https://www.hidayatullah.com/files/bfi_thumb/berlin-natal-lampu-39w24s3v4tpypywy2eyakg.jpg
Hiasan lampu Natal di kota Berlin, Jerman.

Perubahan Iklim: Mayoritas Orang Jerman Setuju Kurangi Dekorasi Lampu Natal

Hidayatullah.com—Mayoritas orang jerman mengatakan bahwa mereka mempertimbangkan untuk mengurangi dekorasi lampu Natal guna menanggulangi perubahan iklim, menurut hasil survei yang dirilis hari Ahad (8/12/2019).

Total 57% dari mereka yang disurvei mengatakan akan mengurangi dekorasi lampu Natal atau bahkan tidak memasang lampu Natal sama sekali di masa mendatang. Demikian menurut hasil survei yang dilakukan YouGov atas permintaan kantor berita Jerman DPA, lansir Deutsche Welle (DW).

Sebanyak 11% responden mengatakan akan merayakan Natal tanpa memasang lampu dekorasi tahun ini dikarenakan kepedulian dengan perubahan iklim. Sementara 10% responden mengaku tidak akan lagi memasang lampu-lampu Natal di masa mendatang.

Akan tetapi, sebanyak 35% responden mengatakan mematikan lampu Natal bukanlah opsi bagi mereka alias akan terus memasang lampu-lampu dekorasi perayaan kelahiran Yesus.

Opini masyarakat terbagi ketika dimintai pendapat apakah jumlah lampu Natal yang dipasang di gedung-gedung dan jalanan pada umumnya harus dikurangi. Sebanyak 44% responden mengaku mendukung ide pengurangan lampu dekorasi Natal di gedung-gedung dan jalan. Keberadaan lampu-lampu hias semasa perayaan Natal didukung oleh 79% responden. Hampir 7 dari setiap 10 orang responden mengaku akan menghias rumah mereka dengan lampu-lampu Natal tahun ini.

Lampu Natal merupakan pemandangan yang paling menonjol selama perayaan Natal setiap tahun di samping pohon Natal. Lampu-lampu hias banyak dipasang menyelimuti properti pribadi, gedung-gedung swasta, jalan, bahkan pepohonan. Namun, para ilmuwan memperingatkan pemborosan energi dan dampak lingkungan dari penggunaan besar-besaran lampu-lampu Natal tersebut.

Apabila emisi gas rumah kaca global tidak turun 7,6% setiap tahun, maka dunia akan gagal mencapai trget penurunan suhu 1,5°C yang disepakati dalam Paris Agreement, kata laporan yang dirilis UN Environment Program bulan November kemarin.*