Dianggap Bagian Eksekutif, KPK Seharusnya Dilibatkan dalam Revisi UU

by
https://cdns.klimg.com/merdeka.com/i/w/news/2019/12/09/1132157/670x335/dianggap-bagian-eksekutif-kpk-seharusnya-dilibatkan-dalam-revisi-uu.jpg
KPK. ©2017 Merdeka.com/Dwi Narwoko

Merdeka.com - Sidang pendahuluan tentang gugatan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang perubahan kedua atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, dimulai di Mahkamah Konstitusi hari ini, Senin (9/12).

Salah satu anggota kuasa hukum pemohon, Feri Amsari mengatakan, KPK dipandang sebagai bagian dari eksekutif sebagaimana pernah diputuskan oleh MK. Seharusnya KPK diajak dalam pembahasan UU tersebut di DPR.

"Sehingga, begitu Supres/Surat Presiden, yang mengirim perwakilan-perwakilan sebagai perwakilan pemerintah dalam pembahasan UU, harusnya mengirim juga perwakilan dari KPK," katanya membacakan ringkasan pokok permohonan di depan majelis hakim panel di persidangan MK, Jakarta, Senin (9/12).

"Tetapi pemerintah melalui surat presiden itu hanya mengirimkan dua perwakilan pemerintah, yaitu Menteri Hukum dan HAM dan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Birokrasi. Menurut kami tidak salah dikirim dua ini, hanya semestinya juga dilibatkan KPK. Karena bagian dari eksekutif dan berkaitan langsung," lanjut Feri.

Karenanya, dia menambahkan, dalam provisi meminta MK memutuskan untuk menunda keberlakuan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang perubahan kedua atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.

"Dalam pokok permohonan, mahkamah menjatuhkan, mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya. Menyatakan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang perubahan kedua atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai hukum yang mengikat," ujarnya.

Selain itu, Feri mengungkapkan, UU tersebut mengalami cacat formil dan cacat prosedural sehingga aturan dimaksud tidak dapat diberlakukan dan batal demi hukum.

"Memerintahkan amar putusan Majelis MK untuk dimuat dalam berita negara. Atau majelis hakim MK mempunyai pendapat lain, kami memohon putusan yang seadil-adilnya, ex aequo et bono," ungkapnya.

1 dari 1 halaman

Pemerintah Tidak Libatkan Ahli

Sementara itu, salah satu kuasa hukum pemohon lainnya, Muhammad Isnur menambah dalam pokok permohonan, bukan saja tidak dihadiri oleh KPK tapi juga tak melibatkan publik, serta ahli secara luas.

"Naskah akademik ran RUU a quo tidak dapat diakses oleh publik. Pembahasannya sangat cepat, kita bisa lihat hanya 11 hari pembahasan UU disahkan. kemudian juga UU a quo tidak didasarkan pada naskah akademik yang memadai," tutup Isnur.

Reporter: Putu Merta Surya Putra
Sumber: Liputan6.com [fik]

Baca juga:
KPK Nantikan Penerapan Hukuman Mati Bagi Koruptor
Jokowi: Sampai Detik Ini Kita Masih Mempertimbangkan Perppu KPK
KPK Ingin Pemberantasan Korupsi Masuk Amandemen UUD 1945
KPK Harap Jokowi Bawa Kado Perppu di Hari Antikorupsi Besok
Belum Ada Dewan Pengawas, KPK Pastikan Masih Bisa OTT