Seandainya Dolar AS Tak Perkasa, Emas Bisa Melesat Lagi
by Putu Agus Pransuamitra, CNBC IndonesiaJakarta, CNBC Indonesia - Harga emas dunia nyaris stagnan dan bergerak dalam rentang sempit hingga awal perdagangan sesi Eropa Jumat (14/2/2020) setelah menguat 0,69% Kamis kemarin.
Pada pukul 15:13 WIB, emas diperdagangkan di level US$ 1.575,46/troy ons, dengan rentang perdagangan US$ 1.572,76 sampai 1.577,88/troy ons di pasar spot, melansir data Refinitiv.
Kenaikan emas pada Kamis kemarin dipicu oleh melonjaknya jumlah korban wabah virus corona atau yang diberi nama Covid-19.
Sehari sebelumnya atau pada Rabu (12/2/2020) muncul harapan akan segera berakhirnya wabah Covid-19 mampu mengangkat sentimen pelaku pasar. Penasihat medis terkemuka di China mengatakan penyebaran Covid-19 akan mencapai puncaknya di bulan ini. Itu artinya dalam beberapa bulan ke depan, wabah virus yang berasal dari kota Wuhan tersebut akan berakhir.
Hal tersebut diperkuat oleh Zhong Nanshan, epidemiolog China yang berhasil 'mengusir' SARS pada 2002-2003, memperkirakan penyebaran virus Corona akan selesai dalam sekitar dua bulan mendatang.
"Saya berharap kejadian ini bisa selesai sekitar April," ujar Zhong, sebagaimana diwartakan Reuters Rabu (12/2/2020).
Tetapi nyatanya jumlah pasien justru melonjak sejak Kamis kemarin. Berdasarkan data dari satelit pemetaan ArcGis, total korban meninggal akibat virus corona sebanyak 1.491 orang. Dari total tersebut, sebanyak dua orang yang meninggal di luar China. Covid-19 kini telah menjangkiti lebih dari 64.000 orang di seluruh dunia. Itu artinya dalam dua hari terjadi penambahan pasien lebih dari 15.000 orang.
Penambahan signifikan tersebut membuat sentimen pelaku pasar memburuk dan kembali masuk ke aset-aset aman (safe haven) seperti emas. Harga emas akhirnya menguat, dan berpotensi berlanjut pada hari ini seandainya dolar AS tidak sedang perkasa.
Sejak awal Februari indeks dolar, yang menjadi tolak ukur kekuatan mata uang Paman Sam, sudah menguat 1,78% dan saat ini berada di 99,12, yang merupakan level tertinggi sejak 8 Oktober 2019.
Emas merupakan aset yang dibanderol dengan dolar AS, ketika dolar AS menguat maka harganya menjadi lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya, dan permintaan berisiko menurun.
Sejak awal bulan ini data ekonomi AS memang dirilis cukup bagus yang membuat dolar AS perkasa. Pada pekan lalu Institute for Supply Management (ISM) melaporkan purchasing managers' index (ISM) bulan Januari naik menjadi 50,9 dari bulan sebelumnya 47,2. PMI menggunakan angka 50 sebagai ambang batas, di atas 50 berarti ekspansi, sementara di bawah berarti kontraksi.
Rilis data tersebut terbilang mengejutkan mengingat polling Reuters memprediksi kenaikan hanya ke 48,5 atau masih berkontraksi. Sementara itu dari sektor non manufaktur, ISM melaporkan peningkatan ekspansi menjadi 55,5, dari sebelumnya 55.
Kemudian Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan sepanjang Januari ekonomi AS menyerap 225.000 tenaga kerja, jauh lebih tinggi dari bulan sebelumnya 147.000 tenaga kerja. Tingkat tenaga kerja naik menjadi 3,6% naik dari bulan Desember 3,5%. Selain itu rata-rata upah per jam tumbuh 0,2% di bulan Januari dari bulan sebelumnya yang tumbuh 0,1%.
Rilis data yang bagus tersebut menguatkan sikap bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) untuk tidak lagi menurunkan suku bunga di tahun ini, dolar pun terus menunjukkan kekuatan.