Pengusaha Minta Penurunan Pajak Hotel untuk Atasi Dampak Virus Corona
Jumlah wisatawan asing turun setelah mewabahnya virus corona. Hal tersebut pun berpengaruh terhadap industri perhotelan.
by Rizky AlikaPerhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) meminta pemerintah menurunkan pajak hotel untuk menarik wisatawan. Hal itu untuk mendorong industri yang terdampak virus corona.
Menurut Wakil Ketua Umum PHRI Maulana, industri perhotelan bisa memberikan harga yang menarik kepada pengunjung bila diiringi dengan potongan pajak hotel dari pemerintah. "Misalnya pajak hotel diturunkan menjadi 3-5%. Jadi harga menarik untuk semua komponen," kata Yusran kepada Katadata.co.id, Jumat (14/2).
Dengan potongan pajak tersebut, beban yang dikenakan kepada pengunjung hotel akan ikut berkurang. Hotel pun dapat menarik pasar dengan paket wisata yang diikuti oleh promosi secara berkala.
Meski begitu, hingga kini belum ada diskusi dengan pemerintah terkait pengurangan pajak hotel. Padahal, pemerintah tengah menyusun strategi untuk mendorong industri hotel dan penerbangan setelah mewabahnya virus corona.
"Belum ada diskusi intens," ujar dia.
Menurut Yusran, penyebaran virus corona telah berdampak pada penurunan kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) asal Tiongkok, Malaysia, dan Singapura. Ia memperkirakan, dampak tersebut bisa meluas hingga penurunan wisman dari negara lainnya.
Ia juga mengatakan banyak pengunjung yang menunda perjalanan wisatanya saat awal penyebaran virus corona. Namun, ia belum mendata jumlah penurunan wisatawan tersebut.
(Baca: Dampak Virus Corona, Pengusaha Hotel Klaim Omzet Turun Hingga 30%)
Ketua PHRI Bali Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati mengatakan industri hotel di Bali kerap menghadapi situasi penurunan wisatawan. "Sudah pernah kami hadapi, mulai dari bom, SARS, bencana alam," ujar dia.
Berdasarkan pengalamannya, industri hotel sebaiknya tidak membanting harga dalam jumlah yang besar. Sebab, industri perhotelan akan sulit menaikkan harga saat kondisi sudah berangsur aman.
Wakil Gubernur Bali itu pun mengatakan setiap hotel telah memiliki harga batas bawah masing-masing. Oleh karena itu, ia menilai solusi untuk meningkatkan wisata ialah dengan pemberian insentif. "Misalnya hotel memberikan extra lunch atau dinner," katanya.
Sebelumnya, Kementerian Perhubungan menyatakan bakal melaporkan rumusan insentif penerbangan untuk maskapai kepada Presiden Joko Widodo pada pekan depan. Pemberian insentif ini seiring potensi kerugian yang dialami maskapai akibat lesunya usaha penerbangan serta mewabahnya virus corona.
"Akhir minggu ini atau awal minggu depan difinalkan, baru kami laporkan ke Presiden," kata Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi di Jakarta, Kamis (13/2).
Namun, sebelum usulan itu sampai ke presiden, pihaknya akan membahas terlebih dahulu dengan Kementerian Keuangan. Sebab, salah satu usulan insentif mencakup rencana pengurangan kewajiban penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
"Karena yang punya kewenangan untuk menetapkan dikurangi atau ditiadakan itu Kementerian Keuangan," katanya.
Adapun besaran PNBP yang harus dibayarkan saat pesawat itu mendarat sebesar Rp60 juta. Selain itu, insentif lain yang juga diusulkan untuk membantu pihak maskapai menghadapi penurunan penumpang berupa insentif biaya pendaratan (landing fee) atau pajak bandara (airpot tax) yang dikenakan langsung kepada penumpang melalui harga tiket.
Usulan-usulan tersebut menurutnya juga sudah didiskusikan bersama Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, operator penerbangan dan PHRI.
Berdasarkan pembahasan dengan Kemenpar, keduanya juga sepakat agar memberikan insentif atau membuat paket wisata antara maskapai dan hotel untuk membangkitkan sektor wisata dan penerbangan.
Pasalnya, jumlah penumpang baik dari maupun menuju Tiongkok turun drastis hingga 30% karena dampak virus corona. "Rata-rata segitu, tapi yang ke Jepang, Amerika, Korea enggak masalah," katanya.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama Kusubandio sebelumnya menyebutkan potensi kerugian di sektor pariwisata akibat serangan virus corona mencapai US$ 2,8 miliar atau setara Rp 38,2 triliun. “Karena ini angkanya masih bergerak, kita bisa tahu ruginya berapa kalau corona sudah berhenti. Kalau kita rata-ratakan setahun dari Tiongkok saja dengan dua juta jumlah wisatawan sudah US$ 2,8 miliar,” kata Wishnutama.
(Baca: Turis Asing Turun Akibat Corona, Luhut Janjikan Paket Wisata Domestik)