https://cdn1.katadata.co.id/media/images/thumb/2019/07/23/2019_07_23-22_58_53_db552cba9847fea2132531372c42a0bb_960x640_thumb.jpg
Warga memilih barang-barang belanjaan yang dijual secara daring. Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) menilai pengaduan konsumen melalui Kementerian Perdagangan tidak efisien.ANTARA FOTO/APRILLIO AKBAR

Asosiasi: Pengaduan Transaksi E-Commerce Cukup Melalui YLKI

Pengaduan transaksi e-commerce melalui Kementerian Perdagangan dinilai tidak efisien.

by

Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) menilai pengaduan konsumen tak perlu melibatkan lembaga khusus dari Kementerian Perdagangan (Kemendag) namun cukup melalui Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dan Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN).

Hal ini terkait Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 80 Tahun 2019 tentang perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) yang salah satu pasalnya menyebutkan bahwa konsumen bisa mengadukan transaksi e-commerce kepada Menteri Perdagangan jika merasa dirugikan.

"Kita sudah punya YLKI, BPKN, itu saja difasilitasi untuk jalankan fungsi (pengaduan) ini di Kemendag," ujar Ketua idEA Ignatius Untung di sela-sela peluncuran Harbolnas di Jakarta, Senin (9/12).

Dia menilai pengaduan konsumen melalui Kemendag tidak efisien apalagi sampai membuat lembaga baru khusus untuk menangani transaksi e-commerce. "Tidak efisien, karena kementerian masih punya opsi lain," tegasnya.

(Baca: Asosiasi Usul WhatsApp hingga Instagram Diajak Diskusi PP E-Commerce)

Saat ini idEA belum membahas aturan tersebut dengan Kemendag secara rinci tiap pasalnya, termasuk soal teknis pengaduan konsumen tersebut. Kendati demikian, Ignatius menegaskan tetap dibutuhkan prosedur yang harus disepakati terlebih dahulu bagi platform e-commerce terkait aduan konsumen.

"Kita juga harus secara adil memberikan kesempatan kepada mereka (platform) untuk menyelesaikan masalahnya sendiri terlebih dahulu," ujarnya.

Ignatius menjelaskan, asosiasi bakal membuat peta jalan (roadmap) terkait perlindungan konsumen melalui sertifikasi salah satunya International Organization for Standardization (ISO).

Dia mencontohkan, dalam sertifikasi tersebut misalnya e-commerce dengan standar grade A harus memiliki ribuan petugas layanan konsumen yang melayani 24 jam dengan respon rate tertentu per jamnya, dan sebagainya.

(Baca: Asosiasi Proyeksi Aturan Teknis PP E-Commerce Rampung Awal 2020)

Sertifikasi perlindungan konsumen ini pun harus juga dilakukan bersama antara asosiasi e-commerce dengan pemerintah. "Perlu ada pihak yang netral untuk mendiskusikan soal sertifikasi ini, yang bisa kerjasama dengan YLKI dan BPKN," ujarnya.

Sementara itu Mendag Agus Suparmanto enggan merinci apakah pihaknya akan membentuk lembaga sendiri atau platform khusus. Pasalnya saat ini, Kemendag masih membahas aturan turunan PP tersebut bersama para stakeholder termasuk asosiasi.

"Hal-hal yang bersifat teknis akan diatur melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag). Semua akan kami atur di dalam permen tersebut," ujarnya. Namun Agus  enggan mengungkapkan kapan permen tersebut bakal rampung.

(Baca: PP E-Commerce Terbit, Konsumen Bisa Mengadu ke Mendag jika Dirugikan)

 

 

Video Pilihan