Kontroversi Ridwan Saidi: 'Sriwijaya Bajak Laut' Hingga 'Kerajaan Galuh Brutal'

by

Kontroversi Ridwan Saidi: 'Sriwijaya Bajak Laut' Hingga 'Kerajaan Galuh Brutal'

Rakhmad Hidayatulloh Permana - detikNews Jumat, 14 Feb 2020 15:38 WIB 0 komentar SHARE URL telah disalin

https://awsimages.detik.net.id/community/media/visual/2017/04/10/3736d2af-3e12-432f-8565-ad70cbf53839_169.jpg?w=700&q=90
Foto: Ridwan Saidi (Ari Saputra)

Jakarta -

Budayawan Betawi Ridwan Saidi menuai protes usai menyebut tidak ada Kerajaan Galuh, di Ciamis, Jawa Barat. Bukan kali ini saja Ridwan Saidi melontarkan pernyataan kontroversial terkait sejarah kerajaan di Indonesia.

Ridwan Saidi kerap membuat penafsiran soal sejarah kerajaan Indonesia di luar pakem arus utama sejarah Indonesia. Dia tak segan-segan untuk menyebut Kerajaan Sriwijaya itu fiktif dan Sriwijaya itu bajak laut. Kini, pria yang akrab disapa Babe itu menyebut di Ciamis tak ada kerajaan dan Kerajaan Sunda Galuh artinya brutal.

Baca juga: Ikut Aksi Protes Ridwan Saidi, Bupati Ciamis: Kita Tuntut Secara Hukum!

Pada Jumat (14/2/2020), detikcom merangkum pernyataan-pernyataan kontroversial Ridwan Saidi soal kerajaan di Indonesia. Berikut ini daftarnya:

1. Sebut 'Kerajaan Sriwijaya Bajak Laut'

Pernyataan pertama Ridwan Saidi soal 'tafsiran sejarah' eksistensi kerajaan di Indonesia yang menuai protes ialah terkait kerajaan Sriwijaya. Ucapan Ridwan ini ada dalam sebuah video berdurasi 15 menit yang diunggah oleh akun Macan Idealis. Dalam video tersebut, Saidi nampak menjawab sejumlah pertanyaan Vasco Ruseimy yang merupakan eks Juru Bicara BPN Prabowo-Sandi.

Mulanya, dalam video tersebut Saidi menyebut Raja di Terengganu terusir karena kehadiran kaum Yahudi. Oleh sebab itu, kerajaan ini lantas meminta bantuan dari kerajaan-kerajaan Melayu yang ada di Indonesia.

Baca juga: Disebut Fiktif, Kerajaan Sriwijaya Punya Potensi Wisata Sejarah

Kemudian Saidi ditanya soal kerajaan-kerajaan mana saja yang mengirim kontingennya. Saidi menyebut kerajaan Majapahit tidak mengirimkan kontingen karena saat itu sudah redup. Selanjutnya, ketika ditanya soal Kerajaan Sriwijaya, Saidi mengatakan Kerajaan Sriwijaya itu fiktif.

"Sriwijaya, itu kerajaan fiktif, kita nggak sebut ya. Entar kita cerita. Yang saya sebut Saparua misalnya," jawab Saidi menegaskan ucapannya.

Saidi lantas menjelaskan bahwa saat itu yang mengirimkan kontingen adalah Kerajaan Pagaruyung, sahabat Negeri Sembilan. Pada menit 6.00 Saidi mengulangi lagi pernyataannya soal Sriwijaya kerajaan fiktif. Bahkan, kali ini dia mengatakan bahwa Kerajaan Sriwijaya adalah bajak laut. Saidi juga menampik soal bukti-bukti sejarah Kerajaan Sriwijaya.

"Sriwijaya ini kan kerajaan fiktif. Itu kan bajak laut yang berpangkalan di Koromandel," ujarnya.

"Tapi kan ada bukti-bukti sejarahnya?" tanya Vasco.

"Tidak ada. Semuanya dongeng. Nggak ada jejaknya. Jadi kirim pasukan Palembang. Bukan Sriwijaya. Itu waktu sudah kesultanan Palembang. Digebahlah Patih Terengganu ini," jawab Saidi tegas.

Pernyataan itu lantas menuai protes, karena dinilai menyinggung masyarakat Palembang, tempat di mana kerajaan Sriwijaya pernah berdiri. Pemkot Palembang pun mengungkapkan kekecewaannya.

"Ya kita kecewa dengan kalimat seperti yang menyebut kerajaan Sriwijaya fiktif. Apalagi beliau (Ridwan Saidi) itu adalah budayawan," ujar Kabag Humas Pemkot Palembang, Amiruddin saat dihubungi, Rabu (28/8/2019).

Sementara itu, budayawan Sumatera Selatan menilai Ridwan salah, karena bajak laut marak justru setelah Sriwijaya runtuh. "Ini kita bicara hasil dari hasil penelitian lapangan ya, di mana sebenarnya bajak laut itu disebut saat Cheng Ho datang ke Nusantara. Dia datang sesuai perintah untuk menumpas bajak laut dan saat itu Sriwijaya sudah runtuh," kata budayawan Sumatera Selatan, Erwan Suryanegara, saat dimintai konfirmasi lewat telepon, Kamis (29/8/2019).

Namun, Ridwan Saidi mempersilakan orang yang mengkritik pendapatnya terkait Kerajaan Sriwijaya itu. Dia juga mengaku semua pemaparannya tersebut dari proses penelitian sejarah yang lama.

"Jangan main instan. Tiga puluh tahun saya melakukan penelitian. Buku yang saya baca misalnya 'The Timetables of History: A Horizontal Linkage of People and Events oleh Bernard Grun'. Lalu saya baca juga buku oleh Josephus yang berjudul 'Historica'. Saya baca juga buku karya Claudius Ptolemaeus yang berjudul 'Geographia', itu ditulis tahun 161," kata Ridwan Saidi saat dihubungi detikcom, Rabu (29/8/2019).

Selanjutnya Halaman 1 2 3 kerajaan sriwijaya kerajaan sriwijaya bajak laut kerajaan sriwijaya fiktif kerajaan galuh kerajaan galuh brutal ciamis birojabar

0 komentar SHARE URL telah disalin