Penyebar Coronavirus, Aktivis Ingin Pasar Satwa Liar Ditutup Permanen

by
http://imgcdn.rri.co.id/thumbs/berita_779666_800x600_satwa_liar_untuk_konsumsi_diperdagangkan_di_Huanan_Foto_Kin_Cheung_Reuters.jpg
Penyebar Coronavirus, Aktivis Ingin Pasar Satwa Liar Ditutup Permanen
http://imgcdn.rri.co.id/thumbs/berita_779666_800x600_Daftar_Harga_Pasar_Huanan_Courtesy_of_SAM_Weibo.jpg
Penyebar Coronavirus, Aktivis Ingin Pasar Satwa Liar Ditutup Permanen

KBRN, Beijing : Larangan sementara untuk pasar satwa liar di China, khususnya pasar Huanan di jota Wuhan, provinsi Hubei, China, yang dimaksudkan untuk mencegah penyebaran virus Corona dinilai tidaklah cukup karena seharusnya larangan dibuat permanen. Demikian kata seorang pimpinan aktivis lingkungan terkemuka Tiongkok kepada The Guardian, Kamis (30/1/2020).

Melanjutkan seruan para ahli di seluruh dunia yang mengecam perdagangan satwa liar di Wuhan karena dampaknya yang merusak pada keanekaragaman hayati serta penyebaran penyakit, sekretaris jenderal Yayasan Konservasi Keanekaragaman Hayati dan Pembangunan Hijau Cina (CBCGDF), Jinfeng Zhou mengatakan larangan sementara tidak bisa mengatasi akar permasalahannya.

Penyebab wabah yang telah merenggut ratusan korban jiwa adalah jawaban atas regulasi yang buruk dan tingginya tingkat perdagangan ilegal akan satwa-satwa liar eksotis.

BACA JUGA: Rantai Penularan Coronavirus : Hewan Liar - Manusia - Sesama Manusia

Virus mirip flu diyakini telah muncul dari pasar makanan laut Huanan di kota industri Wuhan dimana hewan liar seperti ular, landak dan trenggiling disimpan hidup-hidup di kandang kecil sambil menunggu untuk dijual sebagai makanan manusia. 

Seorang pejabat di China sebelumnya mengutarakan, larangan secara nasional itu berarti perdagangan hewan liar tidak akan diizinkan di pasar, restoran, atau di situs e-commerce, sampai wabah Coronavirus berakhir. Demikian diungkapkan pejabat China pekan lalu.

Itu artinya dilarang untuk sementara. Dan jika wabah Coronavirus berakhir, bisa dibuka kembali pasar bebas memperdagangkan satwa liar untuk dikonsumsi manusia. Hal inilah yang tidak diinginkan serta sangat ditentang aktivis lingkungan dan pecinta hewan.

"Larangan sementara ini tidak cukup. Perdagangan harus dilarang tanpa batas waktu, setidaknya sampai aturan baru diberlakukan. Kami memiliki penyakit serupa yang disebabkan oleh perdagangan satwa liar ilegal dan jika kami tidak melarang perdagangan, penyakit ini akan terjadi lagi," ucap Zhou kepada The Guardian.

BACA JUGA: Virus Corona Diduga dari Pasar Huanan, Jual Ular dan Koala untuk Dimakan

China memiliki undang-undang perlindungan satwa liar yang diadopsi pada 1988, tetapi daftar hewan liar yang dilindungi belum diperbarui selama tiga dekade dan kritikus mengatakan pihak berwenang tidak berbuat banyak untuk menegakkannya. CBCGDF yang berdiri pada 1985 dan merupakan salah satu organisasi margasatwa tertua di Tiongkok, melobi untuk undang-undang perlindungan keanekaragaman hayati baru untuk melindungi satwa liar negara dengan baik.

"Pengumuman pejabat China pekan lalu tidak memiliki peraturan yang jelas tentang manajemen, kontrol, dan hukuman. Jika tidak ada aturan, harus ada serangkaian tanggung jawab agar para pejabat mengendalikan perdagangan," sambung Zhou.

Larangan sementara telah memperjelas kekhawatiran dan dugaan bahwa perdagangan satwa liar China tidak diatur dengan baik, mengingat keinginan negara akan pengembangan obat-obatan tradisional dan selera konsumsi makanan eksotis. Untuk diketahui, pasar makanan laut Huanan yang ditutup pada 1 Januari lalu, memperdagangkan 30 spesies hewan, termasuk anak anjing serigala hidup, salamander, jangkrik emas, musang, dan tikus bambu.

Semua hewan yang dijual di pasar hewan ini sering disimpan (dalam sangkar/kandang) yang sangat kotor dan dibiarkan membusuk dalam limbah kotoran mereka sendiri, yang berarti hewan-hewan tersebut menginkubasi penyakit yang kemudian dapat menyebar ke sesamanya hingga populasi manusia. Pasar serupa ditemukan di seluruh negeri dan telah menjadi sumber wabah di masa lalu.

Sumber : Phoebe Weston dan Michael Standaert di Sichuan
Foto : Reuters/Kin Cheung & Courtesy of SAM of Weibo/TheGuardian