Virus Corona Diberi Nama COVID-19, Ini Tanggapan Ahli
by Sarah Ervina Dara Siyahailatua, Mitra TariganTEMPO.CO, Jakarta - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) baru menetapkan nama resmi untuk virus corona yang mewabah dunia dalam 2 bulan terakhir ini. Virus itu, bukan lagi bernama novel coronavirus (nCov) seperti yang kebanyakan ditulis oleh media saat ini, melainkan COVID-19. “Kami sekarang memiliki sebuah nama untuk penyakit #2019nCOv: COVID-19. Saya mengejanya: C-O-V-I-D garis satu sembilan. COVID-19,” cuit melalui Twitter resmi @WHO pada Rabu, 11 Februari 2020..
Pengurus Pusat Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (PP IAKMI) yang sekaligus Epidemiolog dari Universitas Indonesia Syahrizal Syarif setuju dengan nama itu. Ia menjelaskan bahwa virus corona yang sebelumnya ditulis dengan nCov oleh WHO dan banyak media sempat dilakukan karena belum ada identitas pada virus baru tersebut.
Sebenarnya, sudah ada beberapa lembaga yang mengusulkan nCov diganti menjadi SARS 2, tapi menurut Syahrizal, COVID-19 lebih baik. “Covid itu menggambarkan coronavirus disease dan tahun kejadian. Sedangkan SARS 2 tidak relevan,” katanya.
Bila diberi nama SARS 2, Syahrizal mengatakan nama ini bisa menstigmatisasi suatu penyakit. Sebab masyarakat akan berpikir bahwa SARS 2 seolah angka keganasan sama dengan SARS 1. “Padahal dua hal ini beda sekali. Tidak bagus juga kalau nanti turunannya SARS terus. Kalau COVID-19, saat muncul lagi tinggal ganti tahun,” katanya.
Syahrizal juga menegaskan pemberian nama COVID-19 sudah tepat dan tidak menyalahkan kaidah. Nama COVID-19 tidak mengacu pada geografik, nama orang yang menemukan atau peneliti, serta stigma pada suatu penyakit. “Misalnya ini pneumonia berat nanti yang sakit dijauhi dan ada stigma. Jadi COVID-19 paling baik menurut saya,” katanya.
Sebelumnya, virus Corona baru diberi nama COVID-19, yang diambil dari akronim coronavirus disease 2019. Direktur jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, mencatat bahwa nama baru itu tidak merujuk pada siapapun, tempat atau hewan yang terkait dengan virus Corona, dikutip dari New York Times, 12 Februari 2020.
Di bawah pedoman internasional, WHO harus menemukan nama yang tidak merujuk ke lokasi geografis, hewan, individu atau kelompok orang, dan yang juga dapat diucapkan dan terkait dengan penyakit ini, katanya di Twitter.
SARAH ERVINA DARA SIYAHAILATUA | EKA YUDHA SAPUTRA