Inikah Nama Asli Candi Borobudur? Begini Sejarahnya

by
https://awsimages.detik.net.id/customthumb/2019/12/22/1025/img_20191222153018_5dff299a92320.jpeg?w=600&q=90
https://awsimages.detik.net.id/customthumb/2019/12/22/1025/img_20191222153018_5dff299ab1d88.jpeg?w=600&q=90
https://awsimages.detik.net.id/customthumb/2019/12/22/1025/img_20191222153018_5dff299acaea2.jpeg?w=600&q=90
https://awsimages.detik.net.id/customthumb/2019/12/22/1025/img_20191222153018_5dff299ae491e.jpeg?w=600&q=90
https://awsimages.detik.net.id/customthumb/2019/12/22/1025/img_20191222153019_5dff299b1039d.jpeg?w=600&q=90

detikTravel Community - Borobudur adalah candi Buddha yang berlokasi di Magelang, Jawa Tengah, Indonesia. Lokasi candi kira-kira 100 km ke barat daya Semarang, 86 km ke barat Surakarta, dan 40 km ke barat laut Yogyakarta.

Kuil berbentuk stupa ini didirikan oleh umat Buddha Mahayana sekitar tahun 800 Masehi pada masa pemerintahan dinasti Syailendra. Borobudur adalah candi Buddha terbesar di dunia, serta salah satu monumen Buddha terbesar di dunia.

Monumen ini terdiri dari enam teras berbentuk persegi di mana ada tiga halaman melingkar, dindingnya dihiasi dengan 2.672 panel relief dan awalnya ada 504 patung Buddha. Borobudur memiliki koleksi relief Buddha yang paling lengkap dan paling luas di dunia.

Stupa utama terbesar terletak di tengah dan memahkotai bangunan ini, dikelilingi oleh tiga garis melingkar dari 72 stupa berongga di mana ada patung Buddha duduk bersila dalam posisi lotus sempurna dengan mudra (sikap tangan) Dharmachakra mudra (memutar roda dharma).

Monumen ini adalah model alam semesta dan dibangun sebagai tempat suci untuk memuliakan Sang Buddha dan juga berfungsi sebagai tempat ziarah untuk membimbing umat manusia untuk bergerak dari dunia nafsu menuju pencerahan dan kebijaksanaan sesuai dengan ajaran Buddha. Peziarah masuk melalui sisi timur untuk memulai ritual di dasar kuil dengan berjalan di sekitar bangunan suci dengan arah searah jarum jam, sambil terus naik ke langkah berikutnya melalui tiga tingkat ranah dalam kosmologi Buddhis.

Tiga tingkat itu adalah Kamadhtu (alam nafsu), Rupadhatu (alam bentuk), dan Arupadhatu (alam tidak berwujud). Dalam perjalanan ini para peziarah berjalan melalui serangkaian lorong dan tangga dengan menonton tidak kurang dari 1.460 panel relief indah yang diukir di dinding dan langkan.

Menurut bukti sejarah, Borobudur ditinggalkan pada abad ke-14 ketika pengaruh melemahnya kerajaan Hindu dan Buddha di Jawa dan dimulainya pengaruh Islam. Dunia mulai menyadari keberadaan bangunan ini sejak ditemukan pada tahun 1814 oleh Sir Thomas Stamford Raffles, yang pada saat itu menjabat sebagai Gubernur Jenderal Inggris di Jawa.

Sejak itu Borobudur telah mengalami serangkaian upaya penyelamatan dan restorasi. Proyek restorasi terbesar diadakan pada periode 1975 hingga 1982 di bawah upaya pemerintah Republik Indonesia dan UNESCO, maka situs bersejarah ini dimasukkan dalam daftar Situs Warisan Dunia.

Borobudur masih digunakan sebagai tempat ziarah keagamaan. Setiap tahun umat Buddha yang datang dari seluruh Indonesia dan luar negeri berkumpul di Borobudur untuk memperingati Waisak Trisuci. Dalam dunia pariwisata, Borobudur adalah satu-satunya objek wisata di Indonesia yang paling banyak dikunjungi oleh wisatawan.

Stupa Borobudur dengan Bukit Menoreh. Selama berabad-abad bangunan suci ini dilupakan.

Di Indonesia, bangunan keagamaan kuno disebut kuil, istilah candi juga digunakan secara lebih luas untuk merujuk ke semua bangunan kuno yang berasal dari periode Hindu-Buddha di pulau-pulau, misalnya gerbang, gerbang, dan petirtaan (kolam dan pancuran).

Asal usul nama Borobudur tidak jelas, meskipun nama asli sebagian besar candi di Indonesia tidak diketahui. Nama Borobudur pertama kali ditulis dalam buku History of Java oleh Sir Thomas Raffles. Raffles menulis tentang sebuah monumen yang disebut Borobudur, tetapi tidak ada dokumen yang lebih tua yang menyebutkan nama yang persis sama.

Satu-satunya teks Jawa kuno yang memberikan petunjuk tentang keberadaan bangunan suci Buddha yang mungkin merujuk ke Borobudur adalah Nagarakretagama, yang ditulis oleh Mpu Prapanca pada tahun 1365.

Nama Bore-Budur, yang kemudian ditulis oleh BoroBudur, mungkin ditulis oleh Raffles dalam tata bahasa Inggris untuk merujuk ke desa terdekat dengan kuil, yaitu Desa Bore (Boro). Sebagian besar candi sering dinamai desa tempat mereka berdiri. Raffles juga curiga bahwa kata Budur mungkin terkait dengan istilah Buda dalam bahasa Jawa yang berarti kuno yang berarti Boro kuno. Namun, arkeolog lain menganggap bahwa nama Budur berasal dari istilah bhudhara yang berarti gunung.

Banyak teori yang berusaha menjelaskan nama candi ini. Salah satu dari mereka menyatakan bahwa nama ini mungkin berasal dari kata Sambharabhudhara, yang berarti gunung (bhudara) di mana lereng terletak di teras.

Selain itu ada beberapa etimologi rakyat lainnya. Misalnya kata borobudur berasal dari kata para Buddha yang karena perubahan suara menjadi borobudur. Penjelasan lain adalah bahwa nama ini berasal dari dua kata batu bara dan beduhur.

Kata bara dikatakan berasal dari kata biara, sementara ada juga penjelasan lain di mana bara berasal dari Bahasa Sansekerta yang berarti kompleks candi atau biara dan beduhur berarti tinggi atau mengingatkan pada Bahasa Bali yang berarti di atas. Jadi niatnya adalah biara atau rumah kos yang terletak di tanah tinggi.

Sejarawan J.G. de Casparis dalam disertasinya untuk mendapatkan gelar doktor pada 1950 berpendapat bahwa Borobudur adalah tempat ibadah. Berdasarkan prasasti Karangtengah dan Tri Tepusan, Casparis memperkirakan bahwa pendiri Borobudur adalah raja Mataram dari dinasti Syailendra bernama Samaratungga, yang melakukan pembangunan sekitar 824 Masehi.

Pembangunan Borobudur diperkirakan memakan waktu setengah abad. Prasasti Karangtengah juga menyebutkan pemberian sima (tanah bebas pajak) oleh Kahulunan (Pramudawardhani) untuk melestarikan KamIn yang disebut Bhmisambhra.

Istilah Kamln sendiri berasal dari kata awal yang berarti tempat asal, sebuah bangunan suci untuk memuliakan leluhur, mungkin leluhur Bhmisambhra. Casparis memperkirakan bahwa Bhmi Sambhra Bhudhra dalam Bahasa Sansekerta yang berarti Bukit sepuluh tingkat kebajikan bodhisattva adalah nama asli Borobudur.

Borobudur, Pawon, dan Mendut terletak di garis lurus yang menunjukkan kesatuan simbol

Terletak sekitar 40 kilometer (25 mil) barat laut kota Yogyakarta, Borobudur terletak di sebuah bukit di dataran yang dikelilingi oleh dua pasang gunung kembar, Gunung Sindoro-Sumbing di barat laut dan Merbabu-Merapi di timur laut, di utara ada Bukit Tidar, lebih dekat ke selatan ada Perbukitan Menoreh.

Candi Borobudur ini terletak di dekat pertemuan dua sungai yaitu Sungai Progo dan Sungai Elo di timur laut. Menurut legenda Jawa, daerah yang dikenal sebagai dataran Kedu adalah tempat yang dianggap sakral dalam kepercayaan orang Jawa dan disebut sebagai 'Taman Pulau Jawa' karena keindahan alam dan kesuburan tanahnya.

Selain Borobudur, ada beberapa candi Buddha dan Hindu di daerah ini. Selama penemuan dan pemulihan awal abad ke-20 candi Buddha lainnya ditemukan, yaitu Candi Mendut dan Pawon yang membentang dalam garis lurus.

Awalnya ini dianggap sebagai kebetulan, tetapi berdasarkan cerita rakyat setempat, dulu ada jalan berlapis batu yang dipagari oleh langkan di kedua sisi yang menghubungkan ketiga candi ini. Tidak ada bukti fisik tentang keberadaan jalan raya yang dibatasi oleh bebatuan dan dipagari, dan mungkin ini hanya dongeng, tetapi para ahli menduga benar-benar ada simbol persatuan tiga kuil.

Tiga candi ini (Borobudur-Pawon-Mendut) memiliki gaya arsitektur dan dekorasi yang serupa dan memang berasal dari periode yang sama yang memperkuat dugaan adanya hubungan ritual antara ketiga candi ini. Hubungan suci harus ada, tetapi bagaimana proses ziarah keagamaan dilakukan tidak diketahui dengan pasti.

Selain Candi Mendut dan Pawon, di sekitar Borobudur juga ditemukan beberapa peninggalan kuno lainnya, termasuk berbagai temuan tembikar seperti pot dan kendi yang menunjukkan bahwa di sekitar Borobudur dulu ada beberapa daerah pemukiman. Penemuan arkeologi di sekitar Borobudur sekarang disimpan di Museum Borobudur Karmawibhangga, yang terletak di utara candi di sebelah Museum Samudra Raksa.

Tidak jauh di utara Candi Pawon, reruntuhan bekas kuil Hindu yang disebut Kuil Banon ditemukan. Di candi ini ditemukan beberapa patung dewa Hindu utama dalam kondisi yang cukup baik yaitu Siwa, Wisnu, Brahma, dan Ganesha. Namun, batu asli Kuil Banon yang ditemukan sangat sedikit sehingga rekonstruksi tidak mungkin dilakukan.

Ketika ditemukan, patung-patung Banon diangkut ke Batavia (sekarang Jakarta) dan sekarang disimpan di Museum Nasional Indonesia. Tidak seperti candi lain yang dibangun di tanah datar, Borobudur dibangun di atas bukit di ketinggian 265 meter di atas permukaan laut dan 15 meter di atas dasar danau kuno yang telah kering.

Keberadaan danau kuno ini menjadi masalah perdebatan sengit di antara para arkeolog di abad ke-20 dan menimbulkan kecurigaan bahwa Borobudur dibangun di tepi atau bahkan di tengah danau. Pada tahun 1931, seorang seniman dan pakar arsitektur Buddha Hindu, W.O.J. Nieuwenkamp, mengajukan teori bahwa dataran Kedu dulunya adalah sebuah danau.

Borobudur melambangkan bunga teratai yang mengambang di atas permukaan danau. Teratai dalam bentuk lotus (teratai merah), utpala (teratai biru), atau kumuda (teratai putih) dapat ditemukan di semua ikonografi seni keagamaan Buddha, sering dipegang oleh para Bodhisattva sebagai laksana (lambang kebesaran), sebagai dasar untuk duduk di atas takhta Buddha atau sebagai alas stupa.

Bentuk arsitektur Borobudur sendiri menyerupai bunga lotus, dan postur Buddha di Borobudur melambangkan Sutra Teratai, yang sebagian besar ditemukan dalam naskah Buddha dari sekolah Mahayana (sekolah Buddha yang kemudian menyebar ke Asia Timur). Tiga halaman bundar di bagian atas Borobudur juga dianggap melambangkan kelopak bunga teratai.

Namun, teori Nieuwenkamp yang terdengar luar biasa dan fantastis telah menarik keberatan dari para arkeolog. Di tanah sekitar monumen ini, bukti arkeologis telah ditemukan yang membuktikan bahwa daerah di sekitar Borobudur selama pembangunan candi ini adalah tanah kering, bukan pangkalan danau kuno.

Sementara itu ahli geologi sebenarnya mendukung pandangan Nieuwenkamp dengan menunjukkan bukti sedimentasi danau di dekat situs ini. Sebuah studi stratigrafi, sedimen dan analisis sampel serbuk sari yang dilakukan pada tahun 2000 mendukung keberadaan danau purba di lingkungan sekitar Borobudur, yang memperkuat gagasan Nieuwenkamp.

Ketinggian permukaan danau kuno ini berfluktuasi dari waktu ke waktu, dan bukti menunjukkan bahwa dasar bukit dekat Borobudur sekali lagi terendam air dan menjadi tepi danau sekitar abad ke-13 dan ke-14. Aliran sungai dan aktivitas gunung berapi diperkirakan telah berkontribusi terhadap perubahan topografi lanskap dan lingkungan di sekitar Borobudur termasuk danau.

Salah satu gunung berapi paling aktif di Indonesia adalah Gunung Merapi. Gunung ini terletak cukup dekat dengan Borobudur dan telah aktif sejak zaman Pleistosen.