Asosiasi DPRD Kota Yakin Omnibus Law Sinkronkan Perda Penghambat Investasi
by Intan Umbari PrihatinMerdeka.com - Ketua Dewan Pengurus Asosiasi DPRD Kota Seluruh Indonesia (ADEKSI) Periode 2015-2020, Armudji menuturkan, banyak peraturan daerah (Perda) yang tidak sinkron dengan kebijakan yang dibuat pemerintah pusat. Hal tersebut dapat mempersulit investasi di daerah.
"Yang mana banyak Perda selama ini tidak ada sinkronisasi dengan kebijakan-kebijakan pusat," kata Armudji di Komplek Istana Wakil Presiden, Jakarta Pusat, Jumat (14/2).
Dia mengapresiasi kehadiran Omnibus Law. Menurutnya, payung hukum itu bisa mensinkronisasi Perda yang selama ini tak sejalan dengan kebijakan pemerintah pusat.
"Omnibus law ini secara otomatis kita akan menyadari adanya investasi yang harus bisa berkembang dan tumbuh di kota kita masing-masing," kata Armudji.
Dia juga berharap dengan adanya omnibus law akan mempercepat investasi di seluruh Indonesia. Para investor tidak terganjal aturan-aturan. Ini sesuai dengan tema Musyawarah Nasional (Munas) pada 10-13 Maret.
"Itu tujuan kita Munas yang mudah-mudahan Pak Wapres tadi ada kesediaan dan kesanggupan dan untuk memotivasi adanya Omnibus Law itu," ungkap Armudji.
1 dari 1 halaman
347 Perda Bermasalah Hambat Investasi
Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) mencatat sebanyak 347 peraturan daerah (perda) bermasalah menghambat investasi masuk ke Indonesia. Dari jumlah tersebut, perda bermasalah paling banyak pada aspek pajak dan retribusi.
"Hingga hari ini, KPPOD berhasil mengumpulkan 347 perda bermasalah dari jumlah 1.109 perda yang telah dikaji," ujar Direktur Eksekutif KPPOD, Robert Endi Jaweng, di Gedung Permata Kuningan, Jakarta, Rabu (20/11).
KPPOD melakukan studi lapangan di enam daerah yaitu DKI Jakarta, Depok, Bogor, Bekasi, Kulonprogo, Sidoarjo, untuk menemukan akar permasalahan regulasi bermasalah. Ruang lingkup studi meliputi peraturan daerah terkait ekonomi dan investasi kegiatan berusaha antara lain, Perda Pajak dan Retribusi, Perizinan, Ketenagakerjaan, dan Perda kegiatan berusaha lainnya.
Studi tersebut menemukan perda bermasalah khusus investasi dan kegiatan berusaha ditengarai beberapa hal. Pertama, proses pembentukan perda minim partisipasi publik. Kedua, dari segi muatan regulasi, ditemui permasalahan pada aspek yuridis, subtansi dan prinsip yang menimbulkan biaya produksi atau biaya keamanan meningkat, sehingga perusahaan pindah ke daerah lain.
Ketiga, penanganan perda oleh Kemendagri belum optimal mengingat tidak adanya tools yang ditetapkan Pemerintah Pusat untuk menyusun Perda.
"Disisi lain, kurang harmonisnya lingkungan kebijakan atau konflik kepentingan legislatif dengan eksekutif seringkali membuat rumusan Perda tidak komprehensif dan tidak menyasar kepada kebutuhan masyarakat di daerah," jelas Robert.
[noe]