Kepastian Haji, Pemerintah Tunggu Policy Saudi
by Ainur RohimKontingen haji asal Indonesia ‘kecil’ kemungkinan berangkat tahun ini, menurut Forum Silaturahim Asosiasi Travel Umrah dan Haji. Sementara itu, pemerintah mengatakan ‘sangat intens’ berkomunikasi dengan Arab Saudi sambil menunggu perkembangan situasi wabah virus corona sampai 1 Juni mendatang.
Arab Saudi mengumumkan pada Selasa (26/5/2020) bahwa aturan lockdown akan dilonggarkan, namun tidak berlaku bagi kota Mekkah. Mulai Kamis (28/5/2020), warga Arab Saudi dibolehkan beraktivitas mulai pukul 06.00 sampai 15.00 di semua wilayah Kerajaan, kecuali Mekkah.
Aktivitas ekonomi dan komersil di bidang usaha retail, toko grosir, dan mal juga mulai diizinkan beroperasi, namun usaha-usaha yang tidak memungkinkan jaga jarak seperti salon, klub olahraga, klub kesehatan, pusat hiburan dan bioskop masih dilarang beroperasi. Salat berjamaah dan salat Jumat akan mulai diizinkan pada 31 Mei sampai 20 Juni, kecuali di Mekkah.
Muharom Ahmad, sekretaris Forum Silaturahim Asosiasi Travel Umrah dan Haji, atau Forum Satuh, yang baru kembali ke Indonesia minggu lalu setelah bekerja di Mekkah selama tiga bulan, mengatakan, kemungkinan jamaah haji Indonesia berangkat ke Tanah Suci ‘kecil’ tahun ini.
“Kecil kemungkinan Kementerian Agama untuk bisa menyelenggarakan haji karena terlalu mepet waktunya, karena dari 1 Juni itu sudah pertengahan Syawal, di akhir Syawal itu jadwal keberangkatan kloter pertama, di mana kita harus mempersiapkan 100.000 lebih jamaah, kalau memang hanya 50% dari total kuota [yang bisa berangkat], dalam waktu dua minggu,” kata Muharom.
Pemerintah Arab Saudi dalam maklumatnya kembali menegaskan larangan sementara beribadah haji dan umrah di Mekkah dan di Masjid Nabawi di Madinah, serta penerbangan internasional masuk ke wilayahnya. Sementara itu, pengusaha travel haji dan umroh yang dihubungi oleh BBC Indonesia pada Selasa (26/5/2020) juga mengatakan hal senada.
“Saya melihatnya tidak mungkin akan ada haji tahun ini, dengan virus corona yang masih mewabah, ini tidak mungkin selesai dalam waktu satu atau dua bulan ini, sementara haji itu bulan Juli sudah mulai, tanggal 24 Juli itu wukuf,” kata Nasril Nazir, pemilik usaha travel haji dan umrah di Gondangdia, Jakarta.
“Pemberangkatan itu dari dua bulan sebelumnya harus ada persiapan pemberangkatan, dan juga dari Arab Saudi sendiri belum ada persiapan sama sekali, mengarah untuk ibadah haji, jadi ya saya perkirakan tidak berangkat tahun ini, tidak ada haji tahun ini,” ujar pria yang sudah berkecimpung di usaha travel haji sejak 1978 tersebut.
Kementerian Agama sendiri mengatakan sambil menunggu perkembangan sampai 1 Juni mendatang, pihaknya tetap proaktif dalam mencari tahu kepada pemerintah Arab Saudi soal kepastian ibadah haji tahun ini melalui kanal-kanal diplomatik, baik di Jakarta maupun melalui Konsul Haji Konsulat Jenderal (Konjen) RI di Jeddah.
“Kalau proaktifnya sudah, minggu lalu Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Dirjen PHU) sudah mengirimkan surat melalui Kemenlu untuk meminta informasi tentang kepastian haji, tapi sampai sekarang kan memang belum ada pengumuman resminya,” kata juru bicara Kementerian Agama, Oman Fathurahman.
Indonesia, menurut Oman, belum mengambil keputusan karena “pertimbangan yang lumayan kompleks.”
“Pertimbangannya itu dari segi jemaah. Kalau kita tanyakan itu masih ada yang ingin tetap berangkat, walaupun tentu juga banyak yang bisa menerima kalau seandainya tidak berangkat.”
“Yang kedua, sudah ada arahan dari Jokowi, kita diminta untuk menunggu sampai setidaknya 1 Juni, jadi secara kebijakan negara ya seperti itu, Jokowi ingin melihat perkembangan terakhir di Indonesia dan Arab Saudi sampai 1 Juni,” jelasnya.
Singapura telah memutuskan pada 15 Mei lalu untuk tidak memberangkatkan jemaah hajinya tahun ini. Menteri Urusan Muslim Singapura Masagos Zulkifli, mengatakan keputusan itu dibuat secara mandiri dan bukan berdasarkan kebijakan pemerintah Arab Saudi ” dengan pertimbangan keamanan jemaah mereka.
Penyelenggara travel haji dan umroh di Indonesia mengatakan saat ini mereka kesulitan menghubungi rekanannya di Arab Saudi, seperti pengusaha hotel dan transportasi haji.
“Ini juga untuk reservasi hotel dan segala macam tidak bisa dilakukan sekarang. Pihak-pihak ini juga belum mendapat pemberitahuan dari pemerintah Arab Saudi, baik hotel maupun transportasi yang akan dipergunakan, sehingga kita juga tidak bisa membuat kontrak akomodasi hotel dan kontrak lainnya,” kata Nasril Nazir.
“Tidak ada [pihak] yang menerima untuk kita membuat reservasi untuk haji, dari awal tahun ini kan kita sudah reservasi untuk haji, malah ada yang sudah deposit, tapi sekarang semua ditunda.”
“Hotel juga belum ada lagi yang bekerja, di Mekkah dan Madinah. Rekanan [saya] tidak ada yang bisa dihubungi karena mereka tidak ada yang bekerja,” tambahnya.
Menurut Muharom Ahmad dari Forum Sathu, pemerintah Arab Saudi telah menerapkan jam malam selama 24 jam bagi Mekkah dan Madinah dari sejak awal bulan April.
“Seluruh hotel sudah tutup sejak dua bulan lalu, jamaah [umrah] yang [pulang] terakhir itu ditampung di Jeddah, dan sebagian besar orang asing sudah pulang. Kalaupun terselenggara [haji] kami yakin [kuota yang dibolehkan] tidak lebih dari 50% [dari total kuota awal],” katanya.
Masjidil Haram masih dibuka, namun hanya bagi karyawan dan pekerja masjid agung tersebut yang jumlahnya mencapai ribuan.
“Masjidil Haram tetap dihidupkan, diselenggarakan salat lima waktu, salat tarawih dan taadarus, namun hanya bagi manajemen Masjidil Haram, yang jumlah karyawannya cukup banyak, sampai ribuan, namun tidak dibuka untuk umum,” katanya.
Juru bicara Kementerian Agama, Oman Fathurahman, mengatakan, selain mengirim surat kepada pemerintah Arab Saudi, komunikasi diplomatik juga terus terjalin di Jeddah.
“[Kami mengirim] surat itu satu kali, tapi juga melalui komunikasi duta besar kita di sana, hampir setiap saat, Konsul Jaji di Jeddah juga terus melakukan komunikasi, update terus…misalnya hari Kamis, [kami tahu] masjid-masjid akan dibuka di seluruh Arab Saudi kecuali di Mekah, itu juga kita pantau, apakah ada kaitannya dengan haji.”
Berdasarkan pantauan Muharom dan rekan-rekannya di Arab Saudi, kedutaan besar Indonesia di Arab Saudi ‘sangat intens’ dalam berkomunikasi dengan pemerintah Arab Saudi guna mencari tahu soal kepastian penyelenggaraan haji tahun ini.
“Sejauh ini Pak Dubes [Agus Maftuh Abegebriel] khususnya, sangat intens dan ‘mendesak’, meminta kepastian bagaimana haji ini akan diselenggarakan dan sebagainya, di Jakarta Menteri Agama dan Menteri Luar Negeri juga menanyakan ke dubes Arab Saudi. Para asosiasi [penyelenggara travel haji dan umrah] melihat pemerintah serius memastikan apakah jamaah haji berangkat tahun ini,” kata Muharom.
Komunikasi yang terjalin antara dua pemerintah juga turut diuntungkan oleh posisi Kedubes Indonesia dan Kementerian Luar Negeri Arab Saudi yang sama-sama di Riyadh, sementara Konsul Haji Konjen RI dan Kementerian Haji Arab Saudi berada di Jeddah.
“Keduanya ini paralel. Bukan berarti [komunikasi terjalin] setiap hari, tapi berita yang muncul dari pihak KJRI yang kami pantau, pihak KJRI itu bertanya terus ke kementerian [haji],” kata Muharom.
“Yang beredar luas sampai hari ini [pemerintah Indonesia] diminta bersabar untuk tidak melakukan transaksi apapun di Arab Saudi, mereka ingin memastikan [keselamatan jamaah], mereka tidak mau juga kehilangan muka kalau [haji] diselenggarakan [namun ternyata] jadi klaster raksasa penyebaran Covid-19 di seluruh dunia,” jelas Muharom.
Jika memang pemerintah Arab Saudi tahun ini mengizinkan penyelenggaraan ibadah haji, hal itu hanya terbuka bagi warga negara kerajaan itu sendiri, dan belum diketahui apakah jamaah asal Indonesia akan diundang untuk datang ke Tanah Suci.
“Kalau pelaksanaan haji di Arab Saudi, besar kemungkinan dilaksanakan, yang jadi pertanyaan di Indonesia adalah apakah Indonesia diundang? Kalau diundang, kuota yang dibolehkan berangkat diperkirakan hanya separuhnya,” kata Muharom.
Mengingat Hari Raya Idul Adha yang jatuh tanggal 31 Juli tahun ini, pemerintah Indonesia hanya akan memiliki waktu dua minggu untuk mematuhi protokol kesehatan baru yang kemungkinan akan diwajibkan oleh pemerintah Arab Saudi bagi jamaah asing.
Aturan baru tersebut diprediksi seperti jumlah jamaah yang berkurang serta hasil negatif Covid-19 dari PCR test di negara asal.
Indonesia tahun ini rencananya mengirim 221.000 orang jamaah haji, salah satu yang terbanyak di dunia, dengan 203.320 di antaranya adalah kuota haji reguler.
Kementerian Agama telah memperpanjang masa pelunasan haji tahap kedua sampai 29 Mei dari yang semula 12-20 Mei 2020. Meski kepastian keberangkatan jamaah haji tahun ini belum diketahui, Kementerian Agama mengatakan jamaah haji sebaiknya melunasi biaya haji mereka. Sudah 96,9% jamaah melunasi biaya haji sampai 24 Mei, kata Kemenag.
“Yang haji reguler itu ada sekitar 5.000-an yang belum melunasi, yang haji khusus tinggal sekitar 2.200-an yang belum, kita harapkan melunasi. Kita sudah menyusun skema kalau seandainya haji tidak terselenggarakan, maka untuk biaya pelunasan itu akan segera dikembalikan kalau dikehendaki oleh jamaahnya ke rekening masing-masing.
“Masalahnya kalau tidak melunasi, kemudian ternyata ada kebijakan penyelenggaraan haji, meski dengan pembatasan, maka yang bersangkutan ya tidak bisa diproses keberangkatannya kalau tidak melunasi,” kata Oman. [BBC/air]