Dikritik DPR, Kemenperin Akui Pakai Jasa Asing Bikin Ide 4.0
by Ferry Sandi , CNBC IndonesiaJakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) pada era Airlangga Hartarto sempat menyusun inisiatif "Making Indonesia 4.0" sebagai persiapan menyongsong industri masa depan. Ternyata konsep itu lahir dari jasa konsultan perusahaan asing.
Anggota Komisi VI DPR RI Rieke Diah Pitaloka menyoroti roadmap serta strategi yang dibuat oleh Kemenperin dalam membuat prioritas sektornya. Pasalnya, poin-poin yang ditentukan sebagai prioritas bukan hanya berdasar kajian Kemenperin, melainkan atas kerja sama dengan konsultan asal Amerika Serikat, A.T. Kearney.
Politisi partai PDIP Perjuangan tersebut mempertanyakan hal tersebut di Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VI dengan Kemenperin. "Dulu yang buat format (slide) revolusi industri 4.0 ini siapa? Dari luar atau Kemenperin?" tanya Rieke pada jajaran Kemenperin, Senin (9/12/2019).
"Dibantu konsultan AT Kearney," jawab Sekjen Kemenperin Achmad Sigit Dwiwahjono.
Rieke menyebut kerja sama dengan konsultan luar negeri tidak menjadi masalah, asalkan masih mengikat dalam peraturan yang berlaku. Dalam hal ini UU No 11 tahun 2019 bab 8 tentang Jaringan Iptek Pasal 72 ayat 4. "Kelembagaan Iptek termasuk lembaga konsultan wajib berpedoman politik luar negeri bebas aktif dan transaksi ilmu teknologi," sebut politisi PDIP tersebut.
Rieke mengatakan bahwa tidak jadi masalah untuk Indonesia untuk menjalin kerja sama dengan negara lain, namun tetap perlu berpegang pada aturan hukum.
"Saya hanya mengingatkan saja mohon menjadi catatan ini tentang dasar hukumnya, saya kira kita bekerja sama dengan negara lain tidak apa-apa, dengan konsultan dari luar tidak apa-apa. Tetapi kita tetap berpegang pada prinsip luar negeri bebas aktif, juga pada riset dan penelitian termasuk untuk memetakan industri nasional," katanya.
Namun, ada beberapa poin yang dinilai Rieke belum pas meski sudah dikerjakan konsultan asal Amerika Serikat sekalipun. Misalnya dalam poin sektor prioritas makanan dan minuman tertulis E-Commerce. Padahal menurutnya tidak demikian.
"Ec-ommerce bukan industri prioritas, itu cara menjual, cara marketing. Konsultan dari luar boleh dimasukkan tapi bukan 100% masukan karena gunakan bahasa populis," sebutnya.
Rieke menilai bahwa perumusan strategi agar Indonesia menjadi negara industri bisa didiskusikan antara Kemenperin dan Komisi VI DPR RI. "Saya kira berikan kesempatan kepada DPR untuk FGD (Focus Group Discussion). Kita butuh waktu yang lebih untuk membahas roadmap Indonesia menjadi negara industri yang berbasis riset inovasi nasional," katanya. (hoi/hoi)