Pemerintah Bantah PHK Massal Pabrik Sepatu Bukan Gegara Covid
by Ferry Sandi , CNBC IndonesiaJakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah menyangkal PHK massal yang menimpa industri sepatu bukan karena dampak pandemi covid-19.
Direktur Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Kemenaker, John Daniel Saragih menyebut gelombang PHK di sejumlah pabrik sepatu dalam beberapa waktu ke belakang bukan hanya akibat Covid-19. Beberapa pabrik sepatu yang buyernya dari produsen sepatu kenamaan dunia, seperti Adidas dan Nike memang sedang dilanda PHK massal pekerjanya.
"Memang kasus pabrik PT Shyang Yao Fung di Kota Tangerang ada 2.000an kasus PHK. Itu PHK memang bukan karena Covid-19. Sesuai informasi yang kami terima memang efisiensi," katanya kepada CNBC Indonesia, Rabu (27/5).
Selain PT Shyang Yao Fung di Kota Tangerang, yakni buyer Adidas, ada juga PT Victory Chingluh buyer Nike di Pasar Kemis Kabupaten Tangerang yang melakukan PHK massal 5.000 pekerja.
John menilai sebetulnya kejadian PHK bisa dicegah. Asal, perusahaan bisa melakukan efisiensi dengan manajemen yang baik.
"Kalau dunia tenaga kerjaan sebetulnya bisa dicegah PHK, kalau di Surat Edaran kita nomor 97 tahun 2004, bisa kurangi upah dan fasilitas kerja tingkat Manajer dan Direktur, kurangi shift kerja, batasi dan menghapuskan kerja lembur, kurangi jam dan hari kerja serta merumahkan pekerja," katanya.
Pengangguran Tambah Banyak
Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker) memperkirakan angka pengangguran akibat pandemi Covid-19 kian bertambah banyak. Jumlahnya mencapai jutaan hingga saat ini, dari sektor formal maupun non formal.
"Kalau pasti real, angka pengangguran kita pasti nambah 2,92 juta sampai 5,23 juta. Angkanya cukup besar. Angka pengangguran, ditambah angka PHK-PHK (pemutusan hubungan kerja) itu," kata John.
Besarnya angka pengangguran tersebut disumbang oleh beberapa jenis faktor. Jika dirinci, maka pekerja formal dengan status dirumahkan paling terkena dampak, yakni sebanyak 1.046.306 pekerja. Kemudian pekerja formal di-PHK sebanyak 378.096 orang dan pekerja informal terdampak sekitar 318 ribu orang.
Angka tersebut baru berasal dari yang sudah didata. Sementara yang masih belum didata ada hampir satu juta lainnya. Termasuk potensi perusahaan yang tidak ikut melaporkan kejadian PHK dan merumahkan karyawan. Dari segi penyebaran provinsi, DKI Jakarta paling banyak dengan 318.338 pekerja. Ini sudah digabung antara PHK dan dirumahkan
"Setelah DKI Jakarta, ada Jawa Barat, Jawa Tengah, Riau, Jawa Timur dan provinsi lain," sebut John.
Sementara dari segi kelompoknya, Ia menerangkan usaha mikro kecil dan menengah paling terkena dampak. Kemudian ada manufaktur seperti tekstil dan pakaian. Namun, yang paling mencuri perhatian adalah pariwisata dan usaha turunannya.
"Sebagai contoh di Sulawesi Utara, Manado ada perusahaan multi travel mempekerjakan seribu orang. Mereka sudah MoU dengan perusahaan-perusahaan di 8 Provinsi di China, jika situasi memungkinkan, turis sana ada kontrak akan pergi ke Manado untuk berlibur, tapi situasi ini mengharuskan dibatalkan," sebutnya.
(hoi/hoi)