Dilema Sidang Pidana Secara Online Saat Pandemi
by Aida MardatillahKarena praktiknya masih menemui kendala/hambatan, disebabkan belum ada regulasi yang mengaturnya. Di sisi lain, sidang pidana secara elektronik dibutuhkan saat pandemi Covid-19.
Meningkatnya penyebaran pandemi Coronavirus Disease (Covid-19) mendorong sejumlah lembaga penegak hukum bersepakat menggelar sidang secara online untuk perkara pidana. Awanya, melalui SEMA No. 1 Tahun 2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Selama Masa Pencegahan Penyebaran Covid-19 di Lingkungan MA dan Badan Peradilan di Bawahnya tertanggal 23 Maret 2020, persidangan perkara pidana tetap dilaksanakan khusus terhadap perkara-perkara yang terdakwanya sedang ditahan dan penahanannya tidak dapat diperpanjang lagi selama masa pencegahan Covid-19.
Atau persidangan perkara pidana, pidana militer, jinayat terhadap terdakwa yang secara hukum penahanannya masih beralasan untuk dapat diperpanjang, ditunda sampai berakhirnya masa pencegahan penyebaran Covid-19 di lingkungan MA dan Badan Peradilan di bawahnya. Namun, MA, Kejaksaan, Kepolisian, dan Ditjen Pemasyarakatan sepakat menandatangani Nota Kesepahaman tentang Pelaksanaan Sidang Perkara Pidana melalui Konferensi Video dalam Rangka Pencegahan Covid-19 pada 13 April 2020.
“Sidang perkara pidana saat masa pandemi ini juga dituntut dilakukan secara elektronik. Tapi, praktiknya menimbulkan masalah atau kendala karena belum ada regulasi yang mengaturnya,” ujar Konsultan Reformasi Peradilan Archipel Prime Advisory Yunani Abiyoso dalam Diskusi bertajuk “Litigasi Elektronik di Masa Pandemi dan Pasca Pandemi, Rabu (20/5/2020) lalu. (Baca Juga: MA: Sidang Perkara Pidana Tetap Digelar atau Ditunda, Ini Syaratnya!)
Yunani mengakui persidangan elektronik bukan barang baru di Indonesia. Melalui kebijakan e-Court dan e-Litigation, pengadilan sudah menerapkan sidang elekronik sebelum masa pandemi Covid-19. Hanya saja, persidangan elektronik ini hanya berlaku pada perkara perdata, perdata agama, TUN. Sedangkan perkara pidana belum ada aturannya. “Praktik sidang pidana online di pengadilan terlihat gagap. Ini menjadi kesulitan bagi korban atau pelaku saat bersidang di pengadilan,” kata dia.
Ia menceritakan ada seorang ayah yang tidak terima anaknya di sidang pidana secara online karena sang ayah tidak bisa menemani dan mendampingi anaknya ketika sidang elektronik di pengadilan. “Jika diharuskan sidang langsung menjadi kewenangan Majelis dan ada pembatasan jumlah pengunjung di ruang sidang. Dalam praktiknya juga ada penundaan sidang jika tidak memungkinkan persidangan sesuai SEMA 1/2020,” kata Yunan.
Persoalan lain dalam sidang perkara pidana di masa pandemi: kurangnya pemenuhan hak-hak para pihak; proses persidangan terhambat; adanya kekhawatiran penularan Covid-19 di pengadilan; mekanismenya terpaksa berubah; ada penetapan kebijakan darurat. “Memang sudah ada MoU dengan kejaksaan dan Ditjen Pemasyarakatan terkait video conference untuk perkara pidana, terutama untuk pemeriksaaan saksi. Namun, ada hambatan ketersediaan perangkat elektronik, posisi terdakwa, keberadaan pihak lain,” lanjutnya.
Belum lagi, masih banyak masyarakat yang belum bisa menggunakan teknologi informasi meski mereka sudah menggunakan telepon android dan ketersediaan jaringan internet di daerah tertentu ketika ingin melakukan persidangan elektronik. “Butuh waktu untuk dapat menggunakan persidangan elektronik dalam perkara pidana.”