Pengguna Narkoba di Aceh Tembus 73 Ribu Jiwa, Bagaimana Kalau Ganja Dilegalkan ?
by Munjir PermanaKBRN, Banda Aceh : Pernyataan yang dilontarkan oleh Politisi dari PKS Rafli terkait usulan melegalkan ganja untuk komoditas ekspor menjadi polemik. Pasalnya narkotika jenis ganja ini masih dilarang peredarannya di Indonesia.
Disisi lain, angka pengguna narkoba baik jenis sabu maupun ganja di Aceh cukup fantastis. Siapkah masyarakat Aceh jika ganja dilegalkan?
Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Aceh mencatat jumlah pengguna narkoba di Aceh mencapai angka 73.201 jiwa. Pengguna narkoba itu berasal dari semua kalangan umur, namun yang paling dominan adalah generasi muda.
Tapi, dari angka 73 ribu lebih itu, yang telah menjalani rehabilitasi hanya 996 orang. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh BNN tersebut, angka pengguna narkoba di Aceh berada pada tahap yang cukup mengkhawatirkan. Artinya ada 72.285 pengguna narkoba di Aceh belum bisa direhab.
Menanggapi hal tersebut, Plt Kepala Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Aceh Amanto saat dimintai keterangan menyebutkan, adanya wacana untuk melegalkan ganja sebuah usulan yang cukup disayangkan.
Padahal, BNN saat ini tengah gencar-gencarnya memberantas peredaran narkoba jenis ganja di provinsi paling ujung barat Indonesia itu.
"Kita tengah gencar menurunkan angka penggunaan narkoba, sementara ada usulan untuk dilegalkan ganja. Kalau kami dari BNNP Aceh tidak sependapat. Artinya, kita melarang karena masyarakat Aceh belum siap,” kata Amanto, di Banda Aceh, Jumat (31/1/2020).
Menurutnya, masyarakat Aceh belum siap jika dilegalkan ganja karena khawatir akan disalahgunakan.
"Kita khawatir masyarakat Aceh menyalahgunakan tanaman tersebut. Karena belum sepenuhnya masyarakat sadar akan tanaman terlarang itu. Memang perlahan masyarakat Aceh mulai sadar. Akan tetapi, jika itu dilegalkan takutnya disalahgunakan oleh sebagian masyarakat yang belum sadar,” ungkapnya.
Soal regulasi, menurut Amanto, perlu diatur juga agar jelas. "Jika itu memang harus dilegalkan maka harus ada regulasi yang jelas dan tetap dalam pengawasan petugas.
“Itu harus ada regulasi yang jelas, pengawasannya bagaimana, terus soal lokasi tempat tertentu serta dalam pengawasan siapa yang berwenang untuk mengawasi,” pungkasnya.
Permasalahan lain yang ditimbulkan akibat dampak negatif penggunaan narkotika ini adalah, pengguna harus menjalani rehabilitasi secara berkala. Sementara, menurut BNNP, di Aceh sendiri belum ada fasilitas lengkap seperti rumah sakit untuk korban pecandu narkoba.
"Belum ada, yang ada hanya panti rehab atau rumah rehab milik swasta. Sementara di kantor BNN Aceh sendiri juga ada klinik namun tidak bisa rawat inap, ini tentu menjadi perhatian kita bersama betapa bahaya narkoba telah merusak manusia," ujarnya.
Sebelumnya, Politisi PKS, asal Aceh Rafli mengusulkan agar pemerintahan Presiden Joko Widodo melegalkan tanaman ganja sebagai komoditas ekspor. Hal itu dikatakan Rafli saat menyampaikan usulannya kepada Menteri Perdagangan, Agus Supramanto dalam rapat kerja Komisi IV DPR RI di Jakarta, Kamis (30/1/2020).
Menurut Rafli, ganja menjadi potensi ekspor yang besar, mengingat tanah Aceh merupakan daerah yang subur ditanami ganja.
"Ganja entah itu untuk kebutuhan farmasi, untuk apa saja, jangan kaku kita, harus dinamis berpikirnya. Jadi, ganja ini di Aceh tumbuhnya itu mudah," katanya seperti dilansir CNN Indonesia.
Politikus dari daerah asal pemilihan Aceh itu meminta pemerintah untuk melihat potensi yang ada dan dicari pasar luar negeri.
Bahkan dirinya menawarkan diri untuk membantu proses ini ke depannya. Misalnya, mencarikan lahan jika diperlukan.
"Jadi ganja ini adalah konspirasi global, dibuat ganja nomor 1 bahayanya. Narkotika yang lain dibuat nomor sekian. Padahal, yang paling sewot dan gila sekarang masuk penjara itu bukan orang ganja," jelasnya.