Legislator Ini Kritisi PP Program Pemulihan Ekonomi Nasional
by Rofiq HidayatTerjadi dikotomi antara Bank Peserta dan Bank Pelaksana. Bila terjadi gagal sistemik, bank peserta dan pelaksana yang berpotensi menanggung resiko ekonomi dan hukum. Peran KSSK pun dipertanyakan karena seolah enggan menangani urusan likuiditas perbankan dengan ditunjuknya bank jangkar.
Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah No.23 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional dalam Rangka Mendukung Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dan/atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan Serta Penyelamatan Ekonomi Nasional.
Beleid itu merupakan aturan turunan dari Perppu No.1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 yang sudah menjadi UU No. 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Perppu No. 1 Tahun 2020. PP 23/2020 yang diteken Presiden Jokowi pada 9 Mei 2020 ini menjadi instrumen pemerintah dalam mengatasi dampak ekonomi akibat pandemi Covid-19. Namun, bagi sejumlah anggota DPR, Pemerintah seharusnya membatalkan PP 23/2020 ini.
“Karena mudharat-nya lebih besar daripada manfaatnya, sebaiknya PP 23/2020 dibatalkan,” ujar anggota Komisi XI DPR Heri Gunawan, Selasa (26/5/2020). (Baca Juga: Perppu Covid-19 Jadi UU, Pemohon Ajukan Permohonan Baru)
Heri menilai PP 23/2020 ini memunculkan dikotomi antara Bank Peserta dengan Bank Pelaksana termasuk sejumlah bank yang terhimpun dalam Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) sebagaimana diatur Pasal 10 dan Pasal 11. Untuk diketahui, Bank Peserta yakni Bank Jangkar merupakan 15 bank beraset terbesar yang bakal menerima penempatan dana pemerintah.
Mekanisme penempatan dana diatur dalam Pasal 10 ayat (1) menyebutkan, “Dalam rangka pelaksanaan Program pemulihan ekonommi nasional (PEN), Pemerintah dapat melakukan Penempatan Dana yang ditujukan untuk memberikan dukungan likuiditas kepada perbankan yang melakukan restrukturisasi kredit/pembiayaan dan/atau memberikan tambahan kredit/pembiayaan modal kerja”. Ayat (2)-nya menyebutkan, “Penempatan Dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan kepada Bank Peserta”.
Sedangkan ayat (3) menyebutkan, “Bank Peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memiliki kriteria sebagai berikut: a. merupakan bank umum yang berbadan hukum Indonesia, beroperasi di wilayah Indonesia, dan paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) saham dimiliki oleh Warga Negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia: b. merupakan bank kategori sehat berdasarkan penilaian tingkat kesehatan bank oleh OJK: dan c. termasuk dalam kategori 15 (lima belas) bank beraset terbesar”.
Pemerintah mengucurkan dana kepada bank peserta/bank jangkar. Kemudian bank jangkar meneruskan dengan menyalurkan ke bank pelaksana. Selanjutnya bank pelaksana memberikan restrukturisasi, pembiayaan dan/atau memberikan tambahan kredit kepada usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah dan koperasi. Sementara antara Bank Peserta dan Bank Pelaksana diatur perjanjian antar kedua belah pihak. Dia khawatir bila terjadi gagal sistemik justru bank-bank tersebut bakal menanggung resiko secara ekonomi ataupun hukum.