https://statik.tempo.co/data/2017/05/15/id_607200/607200_620.jpg
Ratusan kapal nelayan cantrang bersandar di pelabuhan Tegal. TEMPO/M. Irsyam Faiz

30 Kapal Cantrang Melaut di Laut Natuna, Dilindungi Petugas Hukum

by

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan atau KKP, M. Zulficar Mochtar, mengatakan pemerintah telah memberikan diskresi kepada 30 kapal menggunakan alat tangkap cantrang untuk melaut di Laut Natuna Utara.

"Dengan kondisi khusus kedaulatan itu, 30 kapal cantrang yang beroperasi dengan SKM atau Surat Keputusan Melaut di Jateng itu, kita berikan untuk masuk ke ZEE Natuna Utara," kata Zulficar ketika dihubungi Tempo, Jumat 14 Februari 2020.

Dia juga membenarkan seluruh kapal yang menggunakan cantrang yang melaut di Natuna diberikan perlindungan hukum karena alasan khusus. Ini sesuai dengan rencana aksi yang telah dikoordinasikan dengan berbagai pihak terkait untuk menjaga keamanan wilayah itu dari potensi ancaman asing.

"Ketika masuk ke ZEE Natuna Utara sebagai misi untuk mengisi gap sumberdaya, tentu mereka berharap ada dukungan keamanan dari potensi ancaman asing," kata dia.

Walaupun telah mengizinkan kapal cantrang untuk melalut di Natuna, tapi kata Zulficar, pihaknya tetap membuka layanan perizinan di Tanjung Balai Karimun, Kepulauan Riau.

Ini berlaku bagi kapal lokal daerah lain untuk memenuhi wilayah Laut Natuna karena masih memungkinkan untuk penambahan armada hingga 300 kapal.

Adapun bunyi surat diterima Tempo, yang diterbitkan Kementerian Kelautan dan Perikanan soal Petunjuk Penerbitan Surat Keterangan Melaut di ZEE Laut Natuna Utara memang mengatur soal kapal dibolehkan menggunakan alat tangkap cantrang.

Pada poin pertama berbunyi,"Kementerian Kelautan dan Perikanan akan mengakomodir kapal dengan alat tangkap cantrang untuk beroperasi di Jalur III ZEEI Laut Natuna Ulara/ZEE Laut Cma Selatan (sebagaimana WPPNRl-711) sesuai dengan zona terlampir sebanyak 30 unit kapal pada tahap pertama."

Kemudian poin terkait perlindungan hukum terhadap kapal cantrang dijelaskan pada poin ketujuh surat itu, yang meminta kepada Kapolri Idham Azis dan pihak terkait lainnya untuk tidak menindak kapal cantrang.

"7. Berkaitan dengan hal tersebut di atas kami mohon perkenan Bapak Kapolri Bapak Kasal (Kepala Satuan Angkatan Laut) dan Bapak Bakamla (Badan Kemanan Laut) untuk tidak melakukan penahanan dan proses hukum kepada nelayan yang melakukan penangkapan ikan dengan menggunakan alat cantrang di daerah penangkapan ikan sebagaimana tersebut pada angka 1 di atas."

Adapun alat tangkap cantrang hingga saat ini masih dilarang digunakan untuk menangkap ikan seperti tertuang dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 71 tahun 2016 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia. Aturan ini dibuat pada saat Susi Pudjiastuti menjabat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan.

Alasannya saat itu adalah karena kapal cantrang menggunakan alat penangkap ikan yang bersifat aktif dengan pengoperasian menyentuh dasar laut. Ini dinilai bisa merusak terumbu karang di bawah laut dan mengambil semua ikan yang terjaring. Cantrang dioperasikan dengan menebar tali selambar secara melingkar, dilanjutkan dengan menurunkan jaring cantrang. Kemudian kedua ujung tali selambar dipertemukan

EKO WAHYUDI