Indonesia Tak Perlu Khawatirkan Ancaman Resesi
by Athika RahmaLiputan6.com, Manggarai - Ekonom BNI Ryan Kiryanto menyatakan Indonesia tidak akan terpapar resesi meskipun keadaan ekonomi global kian mengancam. Hal ini dikarenakan Indonesia bukan negara berbasis ekspor atau negara yang bergantung pada global supply chain.
"Indonesia tidak usah khawatir kena resesi, karena negara kita pertumbuhan ekonominya tidak didominasi oleh ekspor, sehingga saat ekonomi global resesi, maka kita masih aman," ujar Ryan di Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, Senin (9/11/2019).
Dia mencontohkan China yang pertumbuhan ekonominya semakin melambat hingga tahun depan. Hal itu dikarenakan China merupakan negara yang sangat bergantung pada ekspor.
"Ekonomi China tahun depan itu susah karena ter-ninabobo-kan oleh ekspor. China, Korea Selatan dan Jepang, itu 3 negara yang rawan terkena resesi karena pertumbuhan ekonomi bertumpu pada ekspor," jelas Ryan.
Padahal, pada tahun 2004 hingga 2005, ekonomi China masih bisa tumbuh 14,2 persen. Namun jadi single digit akibat ekonomi dunia dan perang dagang.
Sebelumnya, Bank Dunia sendiri sudah mengingatkan pada negara-negara yang bergantung pada ekspor komoditas agar bisa memanfaatkan aset sumber daya alam dengan baik.
Indonesia sendiri sedang memanfaatkan potensi pariwisata yang tak hanya sebagai bentuk eksistensi negara namun menambah devisa negara.
Dunia Tak Jadi Resesi di 2020
Kondisi ekonomi dunia semakin tidak pasti. Perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China yang tak kunjung usai jadi penyebab utamanya, bahkan diperkirakan akan meluas hingga Uni Eropa.
Meski demikian, ekonom BNI Ryan Kiryanto memprediksi, ekonomi global akan 'baik-baik saja' tahun 2020 mendatang. Bahkan, pertumbuhan ekonomi beberapa negara diprediksi naik.
"2020, tidak akan terjadi resesi. Beberapa negara akan recover untuk tahun depan, kecuali China," ujar Ryan di Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, Senin (9/11/2019).
Ekonomi Amerika Serikat diperkirakan tumbuh hingga 2,2 persen, sementara China akan menderita. China, sebagai negara yang mengandalkan ekspor, akan jadi negara paling awal yang rubuh karena kondisi ekonomi global yang melemah.
"Ketika ekonomi global baik, sah-sah saja mempertahankan ekspor, tapi ketika melemah, maka negara yang pertama akan menderita adalah negara yang mengandalkan ekspor," imbuh Ryan.
Sementara, Britania Raya (atau Inggris ya?) akan memgalami resesi jika tidak segera mencapai kesepakatan dengan 27 negara Uni Eropa hingga Januari 2020 mendatang.
"Kalau no deal, maka ekonomi UK (United Kingdom) akan tumbuh -1 persen," tuturnya.
Untuk Indonesia, karena tidak terlalu terlibat banyak ekspor dan masuk ke dalam lingkaran global supply chain, tidak akan terlalu terpengaruh.
"Untuk kita, kita akan tumbuh, more or less, di angka 5 persen," ujarnya.