Coronavirus : Selain Kelelawar, Penyebar Wabah Dipastikan Tikus dan Ular
by Miechell Octovy KoagouwKBRN, Beijing : Sekretaris Jenderal Yayasan Konservasi Keanekaragaman Hayati dan Pembangunan Hijau Cina (CBCGDF), Jinfeng Zhou mengatakan, larangan atau penutupan sementara terhadap pasar satwa liar di China, khususnya pasar Huanan di kota Wuhan yang disebutkan pemerintah China sebagai awal penyebaran virus Corona tidak bisa mengatasi akar permasalahannya.
"Larangan sementara ini tidak cukup. Perdagangan harus dilarang tanpa batas waktu, setidaknya sampai aturan baru diberlakukan. Kami memiliki penyakit serupa yang disebabkan oleh perdagangan satwa liar ilegal dan jika kami tidak melarang perdagangan, penyakit ini akan terjadi lagi," ucap Zhou kepada The Guardian, Kamis (30/1/2020).
Menurut Zhou, penyebab wabah yang telah merenggut ratusan korban jiwa adalah jawaban atas regulasi yang buruk dan tingginya tingkat perdagangan ilegal akan satwa-satwa liar eksotis. Padahal, virus mirip flu tersebut sebelumnya telah diyakini pemerintah China muncul dari pasar makanan laut Huanan di kota industri Wuhan dimana hewan liar seperti ular, landak dan trenggiling disimpan hidup-hidup di kandang kecil sambil menunggu untuk dijual sebagai makanan manusia.
BACA JUGA: Penyebar Coronavirus, Aktivis Ingin Pasar Satwa Liar Ditutup Permanen
Sementara itu, Christian Walzer, kepala dokter hewan global untuk Wildlife Conservation Society lebih keras menyikapi larangan sementara terhadap pasar hewan liar eksotis unutk konsumsi manusia di China. Dirinya mengutarakan, larangan sementara tersebut sebenarnya sudah merupakan langkah awal yang sangat penting dalam mewujudkan perdagangan satwa liar China ilegal secara permanen.
“Manusia menjadi sakit karena makan atau terpapar satwa liar di pasar-pasar seperti ini (Huanan). Populasi satwa liar sedang dikuras karena mereka diburu untuk pasar ini," ujar Walzer.
Akan tetapi, ia mengingatkan, bahwa pelarangan hewan satwa liar ini nantinya secara ekonomi dapat meningkatkan biaya protein hewani dasar (hewan ternak jinak seperti ayam dan babi) untuk penduduk yang masuk golongan miskin.
Seorang pejabat di China sebelumnya mengutarakan, larangan secara nasional untuk perdagangan hewan liar bagi kepentingan konsumsi manusia tersebut berarti perdagangan hewan liar tidak akan diizinkan di pasar, restoran, atau di situs e-commerce, sampai wabah Coronavirus berakhir.
BACA JUGA: Update Coronavirus : Korban Tewas Jadi 213 Orang di Tiongkok, WHO Rilis Global Emergency
Sudah jelas larangan itu sementara waktu saja. Dan jika wabah Coronavirus berakhir, bisa dibuka kembali pasar bebas memperdagangkan satwa liar untuk dikonsumsi manusia. Hal inilah yang tidak diinginkan serta sangat ditentang aktivis lingkungan dan pecinta hewan.
Hewan Pembawa Coronavirus Bukan Hanya Kelelawar
Pada 2002–3, Sindrom Pernafasan Akut Parah (SARS), yang merupakan salah satu jenis Coronavirus, menyebar ke seluruh Tiongkok dan berlanjut hingga membunuh 800 orang di seluruh dunia. Pada saat itu, juga dilakukan larangan sementara untuk pasar hewan liar, dan kelelawar kemudian ditemukan sebagai sumbernya.
Dan untuk Coronavirus sebagai wabah terbaru, pemerintah China telah menetapkan beberapa hewan liar selain kelelawar sebagai penyebabnya, yakni luwak, ular, dan tikus.
BACA JUGA: Virus Corona Diduga dari Pasar Huanan, Jual Ular dan Koala untuk Dimakan
Kepala Kedokteran Hewan di University of Cambridge, Prof James Wood mengatakan, larangan perdagangan satwa liar saat ini tidak akan mengurangi penyebaran wabah Coronavirus. Karena, menurutnya, penyebaran virus kali ini sudah terbukti sebagai "peristiwa spillover tunggal untuk manusia, diikuti oleh penularan dari manusia ke manusia". Dengan kata lain, Wood coba mengingatkan, bahwa yang paling berbahaya adalah bagaimana virus tersebut menular dari manusia ke manusia lainnya.
Sementara sebagian besar orang akan sangat mendukung larangan pemasaran hewan liar yang hidup, kata dia, tidak mudah juga menerapkan aturan larangan pada jenis perdagangan yang sudah berlangsung sejak lama di masyarakat, contohnya di pasar satwa liar Huanan, Wuhan.
Wood menambahkan, Jinfeng Zhou membuat pernyataan yang berdasarkan pada pengetahuan rinci tentang situasi pasar satwa liar di Tiongkok. Sehingga harus diperhatikan kerangka kerja yang jelas pengembangan serta implementasinya. Karena jika tidak, bisa saja pelarangan pasar penjualan satwa liar berubah menjadi penjualan hewan liar di pasar-pasar hewan yang tumbuh besar di penangkaran, atau dengan kata lain hewan ternak pada umumnya.
BACA JUGA: Virus Corona : Ini Kesamaan Pasar Tomohon dan Huanan Kota Wuhan
Pada bagian lain, larangan sementara akan pasar hewan liar ini dapat menimbulkan dampak positif ketika China bersiap untuk menjadi tuan rumah Konvensi besar Keanekaragaman Hayati di Kunming, Oktober 2020 mendatang. ACara besar itu merupakan kesempatan bagi para pemimpin dunia untuk menyetujui rencana aksi baru untuk menghentikan kepunahan global dalam dekade berikutnya. Secara global, 8.775 spesies terancam punah akibat perdagangan ilegal, menurut makalah 2019 yang diterbitkan dalam Science.
Steven Galster, pendiri kelompok anti perdagangan satwa liar, Freeland, mengucapkan selamat kepada pemerintah Tiongkok karena telah mengambil langkah berani untuk melarang perdagangan satwa liar.
"Dan kita harus mendorong Tiongkok untuk menjaga larangan ini di tempat secara permanen. Larangan berkelanjutan akan menyelamatkan nyawa manusia, dan berkontribusi pada pemulihan populasi satwa liar di seluruh dunia," tutup Galster.
Sumber : Phoebe Weston dan Michael Standaert di Sichuan
Foto : Courtesy of SAM of Weibo/TheGuardian