https://awsimages.detik.net.id/visual/2018/12/18/4c00edaa-7b95-4f14-83d6-0545f0255506_169.jpeg?w=715&q=90
Foto: Arie Pratama

6 Tersangka Kasus Jiwasraya, Apa Saja Perannya?

by

Jakarta, CNBC Indonesia - Kejaksaan Agung (Kejagung) sudah menetapkan enam tersangka dalam kasus dugaan korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Bahkan Kejagung mengungkapkan potensi kerugian negara dari kasus ini bisa mencapai Rp 17 triliun dan besaran nilai sesungguhnya akan dihitung oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Nilai tersebut berasal dari penyidikan atas berkas selama 10 tahun, dari 2008 hingga 2018.

"Ya dari 2008 yang kita sidik tuh 2008 sampai 2018, sehingga kerugiannya cukup besar. Perkiraan kemungkinan sekitar angka Rp 17 triliun, tapi real di hitungan BPK-lah. Akan berkembang terus nanti," kata Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Febrie Adriansyah, di Jakarta, Jumat (14/2/2020).

Adapun sebanyak enam tersangka dari kasus Jiwasraya itu adalah Direktur Utama PT Hanson International Tbk. Benny Tjokrosaputro, Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Tbk Heru Hidayat, Direktur Keuangan Jiwasraya periode Januari 2013-2018 Hary Prasetyo.

Lalu Direktur Utama Jiwasraya periode 2008-2018 Hendrisman Rahim, eks Kepala Divisi Investasi Keuangan Jiwasraya Syahmirwan dan Direktur PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto.

https://awsimages.detik.net.id/community/media/visual/2020/01/08/1a85500e-6d2d-4cb4-9812-bb7911202c2b_169.jpeg?w=620
Foto: Konferensi pers BPK dan Kejagung terkait kasus Jiwasraya (CNBC Indonesia/Cantika Adinda Putri)

Lalu sejauh ini, apa saja peran dari para tersangka itu?

Febrie Adriansyah menjelaskan pada intinya adalah investasi saham. "Jadi awalnya Jiwasraya itu membeli saham atau reksa dana. Nah ini ternyata yang dibeli tidak liquid. Kenapa tidak liquid, ini kan memang saham yang kita ketahui fakta di alat bukti ini kan sudah yang digoreng-goreng sehingga mencapai angka yang tinggi," jelas Febrie.

Setelah itu, Jiwasraya membeli portofolio tersebut dengan mengabaikan semua analisis di internal perusahaan. "Nah ketika Jiwasraya membeli itu dengan mengabaikan semua analisis di internalnya maka pasti menimbulkan kerugian, kan itu."

"Nah bagaimana yang tadi disampaikan, bagaimana cara menggoreng ya pasti melibatkan banyak orang, banyak perusahaan itu saling beli. [Misal] saya beli ke dia, dia jual k esini, saya beli lagi. Terus begitu kan. Itu makanya penyidikan ini saya bilang dari awal kental dengan audit, karena ini transaksi sehingga kita gandeng temen-teman BPK di sini untuk bisa menelusuri," tegasnya.

"Jadi bukan kejahatan konvensional, bobol uang Jiwasraya dengan cara yang sekali transaksi, tidak. [Tapi] berkali-kali dalam waktu yang cukup lama," jelasnya.

[Gambas:Video CNBC]

Sebagai informasi, Kejagung, pada Desember tahun lalu menyebut potensi awal kerugian negara Jiwasraya Rp 13,7 triliun.

"Sebagai akibat transaksi tersebut, Jiwasraya sampai Agustus 2019 menanggung potensi kerugian negara sebesar Rp 13,7 triliun. Ini perkiraan awal. Jadi Rp 13,7 triliun hanya perkiraan awal dan diduga ini akan lebih dari itu," ucap Jaksa Agung ST Burhanuddin saat jumpa pers di Kejagung, Rabu (18/12/2019).

Adapun hasil temuan BPK soal kerugian negara oleh Jiwasraya pada awalnya mencapai Rp 10,4 triliun yang diinvestasikan dalam instrumen saham dan reksa dana.

Lebih lanjut Febrie menjelaskan angka sebesar Rp 17 triliun itu. "Itu teknis sekali lah perhitungan dari teman-teman auditor, tapi ini akan fix nya selesai di hitung bersama-sama. Iya belum real lah [ada potensi bertambah]."

(tas/tas)