Kerupuk Sanjai, Warisan Peradaban yang Tak Lekang Oleh Waktu
by Darwyta RozaKBRN, Bukittinggi : Jika anda berkunjung ke kota Bukittinggi, kurang lengkap rasanya jika tidak mencicipi kerupuk khas kota ini. Kerupuk itu disebut Kerupuk Sanjai, atau oleh masyarakat lokal dibilang Karupuak Sanjai.
Terbuat berbahan dasar ubi kayu (singkong), panganan ini juga berasal dari daerah bernama Sanjai, tak jauh dari pusat kota Bukittinggi. Tepatnya berada di bagian utara kota Bukittinggi, Kelurahan Manggis Gantiang, Kecamatan Mandiangin, Koto Salayan.
Sejak dulu, daerah itu memang dikenal penuh dengan kebun ubi dan sejenisnya. Sepertinya, kalau boleh dikatakan lebih awal, inilah yang melatar belakangi lahirnya Kerupuk Sanjai.
Berawal dari Tidak Sengaja
Kerupuk Sanjai awalnya berasal dari kegiatan amai / Ibu Jala, yang kerap membuat makanan berbahan dasar singkong. Ia sangat suka berinovasi mulai dari membuat kacimuih (perpaduan ketela pohon dan parutan kelapa) hingga coba memotong ubi kemudian digoreng.
Dan ternyata, berawal dari eksplorasi kuliner tersebut, didapati bisa menjadi kerupuk. Oleh karena itu, jadilah camilan tradisional Kerupuk Sanjai. demikian cerita salah seorang masyarakat Sanjai, Tuti Widya kepada RRI, Jumat (14/02/2020).
“Kerupuk Sanjai ini terjaga turun-temurun dari tahun ke tahun, dimasak oleh amai-amai (ibu-ibu) di daerah Sanjai hingga sekarang. Akan tetapi sekarang daerah lain sudah banyak yang membuatnya. Tapi yang jelas, aslinya, Kerupuk Sanjai berasal dari daerah Sanjai,” terang Tuti.
Sejarah pun saling bersambut, bahwa Kerupuk Sanjai ini sudah diperdagangkan masyarakat Sanjai sejak awal mula kemunculannya di Los Galuang, Pasa Ateh atau Pasar Atas Bukittinggi.
Kebetulan pasar tersebut merupakan pusat jual beli masyarakat yang datang dari berbagai daerah seperti Luhak Agam, Luhak Tanah Datar, dan Luhak Lima Puluh Kota.
“Masih jelas dalam ingatan, ketika saya masih kecil, di pusat pertokoan Pasa Ateh pada tahun 1970-an, orang–orang berjualan berbagai macam barang dagangan. Ada yang menjual pakaian, alat pertanian, alat rumah tangga, hingga makanan ringan khas Bukittinggi, yaitu Sanjai," kenang warga Agam, Amak Net (58) kepada RRI.
BACA JUGA: Kuliner Nasi Kapau Asal Sumbar jadi Daya Tarik Wisatawan
Sementara itu, salah seorang pedagang Pasar Atas Bukittinggi, Yeni Artati (58) ikut menuturkan, kebanyakan para penjual Kerupuk Sanjai yang ada saat ini sudah bukan warga asli Sanjai, yang justru hanya menjadi produsen 'belakang layar' saja.
“Untuk sekarang di Pasar Atas, warga Sanjai kebanyakan hanya memproduksi Kerupuk Sanjai saja dan di drop kepada penjual di sini," ucapnya lugu.
Seiring meningkatnya popularitas oleh-oleh khas Bukittinggi tersebut, akhirnya daerah Sanjai dijadikan sebagai Kampung Wisata Manggis Gantiang oleh pemerintah setempat.
Karupuak Sanjai dan Perjalanan Melintas Waktu
Warga yang tinggal di Sanjai rata-rata berprofesi sebagai perajin keripik singkong dan bahkan ada yang membuka toko oleh–oleh khas Bukittinggi di sepanjang jalan utama daerah tersebut.
Karena tergolong relatif mudah ditiru dan ditambah posisi Sanjai yang tidak berada pada akses masuk wisatawan, industri camilan khas ini berkembang luas ke luar daerah mulai dari yang terdekat ke Gantiang, di salah satu pinggiran jalan penghubung Bukittinggi dengan kota Pekanbaru, Provinsi Riau. Bahkan termasuk juga Padang Lua / luar di salah satu pinggiran jalan penghubung Bukittinggi dengan Padang.
Dengan semakin meluasnya pembuatan dan pemasaran, otomatis lahir inovasi berbeda dari aslinya. Jangan heran apabila varian rasa Kerupuk Sanjai pun semakin beragam, karena setiap Kabupaten/ Kota di ranah minang telah mengembangkan Kerupuk Sanjai dengan metode pengolahan yang berbeda–beda.
“Tapi positifnya, dengan adanya ikon Karupuak Sanjai khas daerah Bukittinggi yang saat ini telah berkembang di setiap daerah Sumatera Barat, secara tidak langsung akan melesatarikan warisan nenek moyang orang Kurai (sebutan lain untuk orang Bukittinggi) di bidang kuliner,” jelas Inyiak Syahrizal Dt Palang Gagah, Ketua Lembaga Kerapatan dan Alam Minangkabau kota Bukittinggi.
Dia menuturkan, warga Sanjai dipercaya oleh masyarakat Bukittinggi sebagai yang pertama kali secara turun–temurun mengembangkan singkong menjadi kerupuk.
Tapi pada kenyataannya, ada sedikit dilema di tengah perkembangan yang terjadi. Sebab, dengan kenyataan semakin luas Kerupuk Sanjai merambah luar daerah asalnya, telah membuat sebutan Karupuak Sanjai tidak lagi digunakan. Alasannya pasti karena memang tidak diproduksi oleh orang Sanjai, sehingga masing-masing daerah menggunakan nama berbeda walaupun berasal dari satu resep awal.
Berangkat dari hal ini, Inyiak Syahrizal DT Palang Gagah berharap dan mengimbau masyarakat luar daerah Sanjai yang tengah mengembangkan kuliner ini, agar tetap menggunakan istilah Kerupuk Sanjai serta tidak mengubahnya menjadi sebutan keripik balado supaya kelak generasi berikutnya akan terus mengingat asal muasal camilan khas kota bukittinggi itu.
Meski demikian, Kerupuk Sanjai tetap menjadi daya tarik wisata tersendiri di Kota Bukittinggi. Proses pembuatannya yang unik dari segi peralatan, perlengkapan, dan cara pembuatan yang dipertahankan secara tradisional, menjadi magnet kegiatan wisata yang berbeda bagi turis lokal dan mancanegara.
Sedikit harapan, bahwa dengan pengembangan pariwisata kreatif, wisatawan nantinya diharapkan tidak hanya menikmati Kerupuk Sanjai sebagai hasil akhir produksi, tetapi juga diajak menyaksikan proses produksi dan bisa belajar membuat Karupuak Sanjai yang tak lekang oleh waktu hingga kini.