https://beritajatim.com/wp-content/uploads/2020/04/pembatasan-sosial-berskala-besar-psbb.jpg
PSBB: Foto Ilustrasi

Ketua Fraksi Golkar Kritik PSBB Surabaya Jilid III

by

Surabaya (beritajatim.com) – Perpanjangan pemberlakuan Pembatasan Sosial Berksala Besar (PSBB) di Kota Surabaya kembali menimbulkan kritik. Kali ini, hal itu datang dari Ketua Fraksi Golkar di DPRD Surabaya, Arif Fathoni. Menurutnya, perpanjangan PSBB atau PSBB jilid III seharusnya tidak perlu terjadi.

“Bahwa tujuan dari penerapan PSBB adalah mendisiplinkan masyarakat agar sebaran Covid bisa dilokalisir, tapi jika melihat penerapan PSBB jilid 1 dan 2 Pemkot terkesan setengah hati, karena sinergitas antara Pemkot dengan Pemprov tidak berjalan dengan baik, dalam PSBB jilid 2 malah begitu longgar, sehingga kita hanya menderita kerugian ekonomi. Tapi tujuan PSBB tidak tercapai,” katanya, Rabu (27/5/2020).

“Mestinya tidak perlu di terapkan PSBB jilid 3, namun pemerintah membuat skema lain yakni mengatur interaksi sosial masyarakat dengan protokol kesehatan yang ketat, menyediakan masker dan hand sanitazer, memberikan edukasi kepada masyakarat secara terus menerus sehingga tercipta kesadaran personal dengan tujuan tercipta kesadaran kolektif,” tambah Toni, sapaan akrabnya.

Tidak relevannya perpanjangan PSBB, menurut Toni salah satunya adalah ketidakdisiplinan masyarakat yang belum juga muncul selama pemberlakuan PSBB. “Kalau PSBB jilid 1 dan 2 setidaknya mampu sedikit mendisiplinkan masyarakat maka silahkan PSBB diperpanjang, tapi karena jilid 1 dan 2 gagal total, maka perpanjangan PSBB menjadi tidak relevan,” cetusnya.

“Masyarakat hanya akan kembali menderita kerugian ekonominya. Sudah 24 hari pelaku ekonomi dalam skala kecil dan besar sdh memahami penerapan PSBB jilid 1 dan 2, demi kepentingan bangsa yang lebih besar, namun karena kebijakan tersebut ternyata tidak mampu mendisiplinkan masyarakat sehingga sebaran Covid tetap tidak bisa dilokalisir,” ujar Toni.

“Maka dalam situasi ekonomi sukit begini mereka tentu butuh pelonggaran namun tetap dengan memperhatikan peradaban baru tentang protokol kesehatan. Kasihan para pemilik warung kopi yang selama ini membuka usahanya dengan was was karena takut dianggap melanggar aturan, bagaimanapun mereka harus menafkahi keluarga,” pungkasnya. [ifw/suf]