https://awsimages.detik.net.id/visual/2018/02/17/a3b4a7e9-a280-4a84-ba36-79143b4351d6_169.png?w=715&q=90
Foto: Reuters

Sentimen Campur Aduk, Wall Street Dibuka Mixed pada Jumat

by

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa saham Amerika Serikat (AS) dibuka variatif pada pembukaan Jumat (14/2/2020) menyusul kombinasi data negatif penjualan ritel AS dan ekspektasi melambatnya penyebaran virus corona di China.

Indeks Dow Jones Industrial Average melemah 6 poin (-0,03%) pada pembukaan perdagangan pukul 08:30 waktu setempat (21:30 WIB), dan bertambah menjadi 15,6 poin (-0,05%) selang 30 menit kemudian ke 29.408. Indeks Nasdaq masih naik 12 poin (0,12%) ke 9.723,9 dan S&P 500 tumbuh 1,5 poin (0,04%) ke 3.375,11.

Data Kementerian Perdagangan AS menyebutkan penjualan ritel inti, yang mengecualikan otomotif, BBM, bahan bangunan, dan layanan makanan, tak berubah pada Januari. Namun penjualan took pakaian mencatatkan koreksi bulanan terbesar sejak 2009.

"Data itu menunjukkan bahwa belanja konsumen masih sulit menentukan momentum... faktor non-musiman kemungkinan juga berpengaruh tetapi ada penurunan di penjualan elektronik, perawatan tubuh dan kesehatan sedangkan penjualan online cenderung tak bergairah," tutur ekonom senior Capital Economics Andrew Hunter, dalam aporan risetnya, sebagaimana dikutip CNBC International.

Data yang tak menggembirakan tersebut agak terkurangi oleh kinerja emiten yang merilis laporan kinerjanya lebih baik dari ekspektasi seperti Nvidia yang sahamnya melonjak klebilebih dari 6%s. Saham Expedia juga naik 11,6% setelah merilis kinerja positif.

Data FactSet menyebutkan bahwa lebih dari 77% dari perusahaan yang menjadi konstituen S&P 500 telah merilis kinerja keuangannya, dengan 72% di antaranya melaporkan kinerja lebih baik dari ekspektasi.

Komisi Kesehatan Nasional China melaporkan tambahan korban jiwa akibat wabah corona sebanyak 121 orang di negeri itu, dan 5.090 kasus baru. Total, jumlah korban meninggal mencapai 1.380 orang. Beijing menghapus 108 angka kematian di provinsi Hubei karena ternyata tercatat dua kali.

Ini merupakan perubahan angka yang kedua kali secara signifikan, sehingga mengundang pertanyaan besar seputar akurasi data tersebut. Menurut pejabat Gedung Putih, pihaknya "tidak memiliki keyakinan akan informasi yang keluar dari China."

TIM RISET CNBC INDONESIA

(ags/ags)