https://awsimages.detik.net.id/visual/2019/01/16/7810a442-85f4-4f86-8b14-6e0835a00e2f_169.jpeg?w=715&q=90
Foto: Frankfurt Stock Exchange (DAX) (REUTERS/Kai Pfaffenbach)

Bursa Eropa Bergerak Variatif di Sesi Awal

by

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Eropa bergerak variatif pada sesi awal perdagangan Senin (25/5/2020), di tengah belum kondusifnya sentimen investor di tengah kenaikan eskalasi antara Amerika Serikat (AS) dan China serta kabar buruk dari Jerman.

Laporan data dari kantor statistik Destatis Jerman menunjukkan bahwa ekonomi Jerman kuartal pertama (Q1-2020) mencatat penurunan terbesar sejak krisis keuangan hingga memasuki resesi karena pandemi virus corona serta penerapan karantina wilayah pada pertengahan bulan Maret,

Indeks Stoxx 600 menguat 1,8 poin (+0,54%) pada pembukaan. Selang setengah jam kemudian, reli indeks yang berisikan 600 saham unggulan di Eropa ini menipis menjadi 1,4 poin (+0, 4%) ke 340,27.

Sementara itu, indeks FTSE Inggris turun 21,97 poin (-0,37%) ke 5.993,28, sedangkan indeks DAX Jerman menguat 80,57 poin (-0,73%) ke 11.154,44 dan CAC Prancis tumbuh 23,31 poin (+0,52%) ke 4.467,87.

Produk domestik bruto (PDB) Jerman berkontraksi 2,2% pada kuartal pertama dibandingkan dengan kuartal sebelumnya. PDB turun 2,3% secara tahunan (year-on-year/YoY) pada kuartal pertama. Ini adalah penurunan terbesar kedua sejak penyatuan Jerman, menyusul penurunan 4,7% pada kuartal pertama 2009, kata Destatis.

Mayoritas bursa utama Asia bergerak menguat, setelah pada akhir pekan lalu terkoreksi menyusul rencana China menelurkan undang-undang keamanan nasional, untuk mengendalikan aksi massa di Hong Kong.

"Pelemahan di bursa Asia akan memicu pergerakan flat bursa Eropa, dan sedikit energi positif di US," tutur analis ANZ Research Hayden Dimes sebagaimana dikutip CNBC International.

Jika UU tersebut diimplementasikan, China bakal mendapatkan kendali penuh atas Hong Kong hingga memicu aksi protes aktivis pro-demokrasi. Draf UU itu diumumkan pada Kongres Rakyat Nasional (National People's Congress/NPC) yang bertindak sebagai parlemen di Negara Panda.

Rencana itu diumumkan setelah AS memuluskan rencana legislasi Rancangan Undang-Undang (RUU) Akuntabilitas Perusahaan Asing (Holding Foreign Companies Accountable Act) yang berpotensi mendepak 127 emiten China di Wall Street jika menolak menghadapi audit versi AS.

Tensi tersebut mengaburkan optimisme yang muncul dari dunia kesehatan setelah Direktur Institut Nasional Alergi dan Penyakit Menular Anthony Fauci pada Jumat menilai bahwa vaksin produksi emiten farmasi AS Moderna terlihat "menjanjikan."

TIM RISET CNBC INDONESIA





(ags/ags)