Peringkat Indonesia Naik ke BBB+, Pasar SUN Tetap Terkoreksi
by Irvin Avriano Arief, CNBC IndonesiaJakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi rupiah pemerintah turun tipis meski Indonesia mengalami kenaikan peringkat utang dari Japan Credit Rating Agency menjadi BBB+. Padahal, kenaikan peringkat mencerminkan semakin kecilnya risiko investasi di Indonesia yang semestinya memompa sentimen positif di pasar.
Turunnya harga surat utang negara (SUN) itu tidak senada dengan apresiasi yang terjadi di pasar surat utang pemerintah negara lain. Data Refinitiv menunjukkan terkoreksinya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menaikkan tingkat imbal hasilnya (yield).
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder, sehingga ketika harga naik maka akan menekan yield turun, begitupun sebaliknya. Yield yang menjadi acuan keuntungan yang didapat investor juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum. Keempat seri yang menjadi acuan pasar adalah FR0081 bertenor 5 tahun, FR0082 bertenor 10 tahun, FR0080 bertenor 15 tahun, dan FR0083 bertenor 20 tahun.
Seri acuan yang paling melemah adalah FR0080 yang bertenor 15 tahun dengan kenaikan yield 2,1 basis poin (bps) menjadi 7,16%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Yield Obligasi Negara Acuan 31 Jan'20 | |||||
Seri | Jatuh tempo | Yield 30 Jan'20 (%) | Yield 31 Jan'20 (%) | Selisih (basis poin) | Yield wajar PHEI 31 Jan'21 (%) |
FR0081 | 5 tahun | 6.009 | 6.007 | -0.20 | 5.9854 |
FR0082 | 10 tahun | 6.645 | 6.645 | 0.00 | 6.6598 |
FR0080 | 15 tahun | 7.139 | 7.16 | 2.10 | 7.1458 |
FR0083 | 20 tahun | 7.348 | 7.332 | -1.60 | 7.3283 |
Sumber: Refinitiv
Koreksi pasar obligasi pemerintah hari ini tercermin pada harga obligasi wajarnya, di mana indeks INDOBeX Government Total Return milik PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI/IBPA) masih melemah. Indeks tersebut turun 0,33 poin (0,12%) menjadi 275,97 dari posisi kemarin 276,3.
Pelemahan SBN hari ini juga membuat selisih (spread) yield obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan yield surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 508 bps, menyempit dari posisi kemarin 509 bps. Yield US Treasury 10 tahun naik tipis 0,3 bps dan relatif flat pada 1,55% dari posisi kemarin.
Terkait dengan pasar US Treasury, saat ini masih terjadi inversi yield pasangan seri 3 bulan-5 tahun, 2 tahun-5 tahun, dan 3 bulan-10 tahun, meningkat dari situasi awal di mana investasi hanya terjadi pada seri 3 bulan-5 tahun ketika kekhawatiran virus corona Wuhan muncul di pertengahan bulan. Inversi adalah kondisi lebih tingginya yield seri lebih pendek dibanding yield seri lebih panjang.
Inversi tersebut membentuk kurva yield terbalik (inverted yield curve), yang menjadi cerminan investor yang lebih meminati US Treasury seri panjang dibanding yang pendek karena menilai akan terjadi kontraksi jangka pendek, sekaligus indikator adanya potensi tekanan ekonomi bahkan hingga krisis.
Yield US Treasury Acuan 31 Jan'20 | |||||
Seri | Benchmark | Yield 30 Jan'20 (%) | Yield 31 Jan'20 (%) | Selisih (Inversi) | Satuan Inversi |
UST BILL 2019 | 3 Bulan | 1.57 | 1.572 | 3 bulan-5 tahun | 19.2 |
UST 2020 | 2 Tahun | 1.391 | 1.389 | 2 tahun-5 tahun | 0.9 |
UST 2021 | 3 Tahun | 1.362 | 1.364 | 3 tahun-5 tahun | -1.6 |
UST 2023 | 5 Tahun | 1.377 | 1.38 | 3 bulan-10 tahun | 1.2 |
UST 2028 | 10 Tahun | 1.555 | 1.56 | 2 tahun-10 tahun | -17.1 |
Sumber: Refinitiv
Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu (DJPPR) terakhir menunjukkan investor asing menggenggam Rp 1.084,33 triliun SBN, atau 38,98% dari total beredar Rp 2.781 triliun berdasarkan data per 29 Januari.
Angka itu menunjukkan kepemilikan investor asing masih keluar dari pasar SUN senilai Rp 7,69 triliun sejak akhir pekan lalu, sedangkan sejak awal bulan atau awal tahun masih surplus Rp 22,47 triliun.
Dari pasar surat utang negara berkembang dan negara maju mengalami penguatan harga, sehingga yield mayoritas obligasi negara turun.
Hal tersebut mencerminkan investor global sedang memburu obligasi pemerintah karena sedang dibekap sentimen negatif virus corona Wuhan, terkait dengan sifat instrumen utang yang dinilai lebih aman dibanding pasar ekuitas.
Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Negara Maju & Berkembang | |||
Negara | Yield 30 Jan'20 (%) | Yield 31 Jan'20 (%) | Selisih (basis poin) |
Brasil (BB-) | 6.73 | 6.74 | 1.00 |
China (A+) | 3.053 | 3.05 | -0.30 |
Jerman (AAA) | -0.407 | -0.417 | -1.00 |
Prancis (AA) | -0.149 | -0.155 | -0.60 |
Inggris Raya (AA) | 0.544 | 0.527 | -1.70 |
India (BBB-) | 6.557 | 6.6 | 4.30 |
Jepang (A) | -0.063 | -0.055 | 0.80 |
Malaysia (A-) | 3.144 | 3.141 | -0.30 |
Filipina (BBB) | 4.662 | 4.575 | -8.70 |
Rusia (BBB) | 6.26 | 6.27 | 1.00 |
Singapura (AAA) | 1.59 | 1.605 | 1.50 |
Thailand (BBB+) | 1.34 | 1.32 | -2.00 |
Amerika Serikat (AAA) | 1.555 | 1.558 | 0.30 |
Afrika Selatan (BB+) | 9.005 | 8.995 | -1.00 |
Sumber: Refinitiv
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/irv)