Dokter Tirta Satu Suara Sama Jokowi Soal New Normal: Adaptasi
by Yuni Astutik , CNBC IndonesiaJakarta, CNBC Indonesia - Relawan medis dan non medis hingga kini masih terus berjuang melawan corona virus yang telah menginfeksi jutaan orang di dunia, termasuk di Indonesia. Bagaimana kesiapan medis hadapi new normal yang digadang-gadang pemerintah?
Salah satu relawan medis sekaligus influencer, dr. Tirta Mandira Hudhi mengisahkan bagaimana dokter serta perawat dan relawan lainnya bahu membahu hingga tak bisa kembali ke rumah untuk sementara waktu.
"Tenaga kesehatan (nakes) itu tak bisa pulang. Saya 4 bulan tak bisa pulang," katanya saat video conference di Graha BNPB, Jakarta, Rabu (27/5/2020).
Dia mengatakan, sudah empat bulan Indonesia melawan Covid-19. Untuk itu dia berpesan, saatnya semua bangkit, melupakan argumen dan mengikuti apa yang menjadi instruksi Pemerintah.
Apalagi, lanjutnya, saat ini semua penduduk dunia dihadapkan dengan new normal yaitu adaptasi gaya baru. Menurutnya hal ini mutlak dilakukan mengingat Covid-19 tak bisa hilang total.
"Hanya bisa dikontrol. Covid-19 itu tak bisa hilang, layaknya TB, malaria, HIV, dia bisa dikontrol titik minimal. Untuk memutus rantai, butuh adaptasi baru," ujarnya lagi.
Dia juga menjelaskan apa yang dimaksud oleh Presiden Joko Widodo terkait dengan menerima kondisi saat ini dan bersiap menghadapi new normal.
"Presiden bilang, menerima bukannya salaman, tapi mengontrol. Dengan adaptasi baru. Misalnya restoran buka, setiap meja, dikasih celah, plastik," tegasnya.
Ia juga menekankan untuk new normal, yang penting adalah menjalankan protokol yang harus dilakukan. "Jangan nongkrong tidak jelas, nakes itu 4 bulan tak bisa pulang. Tenaga kesehatan tidak pernah membodoh-bodohkan masyarakat, selalu nolong pasien sumpahnya. Uangnya belakangan, ini semua bisa sukses kalau semua ikuti protokol."
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Sekretaris Tim Koordinator Relawan, Fitriyah Nurzakiyah. Dia mengatakan bagaimana dirinya bersama relawan lain berjibaku hingga jauh dari keluarga untuk sementara waktu.
"Lebaran ini, sedih banget. Aku yang biasanya sama teman-teman, pas lebaran nggak pulang, rumahku di Malang," katanya.
Namun karena panggilan hati, rasa takut ditepisnya. Bahkan dia sempat meyakinkan diri terkait keputusannya menjadi relawan.
"Awalnya takut banget, waktu terjun saya sempet nanya, harus nggak sih? yakin? masuk ke zone marah. Tapi kan gimana ya, kalau dibilang demi kemanusiaan dan keluarga," pungkasnya.
(gus)