Pentingnya Pendidikan Antikorupsi Sejak Usia Dini

by
http://imgcdn.rri.co.id/thumbs/berita_756331_800x600_IMG-20191209-WA0003.jpg
Pentingnya Pendidikan Antikorupsi Sejak Usia Dini

KBRN, Denpasar : Perjanjian Antikorupsi pertama di dunia ditandatangani di Merdia, Meksiko pada 9-11 Desember 2003. Waktu penandatanganan perjanjian tersebut, kini diperingati sebagai Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) yaitu pada tanggal 9 Desember setiap tahunnya.

Enam belas tahun lalu berlalu, seluruh negara di dunia termasuk Indonesia saat ini sangat getol memerangi tindakan koruptif. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) di Indonesia paling tinggi dibandingkan negara lain di dunia. IPK Indonesia menurut rilis Transparency International mencapai skor 37. 

Meski positif dari sisi skor IPK, akan tetapi pejabat negara yang tertangkap tangan menerima suap atau gratifikasi masih marak terjadi hingga detik ini. Menyikapi fenomena tersebut, telah ditandatangani komitmen implementasi pendidikan antikorupsi pada jenjang pendidikan dasar, menengah, dan tinggi. Tujuannya agar pendidikan antikorupsi diberikan kepada anak sejak usia dini. 

Namun pada kenyataannya, pendidikan antikorupsi saat ini hanya tersemat kedalam mata pelajaran PPKn (Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan). Wakil Kepala bidang Humas dan Kesiswaan SMK Teknologi Nasional Denpasar, Ni Wayan Parwati Asih menilai, pendidikan antikorupsi usia dunia memiliki peran strategis ditengah masyarakat.

Alasannya melalui pendidikan ini, generasi muda Indonesia akan memahami norma dan aturan hukum yang membatasi soal tindakan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Kedepan, ia berharap pendidikan antikorupsi ini berdiri sendiri dalam mata pelajaran khusus. 

"Lebih baik menurut saya (mata pelajaraan khusus antikorupsi). Karena kalau mata pelajaran spesial pada kurikulum tertentu biasanya kita lebih spesifik mempelajari itu," katanya kepada RRI di sekolah setempat, Senin (9/12/2019).

Selain itu, Parwati Asih berharap adanya sinergitas aparat penegak hukum dengan dunia pendidikan dalam menanamkan nilai-nilai antikorupsi pada diri pelajar. Selama ini ia menilai, pendidikan antikuropsi hanya dijalankan secara parsial.

"Bahkan kita sebenarnya menunggu langkah apa yang bisa kita sinergikan dengan pemerintah terkait, terus dengan aparat terkait, terkait dengan bagaimana kita memberikan tindakan preventif terhadap anak-anak, bagaimana dia (pelajar) melawan dari budaya korupsi itu sendiri," ujarnya.

"Misalnya kalau narkoba, HIV/Aids itu kita sudah pernah melaksanakan workshopnya, seminar-seminarnya sudah ada. Tapi untuk pendidikan antikorupsi sampai saat ini belum ada ke sekolah ini, terutama pihak-pihak terkait memberikan edukasi tentang korupsi, tentang bagaimana melakukan tindakan antikorupsi, tentang apa saja korupsi itu, dan bahayanya seperti apa, dan itu bisa berkembang dimana saja, itu belum ada ke sekolah sampai saat ini," sambungnya. 

Tidak sebatas itu, ia menginginkan adanya pembentukan gugus tugas atau komunitas intra sekolah yang khusus mengkampanyekan antikorupsi. Mencontoh KSPAN (kelompok siswa peduli aids dan narkoba), ia yakin jika ada komunitas antikorupsi, kampanye memerangi kejahatan luar biasa itu akan semakin masif dikalangan anak usia dini. 

"Sebenarnya untuk mengatasi korupsi kalau dari ranah keluarga kan sudah keluarga yang bertanggung jawab. Nah kalau dari ranah lembaga pendidikan, karena tidak ada komunitasnya, yang lebih efektif sebaiknya pemerintah terkait atau lembaga yang membidangi korupsi ini membuat komunitas antikorupsi. Kedepannya komunitas ini tentu akan mensosialisasikan ke sekolah-sekolah, bagaimana bahaya korupsi, terus bagaimana pentingnya hidup jujur, bersih, dan lain sebagainya," tandasnya.