https://awsimages.detik.net.id/visual/2018/09/07/7b587287-b083-4d02-9b4d-0a18a6b249ad_169.jpeg?w=715&q=90
Foto: Bursa China (Reuters/Aly Song)

Tersengat Virus Corona, Bursa Saham Asia Berguguran

by

Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas bursa saham utama kawasan Asia menutup perdagangan terakhir di pekan ini, Jumat (31/1/2020), di zona merah.

Pada penutupan perdagangan, indeks Hang Seng turun 0,52%, indeks Straits Times terkoreksi 0,53%, dan indeks Kospi terpangkas 1,35%.

Sebagai catatan, perdagangan di bursa saham China masih diliburkan seiring dengan libur Tahun Baru China.

Tekanan bagi bursa saham Benua Kuning datang dari rilis angka pertumbuhan ekonomi AS. Kemarin, Kamis (30/1/2020), pembacaan awal atas angka pertumbuhan ekonomi AS periode kuartal IV-2019 diumumkan di level 2,1% (QoQ annualized), sesuai dengan konsensus yang dihimpun oleh Dow Jones.


Untuk keseluruhan tahun 2019, perekonomian AS hanya tumbuh 2,3%, menandai laju pertumbuhan terlemah dalam tiga tahun. Untuk diketahui, pada tahun 2017 perekonomian AS tumbuh sebesar 2,4%, disusul pertumbuhan sebesar 2,9% pada tahun 2018.

Laju pertumbuhan tersebut juga berada di bawah target yang dipatok oleh pemerintahan Presiden AS Donald Trump. Pasca resmi memangkas tingkat pajak korporasi dan individu pada tahun 2017, Gedung Putih memproyeksikan pertumbuhan ekonomi untuk setidaknya berada di level 3%.

Kedepannya, laju perekonomian AS bisa semakin tertekan. Pasalnya, The Federal Reserve (The Fed) selaku bank sentral AS baru saja memutuskan untuk menahan tingkat suku bunga acuan di rentang 1,5%-1,75%.

Di sepanjang tahun 2019, The Fed memangkas tingkat suku bunga acuan sebanyak tiga kali, masing-masing sebesar 25 bps, yakni pada bulan Juli, September, dan Oktober. Jika ditotal, federal funds rate sudah dipangkas sebesar 75 bps oleh Jerome Powell (Gubernur The Fed) dan koleganya di bank sentral.

Perang dagang AS-China, perlambatan ekonomi global, dan inflasi yang rendah menjadi faktor yang membuat The Fed memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 75 bps tersebut.

Jika tingkat suku bunga acuan kembali dipangkas, bank akan semakin terdorong untuk menurunkan tingkat suku bunga kredit sehingga memacu dunia usaha untuk melakukan ekspansi. Selain itu, masyarakat juga akan semakin terdorong untuk meningkatkan konsumsinya. Pada akhirnya, roda perekonomian akan berputar lebih kencang.

Absennya pemangkasan tingkat suku bunga acuan oleh The Fed lantas berpotensi untuk semakin menekan laju perekonomian AS.

[Gambas:Video CNBC]

Lebih lanjut, sentimen negatif bagi bursa saham Asia juga datang dari meluasnya infeksi virus Corona. Virus Corona sendiri merupakan virus yang menyerang sistem pernafasan manusia. Gejala dari paparan virus Corona meliputi batuk, sakit tenggorokan, sakit kepala, dan demam, seperti dilansir dari CNN International.

Berpusat di China, kasus infeksi virus Corona juga dilaporkan telah terjadi di negara-negara lain. Kini, setidaknya sebanyak 21 negara telah mengonfirmasi terjadinya infeksi virus Corona di wilayah mereka.

China, Korea Selatan, Taiwan, Thailand, AS, Vietnam, Prancis, Jerman, Nepal, dan Kanada termasuk ke dalam daftar negara yang sudah melaporkan infeksi virus Corona.

Melansir CNN International, hingga kemarin sebanyak 213 orang di China telah meninggal akibat infeksi virus Corona, dengan jumlah kasus mencapai lebih dari 8.100. Padahal hingga hari Minggu (26/1/2020), jumlah korban meninggal baru mencapai 56 orang.

Badan Kesehatan Dunia PBB, WHO, pada akhirnya mendeklarasikan kondisi darurat internasional terkait infeksi virus corona.

"Kekhawatiran terbesar kami adalah potensi penyebaran virus ke negara-negara dengan sistem kesehatan yang lemah," kata Kepala WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus, Kamis (30/1/2020), sebagaimana dikutip dari AFP.

Ia menegaskan peningkatan status ini menjadikan penyebaran virus Corona sebagai hal darurat yang perlu diperhatikan masyarakat internasional. Meski begitu, ini bukan berarti WHO tidak percaya kepada kemampuan China dalam menangani penyebaran virus tersebut.

Tetap saja, penyebarannya yang masif menjadi fokus badan dunia ini, apalagi jika masuk ke wilayah yang penanganan kesehatannya jauh di bawah China.

"Kita semua harus bertindak bersama sekarang untuk membatasi penyebaran lebih lanjut ... Kita hanya bisa menghentikannya bersama," tegasnya lagi.

Sebagai catatan, kondisi darurat internasional sudah lima kali dideklarasikan oleh WHO sejak aturannya berlaku pada tahun 2007 silam, yakni untuk flu babi, polio, Zika, Ebola, dan kini virus Corona.

TIM RISET CNBC INDONESIA (ank/ank)