Pendiri Negara Nusantara Ajukan Penangguhan Penahanan
by , https://www.facebook.com/CNNIndonesiaJakarta, CNN Indonesia -- Tersangka kasus dugaan makar Yudi Syamhudi Suyuti mengajukan penangguhan penahanan ke Bareskrim Mabes Polri. Penangguhan penahanan diuajukan melalui kuasa hukumnya, Nandang Wira Kusuma. Yudi adalah pendiri Negara Rakyat Nusantara yang ditangkap atas dugaan makar
Penangguhan itu, kata Nandang diajukan lantaran Yudi merupakan seorang mantan dosen dan memiliki keluarga sebagai tanggungan.
"Betul, baru kami serahkan (penangguhan penahanan). Dia sebagai kepala keluarga, ada yang harus ditanggung. Kemudian juga dia ada kerjaan juga yang dia harus urus," kata Nandang kepada wartawan di Bareskrim Mabes Polri, Jumat (31/1).
Selama masa penangguhan, kuasa hukum Yudi menjelaskan bahwa kliennya tetap akan mengikuti prosesa hukum. Ia menjanjikan pihaknya kooperatif selama menjalani pemeriksaan.
"Kapan pun kami dipanggil 24 jam selalu siap," kata dia.
Perkara ini bermula dari sebuah laporan yang teregister dalam LP/B/0041/I/2020/Bareskrim pada 22 Januari 2020. Laporan tersebut terkait video yang diunggah Yudi di Youtube pada 27 Oktober 2015 dan sudah dilihat oleh 18.000 orang dan disukai oleh 49 orang.
Video tersebut diindikasikan berkaitan dengan pengajakan untuk membubarkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) untuk digantikan dengan Negara Rakyat Nusantara.
Polisi pun menindaklanjuti dengan menangkap Yudi atas dugaan makar. Saat penangkapan polisi menyita barang bukti berupa satu buah flashdisk berisi rekaman video tersangka, satu ponsel Samsung milik tersangka, dan satu lembar hasil tangkapan layar video pernyataan tersangka.
"Yudi Syamhudi Suyuti memberikan pernyataan sikap atas NKRI menggunakan nama Negara Rakyat Nusantara yang kemudian diunggah dalam link Youtube Channel," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Brigjen Pol Argo Yuwono saat dikonfirmasi.
Atas perbuatannya itu, polisi menjerat Yudi dengan Pasal 110 KUHP Jo Pasal 107 KUHP Jo Pasal 87 KUHP dan atau Pasal 207 KUHP dan atau Pasal 14 dan atau Pasal 15 Undang-undang No. 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. (mjo/wis)