Jadwal Masuk Sekolah Saat Corona Belum Pasti, Ini Kata UNICEF dan WHO
by Annisa Karnesyialink telah dicopy
Jakarta -
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim telah angkat bicara soal jadwal masuk sekolah di tengah pandemi Corona atau COVID-19. Ia menegaskan bahwa keputusan pembukaan kembali sekolah akan ditetapkan berdasarkan pertimbangan Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19.
Nadiem juga menyampaikan bahwa Kemendikbud sudah siap dengan semua skenario jika sekolah kembali dibuka. Namun, semua itu bukan lagi keputusan yang bisa diambil Kemendikbud saja, Bunda.
"Harus diketahui bahwa Kemendikbud sudah siap dengan semua skenario. Kami sudah ada berbagai macam," kata Nadiem saat siaran pers yang dibagikan Kemdikbud, beberapa waktu lalu.
"Tapi tentunya keputusan itu ada di dalam Gugus Tugas, bukan Kemendikbud sendiri. Jadi, kami yang akan mengeksekusi dan mengkoordinasikan," sambungnya.
Dalam kesempatan yang sama, Nadiem juga menampik kabar bahwa siswa akan kembali masuk sekolah pada bulan Juli. Kemendikbud sendiri belum membuat keputusan terkait hal tersebut.
"Kami tidak pernah mengeluarkan pernyataan kepastian, karena memang keputusannya bukan di kami. Jadi mohon stakeholders atau media yang menyebut itu, itu tidak benar," ujarnya.
Membuka kembali sekolah di saat pandemi Corona memang bukan keputusan yang mudah diambil. Hal tersebut juga disampaikan Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) dalam pernyataan tertulis beberapa waktu lalu.
"Keputusan ini kompleks karena pandemi terus berkembang secara tidak linear. Tidak ada bukti yang cukup tentang risiko penularan," demikian pernyataan tersebut.
Namun, jika pemerintah memutuskan untuk membuka kembali sekolah, maka harus dapat mengantisipasi dan menerapkan perlindungan. UNESCO paham benar, semakin lama sekolah ditutup maka semakin besar anak-anak kehilangan waktu belajar.
Bahkan jika tanggal sekolah dibuka belum dapat diumumkan, perencanaannya sudah bisa dimulai dari sekarang. Konsultasi dan komunikasi dengan orang tua, guru, siswa, dan masyarakat diperlukan untuk memahami dan mengatasinya.
"Pesan utama adalah bahwa keputusan ini bersifat spesifik konteks dan bergantung pada kapasitas sekolah untuk mengurangi risiko penularan infeksi dan mempromosikan perilaku sehat. Kondisi termasuk akses air bersih dan sabun untuk mencuci tangan dan protokol menjaga jarak," tulis UNESCO, dikutip Senin (25/5/2020).
Sudah sekitar dua bulan sejak sekolah ditutup di lebih dari 190 negara, mempengaruhi 1,57 miliar anak-anak dan remaja atau 90 persen populasi siswa di dunia. Menurut data UNESCO, 100 negara belum mengumumkan tanggal masuk sekolah, 65 sudah memiliki rencana, sementara 32 negara mengakhiri tahun akademik dengan sistem online.
Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), ada tiga hal yang benar-benar harus dipahami pemegang kebijakan bila ingin membuka atau menutup sekolah saat ini. Ketiga hal itu adalah:
1.Kondisi terkini situasi penyebaran COVID-19 dan keparahannya di populasi anak-anak
2. Situasi lokal dan epidemiologi COVID-19 di daerah sekitar sekolah
3. Lingkungan sekolah dan kemampuannya untuk menerapkan upaya pencegahan serta pengendalian penyakit
WHO menyampaikan bahwa sampai sekarang masih sedikit laporan dari institusi pendidikan yang terlibat dalam kemunculan COVID-19. Namun, studi memang menunjukkan penyebaran penyakit utamanya terjadi di sekolah.
"Studi memang menunjukkan penyebaran penyakit utamanya terjadi pada aktivitas sosial terkait kehidupan sekolah," ujar WHO.
Bunda, simak juga fakta dan data terkait Corona, di video berikut: