Pembiayaan Macet Bengkak, Laba Muamalat Kuartal III Sisa Rp 7 Miliar
OJK memastikan likuiditas Bank Mualamat tetap kuat dan operasional berjalan normal.
by Agatha Olivia VictoriaPT Bank Muamalat Tbk mencatatkan rasio pembiayaan bermasalah atau NPF gross pada kuartal III 2019 menembus 5,64%, naik hampir dua kali lipat dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Akibatnya, laba bersih anjlok dari Rp 117,92 miliar menjadi Rp 7,33 miliar.
Berdasarkan laporan keuangan yang dipublikasikan perseroan, rasio NPF nett Muamalat naik dari 2,5% menjadi 4,64%. Peningkatan rasio NPF Muamalat tak lepas dari penyaluran pembiayaan yang turun dibanding periode yang sama tahun lalu.
Piutang murabahah turun dari Rp 23,3 triliun menjadi Rp 19,65 triliun, pembiayaan bagi hasil musyarakah turun dari Rp 16,85 triliun menjadi Rp 14,66 triliun, dan pembiayaan sewa aset ijarah turun dari Rp 212,83 miliar menjadi Rp 198,5 miliar.
Sebagai informasi, Rasio NPF merupakan perbandingan antara pembiayaan bermasalah dan total pembiayaan. Penurunan total pembiayaan tanpa diiringi pengurangan pembiayaan bermasalah dapat menjadi penyebab rasio NPF meningkat.
(Baca: Rasio Pembiayaan Macet Tinggi, Bank Muamalat Sebut Hanya 4,6%)
Meski pembiayaan bermasalah meningkat, cadangan kerugian penurunan nilai aset produktif yang seharusnya dibentuk perusahaan baik secara individual maupun kolektif turun dari Rp 1,24 triliun menjadi Rp 605 miliar.
Adapun modal inti Muamalat berkurang dari Rp 3,82 triliun menjadi Rp 3,52 triliun dengan total modal terpangkas dari Rp 4,32 triliun menjadi Rp 3,91 triliun. Namun, rasio kecukupan modal justru meningkat dari 12,12% menjadi 12,42%.
Juru Bicara OJK Sekar Putih Djarot memastikan kondisi likuiditas Muamalat mumpuni meski NPF membengkak. "Saat ini bank tersebut masih beroperasi normal dan likuiditasnya baik," ujar Sekar di Jakarta, Senin (9/12).
Muamalat memang tak bermasalah dari sisi likuiditas. Per September, rasio likuiditas atau pembiayaan dibanding total pendanaan hanya mencapai 68,51%, turun cukup signifikan dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 79%.
Rasio FDR tersebut bahkan jauh lebih longgar dibandingkan industri perbankan syariah yang berada di atas 80% dan perbankan nasional secara keseluruhan yang mencapai 94%. Adapun rasio FDR yang rendah menunjukkan kemampuan bank yang rendah dalam menyalurkan pembiayaan.
(Baca: LPS Belum Dilibatkan dalam Penyelamatan Bank Muamalat)
Meski rasio CAR masih berada di kisaran 12%, NPF yang tinggi membuat Bank Muamalat kian membutuhkan modal. Proses pencarian investor sebenarnya sudah dilakukan Bank Muamalat sejak dua tahun lalu.
Menurut Sekar, pihaknya terus mengawasi proses penguatan Bank Muamalat. Saat ini, terdapat sejumlah investor yang sudah menyatakan ketertarikan untuk berinvestasi pada Bank Syariah Tertua di Indonesia itu.
"Kami terus berkomunikasi dengan manajemen serta pemegang saham bank tersebut," ucap dia
Adapun tiga besar pemegang saham Bank Muamalat adalah Islamic Development Bank sebanyak 32,74%, Bank Boubyan sebanyak 22% saham, dan Atwill Hodlings Limited 17,91%.
(Baca: Mandiri Sebut Belum Ada Progres dari Proses Penyelamatan Bank Muamalat)
Direktur Utama Muamalat Achmad Permana sebelumnya membantah kabar yang menyebut NPF Muamalat mencapai 40%. Ia juga memastikan operasional bank tersebut berjalan normal.
"Muamalat berkomitmen untuk terus melakukan langkah perbaikan, meningkatkan efisiensi, dan governance yang baik sesuai dengan arahan dan pengawasan dari OJK secara benar dan berkelanjutan," kata dia.
Sebelumnya, Deputi Komisioner Pengawas Perbankan III OJK Slamet Edy Purnomo sempat mengatakan bahwa beberapa investor telah berminat mengakuisisi Muamalat. Bahkan, sudah ada yang menyetorkan dana ke rekening penampung atau escrow account sebagai bentuk keseriusan, sesuai syarat dari OJK.
Slamet menjelaskan bahwa calon investor, baik dari konsorsium lokal maupun asing harus memenuhi persyaratan dari otoritas dan mendapatkan persetujuan dari pemegang saham Mumalat.