalisir, sekolah wajib memberikan pemeriksaan rapid test bagi siswa, tenaga pendidik, dan staf sekolah.

"Bila ada siswa atau guru yang reaktif atau ODP saja itu tidak boleh masuk, karena ada satu saja yang reaktif satu sekolah rentan menjadi satu klaster, itu yang paling berat, kita tidak bisa menyeleksi mana yang reaktif karena belum ada rapid," kata Iwan.

"Sekolah mau mengadakan rapid test juga mahal kan, apalagi kalau sampai dibebankan ke orang tua ini akan berat. Agak berat kalau di bulan Juli, kalau melihat kurva pandemik masih naik dan tidak bisa terjun payung dalam satu bulan," imbuhnya.

(fas/zak)