https://statik.tempo.co/data/2020/01/27/id_909528/909528_720.jpg
Petugas Karantina Kesehatan mengamati layar monitor alat pendeteksi suhu badan saat memeriksa sejumlah wisatawan asal Cina yang baru mendarat di bandara DEO Kota Sorong, Papua Barat, Ahad, 26 Januari 2020. Otoritas Bandara dan Karantina kesehatan melakukan antisipasi penyebaran virus Corona (nCoV) terhadap WNA asal Cina dengan menyiapkan alat pendeteksi suhu badan. ANTARA/Olha Mulalinda

Puluhan Tahanan Polda Papua Positif Corona , Siapa Peduli?

by

TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Biro Politik ULMWP (United Liberation Movement for West Papua), Bazoka Logo mengungkapkan puluhan tahanan Polda Papua di Jayapura bercampur baur antara tahanan yang positif terinfeksi virus corona dengan yang tidak. Bahkan tahanan yang sempat dirawat di rumah sakit dan dinyatakan sembuh dari virus corona kembali dibawa ke rutan bergabung dengan tahanan lainnya.

"Hasil tes darah dan tes swap, saya dinyatakan positif corona tapi saya tidak dikarantina, saya di sini bersama sekitar 90 tahanan," kata Bazoka kepada Tempo pagi ini, 29 Mei 2020.

Menurut Bazoka, pemeriksaan kesehatan wabah corona terhadap para tahanan di rutan Polda Papua sudah dilakukan sebanyak 3 kali. Hanya saja Bazoka mempertanyakan keseriusan penanganan terhadap para tahanan dan validitas hasil pemeriksaan.

Bazoka, terpidana satu tahun penjara dalam perkara unjuk rasa di Papua tahun lalu, belum dipindahkan ke lembaga pemasyarakatan. Dia tidak mengetahui alasannya.

"Saya di rutan sejak Agustus 2019 hingga saat ini," ujarnya.

Dia kemudian menjelaskan awal dari keresahan para penghuni rutan Polda Papua terjadi pada 10 April 2020 ketika ada satu tahanan jatuh sakit. Penyidik lalu membawanya ke rumah sakit. Sekitar dua hari dirawat di rumah sakit, ia kemudian dikembalikan ke rutan Polda Papua.

Penyidik memberi pesan kepada petugas rutan bahwa tahanan ini harus dikarantina karena terkena penyakit tuberkulosis. Namun, petugas rutan mengabaikan pesan dokter yang disampaikan penyidik.

Sementara ruang tahanan sudah melebihi kapasitas. Sel tempat Bazoka ditahan berisi 5 kamar masing-masing berukuran 1,5 meter x 3 meter. Mereka berdesakan di dalam sel tanpa sinar matahari.

Pada 10 Mei, seorang tahanan meninggal karena sesak napas. Setelah itu dua tahanan diperiksa karena diduga terinfeksi virus corona. Kedua tahanan diisolasi.

Setelah itu, kata Bazoka, polisi melakukan tes kesehatan terhadap 90 orang penghuni rutan Polda Papua.

"Hasilnya, 41 orang dilaporkan positif terinfeksi corona. Mereka kemudian dibawa ke 3 rumah sakit, rumah sakit Bhayangkara, Rumah sakit Angkatan Laut di Hamadi, dan Rumah Sakit Aryoko milik TNI," ujar Bazoka.

Pemeriksaan tes corona kedua pada 16 Mei dilakukan terhadap 18 tahanan termasuk Bazoka. Hasil pemeriksaan yang disampaikan pada 22 Mei menyebutkan 18 pasien dinyatakan positif terinfeksi corona.

Kemudian mereka diberi obat. "Saya tanya kenapa kami tidak dibawa ke rumah sakit, Mereka jawab 'Makan obat saja dulu'," ujar Bazoka.

Sejak itu sampai laporan ini diturunkan tidak ada lagi pemeriksaan dokter terhadap para tahanan.

"Saya tidak dikarantina. Saya dibiarkan saja bersama 18 tahanan lainnya," ujarnya.

Meski hasil tes menyatakan Bazoka terjangkit corona, namun sudah lebih dari seminggu dia mengaku tidak merasakan gejala sakit corona. "Hasil pemeriksaan tidak saya percaya saya terjangkit corona."

Bazoka melanjutkan, 8 tahanan yang menjalani pemeriksaan pertama dan dirawat di rumah sakit kemudian dibawa kembali ke rutan Polda Papua.

Inilah puncak dari keresahan para tahanan di rutan Polda Papua.

Seorang dari 8 tahanan yang dikembalikan ke rutan Polda Papua itu bernama Gabriel Yakobus, 27 tahun. Dia menuturkan setelah menjalani pemeriksaan dan dirawat 5 hari di rumah sakit, dokter mengatakan bahwa mereka sudah pulih.

"Kami pikir kami mau pulang ke rumah tapi kami dibawa kembali ke rutan bergabung dengan tahanan rutan Polda di sel yang terindikasi corona," kata Gabriel, tahanan kasus narkoba kepada Tempo pagi ini.

Bazoka mengaku kesal karena para tahanan Polda Papua diperlakukan tidak sesuai dengan standar penanganan orang terindikasi maupun yang positif virus corona. "Di sini kami kebingungan."