Pemerintah Buat RUU Lagu Kebangsaan, Hong Kong Demo Lagi
by Rehia Sebayang, CNBC IndonesiaJakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah Hong Kong mendorong peresmian Rancangan Undang-Undang (RUU) kontroversial yang akan memungkinkan mereka menjatuhkan hukuman bagi orang yang menghina atau menyalahgunakan lagu kebangsaan China.
Pembacaan kedua RUU itu telah diadakan di legislatif pada hari Rabu ini (27/5/2020). Hal itu telah memicu demo di luar gedung legislatif.
Lalu, apa sebenarnya isi dari RUU itu?
Menurut Reuters, RUU Lagu Kebangsaan Hong Kong itu, apabila disahkan oleh legislatif maka akan mengatur penggunaan dan permainan lagu kebangsaan China.
Ketentuan itu termasuk untuk menjatuhkan hukuman pada mereka yang menghina lagu kebangsaan dengan hukuman penjara tiga tahun dan / atau denda hingga HK$ 50.000 (US$ 6.450 atau sekitar RP 97 juta).
RUU tersebut menyatakan bahwa semua individu dan organisasi harus menghormati dan menghargai lagu kebangsaan dan memainkannya dan menyanyikannya pada kesempatan yang tepat. RUU itu juga memerintahkan agar siswa sekolah dasar dan menengah diajari menyanyikan lagu kebangsaan, juga sejarah dan etiketnya.
Apa sebab yang membuat RUU itu kontroversial?
Sebagaimana diketahui, pada tahun lalu Hong Kong telah dilanda demo anti pemerintah besar-besaran. Banyak yang menuntut agar kota yang masih jadi bagian dari China itu tidak mempererat hubungan dengan China hingga menuntut untuk memerdekakan diri.
Dalam berbagai kesempatan, lagu kebangsaan China sendiri telah banyak dicemooh di Hong Kong sebagai bentuk rasa tidak suka warga.
Kehadiran RUU baru ini tidak ada bedanya. Para pendemo dan politisi pro-demokrasi memandang RUU itu sebagai tanda terbaru dari upaya interferensi China di bekas koloni Inggris itu.
Inggris telah menyerahkan Hong Kong kembali ke pemerintahan China pada tahun 1997 dengan jaminan bahwa kebebasan inti dan cara hidup kota itu akan dilindungi di bawah aturan "satu negara, dua sistem". China sebelumnya telah setuju untuk menghormati aturan itu.
Di bawah aturan itu Hong Kong memiliki kebebasan berbicara, pers, asosiasi dan demonstrasi. Hal-hal demikian tidak dimiliki warga China. Kehadiran RUU lagu kebangsaan serta RUU Ekstradisi yang telah memicu demo berkepanjangan tahun lalu, telah membuat kebebasan-kebebasan itu dianggap terancam oleh para pendukung pro-demokrasi.
Bahkan beberapa pengacara senior mengakui RUU ini sangat tidak biasa karena sebagian mencerminkan aspirasi ideologis Partai Komunis China.
"Ini adalah hukum Hong Kong pertama yang saya lihat yang sepertinya ditulis di Beijing," kata seorang hakim senior kepada Reuters baru-baru ini. "Akan menjadi mimpi buruk untuk ditegakkan."
Sementara Asosiasi Pengacara Hong Kong mengakui perlunya undang-undang tersebut, mereka juga mengatakan sebagian dari RUU itu "menyimpang dari tradisi yang baik" dari sistem hukum umum Hong Kong.
Mereka juga menyebut ada perbedaan mendasar antara sistem itu dan "sistem hukum sosialis China daratan yang akan mencakup ideologi politik dan pedoman konseptual".
Namun demikian pemerintah Hong Kong membela RUU itu. Mereka menyebut RUU ini mencerminkan sistem dan situasi hukum Hong Kong itu sendiri.
"Semangat utama dari ... RUU ini adalah 'rasa hormat', yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan 'membatasi kebebasan berbicara' seperti yang diklaim oleh anggota masyarakat tertentu dan jelas bukan yang disebut 'hukum kejahatan'," kata seorang juru bicara awal tahun ini.
Pemerintah, di bawah tekanan dari China, juga mengatakan rancangan undang-undang tersebut sekarang menjadi prioritas untuk disahkan menjadi undang-undang sebelum sesi legislatif empat tahun berakhir pada bulan Juli.
Pembacaan ketiga RUU itu diperkirakan akan dilakukan setelahnya dan pemungutan suara untuk mengesahkan RUU kemungkinan akan diadakan awal bulan depan.
(res/res)