7 Emiten Bakal Diusir dari Bursa, Anda Punya Sahamnya?
by tahir saleh, CNBC IndonesiaJakarta, CNBC Indonesia - Bursa Efek Indonesia (BEI) mulai menyoroti beberapa perusahaan tercatat (emiten) yang dinilai berpotensi terdepak (delisting) dari papan bursa seiring dengan lamanya periode suspensi atau penghentian sementara sahamnya lebih dari 12 bulan. BEI sudah menegaskan ultimatumnya kepada emiten-emiten tersebut.
Beberapa kriteria yang dipertimbangkan untuk melakukan delisting paksa di antaranya belum terpenuhinya syarat kepemilikan publik (refloat) dan kondisi keuangan perusahaan yang belum membaik.
Berikut beberapa emiten yang terancam delisting yang dirangkum dari keterbukaan informasi BEI:
1. PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL)
Saham Bakrie Telecom berpotensi terdepak dari papan perdagangan Bursa seiring dengan saham perseroan telekomunikasi Grup Bakrie ini yang telah disuspensi atau dihentikan sementara selama 12 bulan. Masa suspensi akan mencapai 24 bulan pada 27 Mei 2021.
"Bursa meminta kepada publik untuk memperhatikan dan mencermati segala bentuk informasi yang disampaikan oleh emiten terkait," tulis pengumuman BEI, dikutip Jumat (29/5/2020).
Saham BTEL terakhir diperdagangkan di level Rp 50/saham dengan kapitalisasi pasar Rp 1,84 triliun. Mengacu laporan keuangan BTEL September 2019, disebutkan BTEL yang dulu terkenal sebagai operator Esia ini tercatat di BEI pertama kali pada 3 Februari 2006 melalui Penawaran Umum Perdana Saham (initial public offering/IPO) Seri B sebanyak 5.500.000.000 saham.
BEI menyatakan bahwa Bursa dapat menghapus saham perusahaan tercatat apabila si emiten mengalami kondisi, atau peristiwa, yang secara signifikan berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha emiten tersebut, baik secara finansial atau secara hukum, atau terhadap kelangsungan status emiten sebagai perusahaan terbuka, dan tidak dapat menunjukkan indikasi pemulihan yang memadai.
BEI juga bisa menghapus saham emiten yang terkena suspensi di Pasar Reguler dan Pasar Tunai dan hanya diperdagangkan di Pasar Negosiasi sekurang-kurangnya selama 24 bulan terakhir.
Mengacu laporan keuangan September 2019, pendapatan usaha neto BTEL hanya mencapai Rp 2,62 miliar, turun dari September 2018 yakni Rp 2,85 miliar, Pendapatan ini diperoleh dari pendapatan jasa telekomunikasi yang mencapai Rp 5,92 miliar dari sebelumnya Rp 6,51 miliar, tapi dengan beban pokok mencapai Rp 3,29 miliar dari sebelumnya Rp 3,67 miliar.
BTEL yang komisaris utamanya Anindya Novyan Bakrie ini masih menderita rugi bersih Rp 302,53 miliar, berkurang dari rugi September 2018 yakni sebesar Rp 823,11 miliar. Pada 30 September 2019 dan 31 Desember 2018, jumlah karyawan Kelompok Usaha BTEL masing-masing adalah 110 dan 6 karyawan.
2. PT Kertas Basuki Rachmat Tbk (KBRI)
BEI mengingatkan saham produsen emiten kertas, Kertas Basuki Rachmat, berpotensi didepak dari papan perdagangan di bursa secara paksa (force delisting) seiring dengan kondisi perusahaan yang telah memenuhi kriteria delisting.
Kepala Divisi Penilaian Perusahaan 1 BEI Adi Pratomo Aryanto dan Kepala Divisi Pengaturan dan Operasional Perdagangan Irvan Susandy mengatakan, sebelumnya melalui Pengumuman Bursa No: Peng-SPT-00008/BEI.PP1 telah menghentikan sementara perdagangan saham perseroan pada 23 April 2019.
BEI mengingatkan, perseroan dapat dihapuskan pencatatan sahamnya dari bursa bila mengalami kondisi yang secara signifikan berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha perusahaan tercatat sesuai dengan ketentuan III.3.1.1.
Selain itu, BEI akan otomatis mendepak perusahaan dari bursa bila disuspensi (dihentikan sementara perdagangan sahamnya) selama 24 bulan.
"Sehubungan dengan hal tersebut, maka perseroan telah disuspensi selama 12 bulan dan masa suspensi akan mencapai 24 bulan pada 23 April 2021," tulis pengumuman bursa.
Saat ini komposisi kepemilikan saham perseroan sebanyak 34% digenggam Suisse Chater investment Ltd. Wyoming International memiliki porsi kepemilikan 30,4%, Quest Coporation 10,2% dan saham publik sebesar 25%.
"Bursa meminta kepada publik untuk memperhatikan dan mencermati segala bentuk informasi yang disampaikan oleh perseroan," kata pengumuman bursa lebih lanjut.
3. PT Nipress Tbk (NIPS)
Saham emiten produsen aki kendaraan bermotor, Nipress, berpotensi dihapuskan pencatatannya di BEI. Informasi ini disampaikan Kepala Divisi Penilaian Perusahaan 3 Goklas Tambunan dan Kepala Divisi Pengaturan dan Perdagangan, Irvan Susandy, dalam surat pada 13 Maret 2020.
Pertimbangan potensi delisting ini mengacu pada pengumuman BEI No.: Peng-SPT-00008/BEI.PP3/07-2019 tanggal 1 Juli 2019 perihal Penyampaian Laporan Keuangan Auditan yang berakhir 31 Desember 2018 dan Peraturan Bursa Nomor I-I tentang Penghapusan Pencatatan dan Pencatatan Kembali Saham di Bursa.
Dalam surat itu, disebutkan, perseroan mengalami kondisi atau peristiwa yang secara signifikan berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha perusahaan tercatat, baik secara finansial atau secara hukum terhadap kelangsungan status perusahaan tercatat sebagai perusahaan terbuka.
Tidak hanya itu saja, BEI akan menghapuskan pencatatan saham emiten bila perusahaan tercatat disuspensi di pasar reguler dan pasar tunai setidaknya dalam 24 bulan. "Sehubungan dengan hal tersebut, maka saham Perseroan telah disuspensi selama 8 bulan dan masa suspensi akan mencapai 24 bulan pada 1 Juli 2021," tulis BEI.