Lorong Ingatan, Menolak Lupa Konflik Aceh

by
https://cdns.klimg.com/merdeka.com/i/w/news/2019/12/09/1132116/670x335/lorong-ingatan-menolak-lupa-konflik-aceh.jpg
Lorong Ingatan. ©2019 Merdeka.com/Afif

Merdeka.com - Derap langkah sepatu serdadu memecahkan kesunyian malam saat Aceh masih dilanda konflik. Desingan peluru semakin membuat mencekam. Semua warga tiarap, bersembunyi di balik dinding untuk menghindari peluru tak bertuan.

Entakan sepatu serdadu membuat warga sangat ketakutan kala itu. Terlebih suara senjata laras panjang saling bersahutan. Semakin membuat warga waspada. Selalu dihantui oleh ketakutan, takut jangan-jangan dialah yang bakal hilang dijemput paksa oleh kedua belah yang bertikai.

Pesan itulah yang hendak disampaikan pada sebuah replika sepatu PDL (pakaian dinas lapangan) terbuat dari bambu setinggi 3 meter dengan lebar 1,5 meter. Di dalamnya ada beling dan dicat dengan warna hitam pertanda Aceh pernah berada di masa kelam.

"Sepatu ini sebagai simbol derap langkah aparat saat Aceh masih konflik," kata Koordinator KontraS Aceh, Hendra Sahputra, Senin (9/10).

Kegiatan ini dalam rangka memperingati hari Hak Asasi Manusia (HAM) yang jatuh pada 10 Desember setiap tahunnya. Kegiatan yang digagas oleh KontraS Aceh diberi nama Lorong Ingatan dengan tema "Khauri Nujuh".

Khauri Nujuh adalah tradisi di Aceh kenduri bila ada salah seorang anggota keluarga meninggal dunia. Lalu dibuatlah kenduri dan masyarakat datang ke rumah duka untuk mendoakan yang meninggal dunia. Juga untuk menghibur keluarga yang sedang bermurung kesedihan.

1 dari 3 halaman

Perjuangkan Hak-hak Korban

https://cdns.klimg.com/merdeka.com/i/w/news/2019/12/09/1132116/paging/540x270/perjuangkan-hak-hak-korban.jpg

Lawhan, sapaan akrap Koordinator KontraS Aceh, acara Khauri Nujuh ini untuk merawat ingatan Tanah Rencong pernah terjadi konflik lebih 30 tahun. Ada banyak korban hingga setelah 14 tahun damai Aceh belum mendapatkan hak-haknya.

"Damai sudah terjadi, tapi sampai besok pemenuhan hak korban belum terjadi secara utuh. Jadi kita harus merawat ingatan, agar konflik tak terjadi lagi ke depan," jelasnya.

Foto-foto korban konflik berbingkai hitam tampak terpasang berjejer di halaman kantor KontraS Aceh. Foto-foto itu diabadikan oleh seorang jurnalis di Serambi Makkah, Hotli Sumanjuntak yang sudah bekerja di Aceh sejak tahun 2001.

Berbagai momen peristiwa masa Aceh masih berkonflik terekam kamera jurnalis, lalu dipajang di acara tersebut. Foto-foto itu sengaja dipajang untuk mengenang masa lalu, bahwa Aceh pernah berkonflik antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dengan Pemerintah Indonesia. Hingga akhirnya damai paska tsunami melanda Aceh 26 Desember 2004 lalu.

Perdamaian berhasil dirajut 15 Agustus 2005 lalu di Hensinki, Finlandia. Perdamaian ini dicetus oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla. Indonesia saat itu diwakili Menteri Hukum dan HAM Hamid Awaludin, sedangkan GAM mengutus Malik Mahmud Al Haytar untuk menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) tersebut.

2 dari 3 halaman

Kursi Penyiksaan

https://cdns.klimg.com/merdeka.com/i/w/news/2019/12/09/1132116/paging/540x270/kursi-penyiksaan.jpg

Berbagai macam artefak masa konflik dipajang di acara Khauri Nujuh itu. Dari replika sepatu serdadu, kursi penyiksaan yang ada arus listrik hingga berbagai benda peninggalan masa lalu.

Ruangan tempat kursi penyiksaan itu didesain sedikit gelap dengan warna hitam. Suara musik sendu terdengar pelan. Siapapun yang masuk ke ruangan yang diberi nama Lorong Ingatan itu, seperti sedang kembali ke peristiwa masa lalu.

"Kalau mau lihat kursi penyiksaan, ada di dalam sana, ini bukan untuk membuka luka lama, tetapi sebagai bahan refleksi, agar ke depan tak terulang lagi," ucapnya.

Harapannya dengan adanya refleksi konflik masa lalu. Pemerintah ke depan lebih peduli untuk melakukan pengungkapan kebenaran. Pemenuhan hak-hak dan mendapatkan reparasi bagi penyintas kepada kedua belah pihak.

Pengunjung yang hadir setelah pembukaan tampak kaum milenial. Lawhan mengaku, Khauri Nuju ini sengaja membuat menarik dengan dekorasi ini. Agar tertarik kaum milenial melihatnya. Sehingga mereka juga bisa memehami dan merasakan kepedihan saat Aceh masih berkonflik.

Sarifah Rosita (20) misalnya. Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry ini sengaja datang untuk belajar apa yang terjadi masa lalu di Aceh. Bagaimana konflik yang pernah melanda Aceh hingga membuat Serambi Makkah terpuruk.

"Kami dulu masih kecil, acara ini sangat bagus untuk merefleksi konflik yang pernah terjadi," kata Sarifah.

Dengan adanya acara sepeti ini, sebutnya, pengetahuan tentang konflik Aceh bisa diketahuinya. Bagaimana penderitaan warga Aceh saat masih dilanda konflik semakin bertambah pengetahuannya. Sehingga menjadi pelajaran penting agar tak mengulangi lagi konflik tersebut.

Begitu juga Nafsah (20), mahasiswa UIN datang bersama rekannya untuk mempelajari apa yang terjadi di Aceh masa lampau. Dengan ada pengetahuannya, generasi melinial bisa merawat perdamaian yang sudah terajut ini.

"Harapannya tidak lagi terjadi konflik masa yang akan datang. Cukup sudah pengalaman masa lalu di Aceh," ungkapnya.

3 dari 3 halaman

Mengingatkan Generasi Muda

https://cdns.klimg.com/merdeka.com/i/w/news/2019/12/09/1132116/paging/540x270/mengingatkan-generasi-muda.jpg

Selain itu, Nafsah juga berharap pemerintah agar segera memenuhi seluruh hak-hak penyintas. Sehingga perdamaian lebih kokoh dan semua bisa mendapatkan keadilan dengan adanya rekonsiliasi dari berbagai pihak.

"Harapannya masa depan lebih baik, semua mendapatkan keadila," jelasnya.

Hadir dalam acara Khauri Nujuh ini Ketua Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh, Afridal Darmi. Pada kesempatan itu dia menyebutkan ini bentuk solidaritas untuk mengenang konflik Aceh dan tidak lagi mengulangi kepedihan masa lalu.

Sudah 14 tahun Aceh damai. Afridl Darmi mengibaratkan kalau manusia sedang beranjak dewasa. Tentunya seorang remaja mengalami berbagai gejolak. Ingin mencoba sesuatu yang baru. Bosan dengan hal yang lama, apa lagi yang dilakukan tanpa monoton dan itu-itu saja.

"Meskipun demikian, damai harus kita rawat," ucapnya.

Anak milenial perlu diberikan edukasi menyangkut dengan perdamaian dengan kegiatan yang menarik. Sehingga bisa membawa mereka ke lorong ingatan konflik masa lalu. Sehingga bisa berpikir keras merawat damai.

"Harus memunculkan kembali kisah masa lalu menjadi hidup di alam kesadaran anak muda dan harus serius melakuan itu untuk merawat damai di Aceh," jelasnya.

Menurutnya, dunia sekarang dibentuk dengan dunia masa lalu. Meskipun ini bukan perkara mudah. Setiap yang baik patut ditiru untuk mengubah Aceh lebih baik. Butuh sinergi dan kerjasama semua pihak untuk menuntas konflik Aceh masa lalu.

[bal]