https://foto.wartaekonomi.co.id/files/arsip_foto_2017_01_05/nasional_2017_01_05_141525_big.jpg

2 Periode Berlalu, RUU Masyarakat Adat Masih Terkatung-katung

by

WE Online, Jakarta - Sekretaris Jendral (Sekjen) Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Rukka Sombolinggi mendesak pemerintah agar Rancangan Undang-Undang Pengakuan dan Perlindungan Hak Masyarakat Adat segera disahkan menjadi Undang-Undang.

AMAN, kata Rukka, menilai gagalnya disahkan RUU tentang Pengakuan dan Perlindungan Hak Masyarakat Adat karena ketidakseriusan pemerintah dalam pembahasan RUU tersebut selama dua periode terakhir di DPR. Bahkan, hingga kini pihaknya tidak pernah melihat Daftar Inventaris Masalah (DIM) dari pemerintah untuk RUU tersebut.

Padahal pada rapat kerja yang dilaksanakan antara Badan Legislatif (Baleg) DPR dan pemerintah pada 19 Juli 2019 lalu telah disepakati bahwa pembahasan mengenai RUU tentang Masyarakat Adat sampai tiga kali masa persidangan. Namun, hingga akhir periode DPR 2014-2019, RUU ini gagal disahkan menjadi undang-undang.

Baca Juga: Menteri Johnny Desak RUU Perlindungan Data Pribadi Mendesak Dibahas

"Hingga kini RUU tentang Masyarakat Adat terkatung-katung. Aturan itu tak juga naik jadi UU meski telah digodok selama dua periode pemerintahan. RUU Masyarakat Hukum Adat pertama kali masuk dalam Program Legislasi Nasional (prolegnas) DPR pada 2013, 2014, dan Prolegnas Prioritas 2019," kata Rukka di Jakarta Senin (9/12/2019).

Rukka mengatakan, kehadiran UU Masyarakat Adat sangat penting untuk masyarakat dan pemerintah. UU tersebut akan menjadi solusi untuk mengatasi persoalan-persoalan hak masyarakat adat, serta untuk menjawab berbagai tantangan pengakuan, perlindungan dan pemenuhan hak masyarakat adat gagal ditetapkan dengan berbagai argumentasi dari pemerintah.

Ia menilai keberadaan UU Masyarakat Adat merupakan hal yang fundamental untuk perlindungan dan pemenuhan hak konstitusional masyarakat adat.

"Memang benar bahwa saat ini telah banyak peraturan perundangan-perundangan yang mengatur keberadaan masyarakat adat, tetapi keberadaan peraturan perundang-undangan yang sektoral tersebut justru mengakibatkan masyarakat adat kesulitan untuk mendapatkan hak-hak tradisionalnya yang diatur di dalam konstitusi," pungkasnya.