Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo: Impor Bukan Haram, tapi yang Untung Siapa?
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Setelah menjabat Menteri Pertanian selama 100 hari, Syahrul Yasin Limpo, merasa hasil kerjanya tidak buruk. Ia menjamin, sampai April 2020 ketersediaan pangan bagi sekira 256 juta penduduk negeri ini tercukupi, meski tidak mustahil muncul cuaca ekstem.
"Tugas saya memastikan ketersediaan pangan bagi 267 juta orang penduduk Indonesia. Saya berharap ketersediaan itu tidak hanya sampai April 2020 tapi sampai tahun-tahun berikutnya," ujar mantan Gubernur Sulawesi Selatan tersebut dalam wawancara eksklusif dengan tim Tribun Network di kantor Kementerian Pertanian, Jakarta, Rabu (29/1/2020).
Diakuinya mengurus pertanian memang tidak mudah karena sangat dipengaruhi oleh masalah cuaca, bencana alam, dan hama. SYL, panggilan akrab Syahrul Yasin Limpo, mengaku dirinya merasa terganggu oleh impor produk petanian.
"Kalau itu (impor) yang kita utamakan, rakyat dapat apa? Yang untung siapa? Itu yang ada dipikiran saya. Namun bukan berarti impor itu haram," katanya.
Baginya, impor produk pertanian sah‑sah saja, asalkan ekspor harus lebih besar. "Itu yang ada di kepala saya sekarang," ucapnya. Berikut petikan wawancara Tribun Network dengan SYL.
Apa saja upaya Anda untuk mengurangi impor produk pertanian?
Perbaiki ekspor kita, perbaiki kualitas pertanian kita. Jangan gampang‑gampang mengeluarkan izin impor. Kita harus berpihak pada kepentingan rakyat. Saya di sini (Kementerian Pertanian) ditunjuk oleh Presiden dalam rangka membangun keberpihakan kepada rakyat.
Mengapa Anda merasa terganggu oleh impor pangan?
Impor ini kan' yang paling mudah dilakukan. Impor dari luar itu kan' harganya lebih murah, kualitasnya lebih bagus, dan lebih indah.
Tapi kalau itu yang kita utamakan, rakyat bisa dapat apa? Yang untung siapa? Itu yang ada dipikiran saya. Bukan berarti impor itu haram.
Intinya sekarang ini, dua tiga bulan ini untuk pertama kali ekspor paling besar ada di bidang pertanian. Ini data BPS.
Kita tidak usah bilang tidak boleh masuk impor, tapi kita lawan dengan ekspor yang lebih besar. Impor boleh tapi ekspor harus lebih besar. Itu yang ada di kepala saya sekarang.
Apa capaian Anda selama 100 hari kerja sebagai Menteri Pertanian?
Bicara pertanian itu bicara kehidupan negeri, kehidupan bangsa. Pertanian adalah masalah yang sangat mendasar, sangat strategis, sangat luas, dan sangat besar.
Penduduk Indonesia yang berjumlah sekira 256 juta harus tersiapkan kebutuhan pangannya. Alhamdulillah, ingin saya katakan dalam 100 hari ini sampai April stok pangan untuk 256 juta orang itu tersedia. Insyaallah tidak ada persoalan.
Tentu saja kita berharap 1 tahun ini aman. Tapi saya tidak ingin mendahului karena soal pertanian itu rentan terhadap masalah cuaca, bencana alam, dan hama.
Memang karena faktor El-Nino, mulai Oktober, November, hingga Desember 2019 pasokan kita minus. Tetapi setelah Januari mulai imbang. Pada Februari mendatang memasuki masa panen, dan pada Maret diperkirakan panen kurang lebih sampai 4 juta ton beras. Sesudah itu, April perkiraan keseluruhan di atas 5‑6 juta ton.
Bagaimana Anda mengatasi minus pasokan pada akhir 2019 lalu?
Kita manfaatkan cadangan yang ada. Cadangan itu sudah dipersiapkan sebelumnya. Cadangan itu sedikitnya untuk masa 100 hari.
Alhamdulillah 100 hari itu aman, berkat kerja sama semua stakeholder mulai dari para bupati, gubernur, termasuk sesama menteri. Semua dalam kendali positif. Tidak ada harga yang melonjak.
Pada saat ini di sejumlah daerah mengalami curah hujan cukup tinggi sehingga terjadi banjir dan tanah longsor, apakah ini sampai mengganggu ketersediaan pangan?
Hal itu memang masalah tapi tidak sampi mengganggu. Ada sekira 82 ribu hektare areal pertanian yang tergenang, 4.800 hektare di antaranya yang puso. Tapi sekali lagi saya katakan, di Kementerian Pertanian sudah menyiapkan cadangan.
Oleh karena itu asuransi pertanian menjadi. Asuransi akan membayar kerugian manakala terjadi bencana.
Asuransi pertanian belum menjadi budaya di Indonesia. Tahun depan harus dipaksakan karena pemerintah telah menggelontorkan kredit usaha rakyat (KUR) pertanian kurang lebih Rp 50 triliun.
Penerima KUR wajib masuk dalam kelompok tani, dan kelompok tani wajib hukumnya punya asuransi sehingga kalau ada masalah ada yang menutupi kerugian.
Bagaimana cara memantau kondisi pertanian saat ini?
Kami sekarang ini mempersiapkan tengah mempersiapkan AWR (agriculture war room itu/ruang pemantau pertanian) untuk melihat langsung seperti apa kondisi di setiap kecamatan, termasuk potensinya secara real time.
Mudah-mudahan Maret 2020 sudah selesai semuanya. Kalau sudah tuntas semua, AWR kita itu terbaik di dunia. Bahkan Food and Agriculture Organization (FAO/ Organisasi Pangan dan Pertanian PBB) mengakui ini yang terbaik di dunia.
Setelah itu ada masalah pertanian sampaikan ke saya, ada di desa mana, kecamatan apa, kabupaten apa, bisa langsung saya buka. Bisa dilihat di situ kondisi riilnya.