https://statik.tempo.co/data/2020/02/25/id_918042/918042_720.jpg
Gelandang Liverpool Georginio Wijnaldum, melakukan selebrasi bersama rekan setimnya usai membobol gawang West Ham United dalam pertandingan Liga Inggris di Anfield, Liverpool, 25 Februari 2020. REUTERS

Liga akan Dimulai Lagi, Mengingat Kembali Gegenpressing Liverpool

by

TEMPO.CO, Jakarta - Liverpool di bawah asuhan pelatih Jurgen Klopp berpeluang besar memenangi Liga Primer Inggris 2019-2020 dan mengakhiri penantian 30 tahun untuk menjuarai divisi tertinggi liga di negaranya.

The Merseyside menerapkan gaya permainan yang diterapkan Klopp sejak menangani Mainz dan Borussia Dortmund di Bundesliga Jerman, dengan filosofinya yang terkenal: Gegenpressing.

Susunan permainan menyerang Klopp bertumpu pada formasi 4-3-3, dengan seorang gelandang bertahan seperti Fabinho atau James Milner bertugas melindungi lini belakang ketika para pemain bek ikut naik buat mendukung serangan.

Formasinya bisa 4-3-3. Roberto Firmino sebenarnya bukan seorang penyerang murni. Ia sering membuka ruang dan memberi umpan kepada rekannya untuk mencetak gol, meski punya kemampuan untuk jadi eksekutor.

Firmino ditemani Sadio Mane dan Mohamed Salah sebagai trio di lini depan yang siap memberi hukuman kepada bek lawan yang melakukan kesalahan sekecil apapun, dengan aksi individu untuk menerobos jantung pertahanan lawan.

Di lini belakang, Liverpool merekrut Virgil van Dijk dari Southmpton sebagai bek tengah yang membuat lini pertahanan Reds bisa lebih baik dan melakukan tekanan lebih efektif, didampingi dua bek sayap, Andrew Robertson dan Trent Arnold-Alexander. Adapun Dejan Lovren dan beberapa pemain lain menjadi stok pendamping Van Djik sebagai bek tengah.

Bergabungnya kiper asal Brasil, Alisson, semakin memberi rasa aman buat Virgil van Dijk dan kawan-kawan ketika mereka menerapkan strategi pertahanan agresif atau high pressing, karena Alisson diharapkan tidak melalukan kesalahan fatal dalam mengamankan daerah di dalam kotak penalti.

Kehendak melakukan permainan tekanan tinggi atau high-pressing game membuat Liverpool membutuhkan para pemain gelandang dengan stamina di atas rata-rata, karena mereka harus terus bergerak untuk memotong pergerakan lawan bersama bola, dengan melakukan tackle, atau mendukung serangan, dengan umpan-umpan pendek.

Untuk itu ada Jordan Henderson, Gini Wijnaldum, James Milner, Naby Keita, dan Alex Oxlade-Chamberlain yang berkualitas istimewa sebagai pemain gelandang.

Filosofi Klopp pada Gegenpressing adalah membutuhkan para pemain dengan kemampuan bertahan untuk secepatnya melalukan tekanan atau pressing kepada lawan begitu kehilangan bola. Lakukan tekanan kepada setiap pemain lawan tak lebih dari 7 detik setelah kehilangan bola.

Begitu mendapatkan kembali bola, Liverpool dalam skema permainan Jurgen Klopp membutuhkan serangan balik kilat, melalui kecepatan, kreativitas di sayap, kemampuan mengalirkan bola yang prima di antara para gelandangnya.

Sayap begitu penting bagi Liverpool di bawah penanganan Jurgen Klopp. Itu sebabnya pergerakan overlapping bek kiri Andrew Robertson dan bek kanan Trent Alexander-Arnold menjadi vital.