https://www.hidayatullah.com/files/bfi_thumb/ethiopia-pm-abiy-ahmed-366umuvxdjnccnoykkmmm8.jpg
PM Ethiopia Abiy Ahmed.

Nobel Institute Kecewa PM Abiy Ahmed Enggan Ikuti Tradisi Konferensi Pers Penerima Penghargaan

Hidayatullah.com—Perdana Menteri Ethiopia Abiy Ahmed tidak akan menghadiri tradisi konferensi pers saat menerima anugerah Nobel Perdamaian pekan depan.

Keputusan PM Ehtiopia itu dikritik tajam.

Sekretaris Komite Nobel, yang juga direktur Nobel Institute Olav Njølstad mengatakan kepada media bahwa keputusan Abiy tersebut problematik bagi komitenya.

“Nobel Institute dan Nobel Committee berharap Abiy Ahmed bersedia bertemu dengan media Norwegia dan internasional. Kami sudah sangat jelas soal ini dan juga menjelaskan bahwa dikarenakan banyak hal bagi kami situasi ini sangat problematik,” katanya kepada NRK Media seperti dilansir BBC Jumat (6/12/2019).

“Saya yakin [alasan di belakang itu] berkaitan dengan tantangan-tanganan yang dihadapinya di negaranya, dan juga antara lain disebabkan keyakinan agama dan kerendahan hati pribadinya,” imbuh Olav Njølstad.

Billene Seyoum, jubir Abiy Ahmed, mengatakan kepada Reuters bahwa PM Ethiopia itu harus membuat agenda “prioritas” mengingat padatnya acara dan tanggung jawabnya di tanah air.

Dia menambahkan bahwa PM Abiy sudah mendapatkan persetujuan dari Nobel Institute untuk tidak mengikuti acara konferensi pers.

Selain itu, kata jubir wanita itu, berdasarkan budaya bangsa orang Ethiopia tidak terbiasa menonjolkan kelebihan dirinya di hadapan orang lain.

“Pada level pribadi, sikap rendah hati dari perdana menteri itu berakar dari budaya kami yang sangat tidak sejalan dengan sifat yang sangat terbuka dari anugerah Nobel,” kata wanita itu kepada Reuters.

PM Abiy Ahmed dijadwalkan tiba di Oslo pada hari Senin 9 Desember, sehari sebelum penyerahan hadiah Nobel.

Abiy Ahmed ditetapkan sebagai penerima anugerah Nobel Perdamaian pada bulan Oktober, karena upayanya untuk menciptakan perdamaian di antara kelompok-kelompok di negaranya dan meningkatkan kerja sama internasional, serta upayanya mengakhiri perseteruan panjang Ethiopia dengan negara tetangga Eritrea.*