https://cdn1-production-images-kly.akamaized.net/tlw46pFxILvd9dUW1edzjsLvIYw=/640x360/smart/filters:quality(75):strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/1982957/original/012052200_1520747096-iStock-681721974.jpg
Risiko di balik kebiasaan orangtua cium bibir anak. (iStockphoto

Psikolog Sarankan Orangtua Tak Cium Bibir Anak, Ini 3 Alasannya

by

Liputan6.com, Jakarta - Kebiasaan setiap orangtua dalam mengekspresikan kasih sayangnya kepada anak mereka mungkin berbeda. Ada sebagian orang tua yang terbiasa untuk mencium bibir anak mereka. Namun, hal ini pun akhirnya menimbulkan perdebatan mengenai wajar atau tidaknya jika orangtua mencium bibir anak mereka. 

Secara biologis, hal tersebut memang sangatlah tidak disarankan. 

Menurut seorang penulis buku The Power Of Your Child's Imagination, ia menyampaikan bahwa bibir merupakan zona sensitif seksual yang kemudian dapat membangkitkan gairah seksual.  

Ia menyarankan bahwa anak-anak boleh diberikan sentuhan kasih sayang seperti menciumnya pada bagian dahi, pipi, atau tangan. Namun bibir berbeda karena ujung saraf yang lebih banyak dan lebih sensitif terhadap rangsangan.

Selain dari sisi biologis, ternyata dari sisi psikologi pun, seorang psikolog menyampaikan hal yang sama bahwa sebaiknya orangtua tidak mencium anaknya di bagian bibir. 

Dikutip dari BrightSide, Minggu (8/12/2019), ini 3 alasan psikologisnya: 

 

1. Anak menjadi tidak paham mengenai batasan privasi

https://cdn0-production-images-kly.akamaized.net/ZaGW7r05gO2N8iqCsXuNxmHXNvE=/640x360/smart/filters:quality(75):strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/1166873/original/068078500_1457600144-535519_10151290573231149_1616085736_n.jpg
Saking sayangnya kepada anak, sejumlah orangtua kerap terbiasa mencium bibir anaknya. Namun hal ini ternyata dicap tidak baik

Menurut seorang psikolog bernama Charlotte Reznick, bibir dan mulut adalah area pribadi pada tubuh anak.

Ketika orangtua mencium bibir anaknya, hal itu akan menunjukkan kepada mereka bahwa batas tubuh mereka terbuka dan seseorang dapat masuk ke area tersebut tanpa masalah.

Selain itu, hal ini juga termasuk dengan pakaian ketat, mencekok mereka untuk memaksa makan, dan bercanda secara agresif.

Dengan demikian, orangtua dapat meningkatkan risiko anak mereka mengalami "victim syndrome" dengan ketidakmampuan untuk mengatakan "tidak" dan mengelola batas-batas pribadi mereka sendiri.

2. Tidak higienis

https://cdn1-production-images-kly.akamaized.net/1K52jnzR1_l6FFf1ttAM2ciaHEU=/640x360/smart/filters:quality(75):strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/2968934/original/047660400_1573829368-8._gempi.jpg
Gading Marten dan Gempi (Sumber: Instagram/@gadiiing)

Dokter, dan terutama dokter gigi, memperingatkan bahwa ada sejumlah besar mikroba di mulut kita yang mungkin tidak menginfeksi orang dewasa, tetapi dapat ditularkan ke anak-anak dan sangat membahayakan mereka.

Dan karena anak memiliki sistem kekebalan yang lebih lemah, Charlotte Reznick menjelaskan, beberapa infeksi berbahaya yang dapat masuk ke dalam tubuh mereka melalui air liur.

3. Anak mungkin akan berani mencium orang lain sebagai ungkapan kasih sayang

https://cdn0-production-images-kly.akamaized.net/Xgid0tD5Tv9l6dqhk738LpBqFOc=/640x360/smart/filters:quality(75):strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/2264218/original/002464600_1530342934-20180630-Neymar-3.jpg
Pemain Brasil, Neymar mencium putranya, Davi Lucca di sela sesi latihan di Sochi, Rusia, Jumat (29/6). Neymar mengajak putranya saat mengikuti latihan bersama Timnas Brasil di Piala Dunia 2018. (Adrian DENNIS/AFP)

Anak mungkin akan mulai berperilaku sebagaimana orangtua mengajarkan mereka di rumah. Mereka mungkin akan mencium anak-anak lain atau orang dewasa di bibir sebagai cara untuk mengungkapkan kasih sayang. 

Psikolog menunjukkan bahwa anak-anak belajar sesuatu dengan cara meniru. Jadi mereka mungkin mencoba mengulangi gerakan yang sama dengan yang lain, tanpa menyadari implikasi intim dari gerakan ini. Inilah sebabnya mengapa psikolog merekomendasikan hanya mencium pipi atau dahi anak.