Orang Tua: ‘New Normal’ Sekolah Sebaiknya Tunggu Kurva Landai
by Oryza A. WirawanJember (beritajatim.com) – Saat ini pemerintah mengampanyekan kepada warga agar bersiap menghadapi kehidupan ‘normal baru’ (new normal). Namun orang tua menilai, new normal di sekolah baru bisa diterapkan ketika kurva jumlah konfirmasi positif Covid-19 melandai.
“New normal itu idealnya mewajibkan siswa masuk dalam kondisi kurva Covid landai. Memang tidak harus benar-benar hilang, mengingat banyak yang menyebut wabah ini akan berlangsung dalam jangka waktu lama. Tapi pemerintah idealnya memastikan, kalau toh ada penderita, bisa tertangani dengan baik,” kata Gogot Cahyo Baskoro, salah satu orang tua siswa SMP negeri di Kabupaten Jember, Jawa Timur.
“Sekolah juga harus ketat memberlakukan protokol kesehatan, seperti penyediaan cuci tangan, hand sanitizer, penyemprotan disinfektan secara berkala, kewajiban memakai masker selama berada di lingkungan sekolah dan seterusnya,” kata Gogot.
Itu semua tentu membutuhkan biaya. “Tentu idealnya pemerintah yang harus menyiapkan, mengingat dalam kondisi begini tidak semestinya membebani wali murid yang tentu mayoritas terdampak corona. Kalau pun orang tua patungan, sifatnya hanya melengkapi, mengingat salah satu tanggung jawab pemerintah adalah mencerdaskan kehidupan bangsa,” kata alumnus Universitas Jember ini.
Zumrotun Solicha melihat new normal dari aspek kurikulum. “Misalnya guru untuk tidak terfokus mengejar target kurikulum saja selama pandemi, tapi juga membekali siswa terkait kemampuan hidup yang sarat dengan nilai-nilai penguatan karakter, seperti di bidang kesehatan tentang pentingnya pola hidup bersih dan sehat,” katanya.
Zumrotun meminta kegiatan di sekolah tetap memperhatikan keterjarakan fisik dan edukasi pencegahan Covid-19. “Belajar dilakukan secara bergantian antara tatap muka dan jarak jauh (belajar di rumah), tapi tetap tidak boleh membebankan sepenuhnya kepada orangh tua saat belajar jarak jauh,” kata orang tua salah satu siswa sekolah dasar ini.
Zumrotun berharap pemerintah bisa mendisiplinkan sekolah untuk menyiapkan segala kebutuhan pola hidup bersih dan sehar bagi siswa selama pandemi covid-19. “Ini karena tidak semua sekolah, apalagi di pelosok, memiliki fasilitas cuci tangan di tiap ruang kelas. Selain itu, sekolah perlu menyediakan masker untuk siswa, karena tidak semua siswa punya masker,” katanya.
“Kalau semua sekolah sudah siap dengan protokol kesehatan, barulah siswa masuk sekolah. Kami sebagau orang tua juga berharap, pemerintah tidak hanya menyediakan sarana dan prasarana protokol kesehatan di sekolah, tapi trauma healing atau semacam pemulihan psikis pasca dua bulan lebih belajar di rumah. Tujuannya agar mereka kembali siap mental dan fisik untuk bersekolah lagi di situasi pandemi covid-19,” kata Zumrotun.
Sebagai orang tua, Gogot memberi bekal pengetahuan kepada anak soal corona dan pencegahannya. “Saya juga membekali anak dengan protokol kesehatan, misal menyiapkan masker untuk mereka, hand sanitizer yang bisa dibawa mobile, tisu antiseptik, anjuran menjaga jarak, dan seterusnya,” katanya.
Zumrotun sudah mengajari sang anak protokol kesehatan sejak di rumah. “Saya mengedukasi anak tentang virus corona dengan perilaku hidup sehat. Saya meminta mereka selalu cuci tangan setelah melakukan kegiatan di luar rumah dan ketika akan memakan sesuatu,” katanya. Ia juga membawakan bekal makanan dari rumah agar tak jajan sembarangan.
“Tapi ketika di sekolah, tentunya saya khawatir apakah guru akan mengawasi anak-anak dalam melakukan cuci tangan yang benar. Penerapan physical distancing tentu akan sulit saat mereka bermain. Apakah ada ketegasan dari pihak sekolah ketika ada anak yang flu atau sakit ringan tidak boleh boleh masuk dulu,” kata Zumrotun. [wir/suf]